Songket

Kain tenun jenis brokat yang berasal dari Sumatra Selatan dan Sumatra Barat

Songket adalah jenis kain tenunan tradisional yang berasal dari Sumatra, Indonesia.[4][5][6] Songket digolongkan dalam keluarga tenunan brokat. Songket ditenun dengan tangan menggunakan benang emas dan perak. Benang logam metalik yang tertenun berlatar kain menimbulkan efek kemilau cemerlang. Bahan kain yang umum digunakan dalam pembuatan Songket yakni meliputi sutra, katun, dan katun sutra.

Songket
Songket Minangkabau dengan motif Pucuak Rabuang di bagian bawah yang melambangkan tunas bambu.
JenisKain tenun
Bahansutra, kapas, emas, perak
Tempat asalSumatra, Indonesia[1][2][3]

Songket kerap dikaitkan dengan Kerajaan Sriwijaya sebagai asal mula tradisi Songket berasal,[7] beberapa jenis Songket yang populer pun tak lepas dari lokasi-lokasi yang pernah berada dibawah kekuasaan Sriwijaya, salah satu lokasi dominan yang juga diyakini sebagai ibukota Kerajaan Sriwijaya di masa lampau yakni Palembang, yang terletak di Sumatra Selatan. Selain Palembang, beberapa daerah di Sumatra juga menjadi lokasi penghasil Songket terbaik dalam kelasnya, yakni meliputi daerah-daerah di Minangkabau atau Sumatra Barat seperti Pandai Sikek, Silungkang, Koto Gadang, dan Padang. Di luar Sumatra, kain songket juga dihasilkan oleh daerah-daerah seperti Bali, Lombok, Sambas, Sumba, Makassar, Sulawesi, dan daerah-daerah lain di Indonesia.[8]

Dikarenakan faktor sejarah perdagangan dan perkawinan campuran, Songket pun juga menjadi populer di kawasan Maritim Asia Tenggara khususnya di negara-negara sekitar Indonesia seperti Brunei, Malaysia, dan Singapura.[9]

Tradisi Songket diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.[10] Tradisi Songket tersebut meliputi tradisi Songket asal Palembang dan Sambas pada 2013; Songket Pandai Sikek pada 2014; tradisi Songket asal Beratan, Bali pada 2018; dan tradisi Songket Silungkang pada 2019• ÷: :# # #.

Etimologi

Secara etimologi, istilah "songket" berasal dari kombinasi dua kata dalam bahasa Palembang yakni "songsong" yang artinya "songsong" dan "teket" yang artinya "sulam", hal ini berkaitan atau merujuk pada metode pembuatan Songket itu sendiri; yakni dengan mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas.[11][12]

Istilah songket kemudian diserap sebagai "sungkit" maupun "sangkut" dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, yang berarti "mengaitkan", "menyunggit" atau "mencungkil".[13][14]

Selain itu, dalam teori lain, kata songket juga mungkin berasal dari istilah songka, yang merupakan songkok khas Palembang yang dipercaya pertama kalinya kebiasaan menenun dengan benang emas dimulai.[15]

Sejarah

 
Perempuan Minang yang tengah menenun songket sekitar tahun 1900

Penenunan songket secara sejarah dikaitkan dengan kawasan permukiman dan budaya Melayu, dan menurut sementara orang teknik ini diperkenalkan oleh pedagang India atau Arab.[15] Menurut hikayat rakyat Palembang, asal mula kain songket adalah dari perdagangan zaman dahulu di antara Tiongkok dan India. Orang Tionghoa menyediakan benang sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan perak; maka, jadilah songket.[16] Kain songket ditenun pada alat tenun bingkai Melayu. Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper. Tidak diketahui secara pasti dari manakah songket berasal, menurut tradisi Kelantan teknik tenun seperti ini berasal dari utara, yakni kawasan Kamboja dan Siam yang kemudian berkembang ke selatan di Pattani,[17] dan akhirnya mencapai Kelantan dan Terengganu sekitar tahun 1500-an.[18] Industri kecil rumahan tenun songket kini masih bertahan di pinggiran Kota Bahru dan Terengganu.[19] Akan tetapi menurut penenun Terengganu,[butuh rujukan] justru para pedagang Indialah yang memperkenalkan teknik menenun ini pertama kali di Palembang yang mungkin telah berlaku sejak zaman Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11).[15]

 
Songket Palembang dikenakan oleh pengantin wanita berbusana pernikahan adat Aesan Gede

Menurut tradisi Indonesia sendiri, kain songket nan keemasan dikaitkan dengan kegemilangan Sriwijaya,[20][21] kemaharajaan niaga maritim nan makmur lagi kaya yang bersemi pada abad ke-7 hingga ke-13 di Sumatra. Hal ini karena kenyataan bahwa pusat kerajinan songket paling mahsyur di Indonesia adalah kota Palembang. Songket adalah kain mewah yang aslinya memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang emas, kemudian ditenun tangan menjadi kain yang cantik. Secara sejarah tambang emas di Sumatra terletak di Sumatra Selatan dan di pedalaman dataran tinggi Minangkabau. Meskipun benang emas ditemukan di reruntuhan situs Sriwijaya di Sumatra, bersama dengan batu mirah delima yang belum diasah, serta potongan lempeng emas, hingga kini belum ada bukti pasti bahwa penenun lokal telah menggunakan benang emas seawal tahun 600-an hingga 700-an masehi.[15] Songket mungkin dikembangkan pada kurun waktu yang kemudian di Sumatra. Songket Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia baik diukur dari segi kualitasnya, yang berjuluk "Ratu Segala Kain". Songket eksklusif memerlukan di antara satu dan tiga bulan untuk menyelesaikannya, sedangkan songket biasa hanya memerlukan waktu sekitar 3 hari. Mulanya kaum laki-laki menggunakan songket sebagai destar, tanjak atau ikat kepala. Kemudian barulah kaum perempuan Melayu mulai memakai songket sarung dengan baju kurung.

Dokumentasi mengenai asal usul songket masih tidak jelas, kemungkinan tenun songket mencapai semenanjung Malaya melalui perkawinan atau persekutuan antar bangsawan Melayu, karena songket yang berharga kerap kali dijadikan maskawin atau hantaran dalam suatu perkawinan. Praktik seperti ini lazim dilakukan oleh negeri-negeri Melayu untuk mengikat persekutuan strategis. Pusat kerajinan songket terletak di kerajaan yang secara politik penting karena bahan pembuatannya yang mahal; benang emas sejatinya memang terbuat dari lembaran emas murni asli.[22]

Songket sebagai busana diraja juga disebutkan dalam naskah Abdullah bin Abdul Kadir pada tahun 1849.[23]

Motif

Songket memiliki motif-motif tradisional yang sudah merupakan ciri khas budaya wilayah penghasil kerajinan ini. Misalnya motif Saik Kalamai, Buah Palo, Barantai Putiah, Barantai Merah, Tampuak Manggih, Salapah, Kunang-kunang, Api-api, Cukie Baserak, Sirangkak, Silala Rabah, dan Simasam adalah khas songket Pandai Sikek, Minangkabau.[24] Beberapa pemerintah daerah telah mempatenkan motif songket tradisional mereka. Dari 71 motif songket yang dimiliki Sumatra Selatan, baru 22 motif yang terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dari 22 motif songket Palembang yang telah terdaftar di antaranya motif Bungo Intan, Lepus Pulis, Nampan Perak, dan Limar Beranti. Sementara 49 motif lainnya belum terdaftar, termasuk motif Berante Berakam pada seragam resmi Sriwijaya Football Club. Selain motif Berante Berakam, beberapa motif lain yang belum terdaftar yakni motif Songket Lepus Bintang Berakam, Nago Besaung, Limar Tigo Negeri Tabur Intan, Limar Tigo Negeri Cantik Manis, Lepus Bintang Penuh, Limar Penuh Mawar Berkandang, dan sejumlah motif lain.[21]

Songket kini

 
Adaptasi[pranala nonaktif permanen] motif pucuk rebung pada songket di Masjid Raya Sumatra Barat

Ditinjau dari bahan, cara pembuatan, dan harganya; songket semula adalah kain mewah para bangsawan yang menujukkan kemuliaan derajat dan martabat pemakainya. Akan tetapi kini songket tidak hanya dimaksudkan untuk golongan masyarakat kaya dan berada semata, karena harganya yang bervariasi; dari yang biasa dan terbilang murah, hingga yang eksklusif dengan harga yang sangat mahal. Kini dengan digunakannya benang emas sintetis maka songket pun tidak lagi luar biasa mahal seperti dahulu kala yang menggunakan emas asli. Meskipun demikian, songket kualitas terbaik tetap dihargai sebagai bentuk kesenian yang anggun dan harganya cukup mahal.

Sejak dahulu kala hingga kini, songket adalah pilihan populer untuk busana adat perkawinan Melayu, Palembang, Minangkabau, Aceh dan Bali. Kain ini sering diberikan oleh pengantin laki-laki kepada pengantin wanita sebagai salah satu hantaran persembahan perkawinan. Pada masa kini, busana resmi laki-laki Melayu pun kerap mengenakan songket sebagai kain yang dililitkan di atas celana panjang atau menjadi destar, tanjak, atau ikat kepala. Sedangkan untuk kaum perempuannya songket dililitkan sebagai kain sarung yang dipadu-padankan dengan kebaya atau baju kurung.

Meskipun berasal dari kerajinan tradisional, industri songket merupakan kerajinan yang terus hidup dan dinamis. Para pengrajin songket terutama di Palembang kini berusaha menciptakan motif-motif baru yang lebih modern dan pilihan warna-warna yang lebih lembut. Hal ini sebagai upaya agar songket senantiasa mengikuti zaman dan digemari masyarakat.[21] Sebagai benda seni, songket pun sering dibingkai dan dijadikan penghias ruangan. Penerapan kain songket secara modern amat beraneka ragam, mulai dari tas wanita, songkok, bahkan kantung ponsel.

Pusat kerajinan songket

 
Songket tradisional Sasak, Lombok.

Pusat kerajinan tangan tenun songket di Indonesia dapat ditemukan di Sumatra, Kalimantan, Bali, Sulawesi, Lombok dan Sumbawa. Di Pulau Sumatra pusat kerajinan songket yang termahsyur dan unggul adalah Songket Minangkabau di daerah Pandai Sikek dan Silungkang, Sumatra Barat,[24] serta Songket Palembang di Palembang, Sumatra Selatan. Di Bali, desa pengrajin tenun songket dapat ditemukan di kabupaten Klungkung, khususnya di desa Sidemen dan Gelgel. Sementara di Lombok, desa Sukarara di kecamatan Jonggat, kabupaten Lombok Tengah, juga terkenal akan kerajinan songketnya.[25] Di luar Indonesia, kawasan pengrajin songket didapati di Malaysia; antara lain di pesisir timur Semenanjung Malaya[26] khususnya industri rumahan di pinggiran Kota Bahru, Kelantan dan Terengganu; serta di Brunei.[22]

Catatan kaki

  1. ^ Rodgers, Susan; Summerfield, Anne; Summerfield, John (2007). Gold Cloths of Sumatra: Indonesia's Songkets from Ceremony to Commodity [Kain Emas Sumatra: Songket, dari Seremoni hingga Komoditas] (dalam bahasa Inggris). Worcester, Massachusetts: Cantor Art Callery. ISBN 978-9067183123. Diakses tanggal 15 January 2012. 
  2. ^ Ministry of Education and Culture of Indonesia. "Songket History based on Archaelogical Data". Ministry of Education and Culture of Indonesia. Diakses tanggal 26 January 2021. 
  3. ^ Pebriyeni, Eliya (2019). "Perkembangan Fungsi Seni Kerajinan Tenun Songket Silungkang". Gorga Jurnal Seni Rupa. 8 (1): 214–221. doi:10.24114/gr.v8i1.13585. 
  4. ^ Rodgers, Susan; Summerfield, Anne; Summerfield, John (2007). Gold Cloths of Sumatra: Indonesia's Songkets from Ceremony to Commodity [Kain Emas Sumatra: Songket, dari Seremoni hingga Komoditas] (dalam bahasa Inggris). Worcester, Massachusetts: Cantor Art Callery. ISBN 978-9067183123. Diakses tanggal 15 January 2012. 
  5. ^ Ministry of Education and Culture of Indonesia. "Songket History based on Archaelogical Data". Ministry of Education and Culture of Indonesia. Diakses tanggal 26 January 2021. 
  6. ^ Pebriyeni, Eliya (2019). "Perkembangan Fungsi Seni Kerajinan Tenun Songket Silungkang". Gorga Jurnal Seni Rupa. 8 (1): 214–221. doi:10.24114/gr.v8i1.13585. 
  7. ^ Rodgers, Susan; Summerfield, Anne; Summerfield, John (2007). Gold Cloths of Sumatra: Indonesia's Songkets from Ceremony to Commodity [Kain Emas Sumatra: Songket, dari Seremoni hingga Komoditas] (dalam bahasa Inggris). Worcester, Massachusetts: Cantor Art Callery. ISBN 978-9067183123. Diakses tanggal 15 January 2012. 
  8. ^ Wirawan, Nanda (1982). Menapak jejak songket Minangkabau. OCLC 948427777. 
  9. ^ Rodgers, Susan; Summerfield, Anne; Summerfield, John (2007). Gold Cloths of Sumatra: Indonesia's Songkets from Ceremony to Commodity [Kain Emas Sumatra: Songket, dari Seremoni hingga Komoditas] (dalam bahasa Inggris). Worcester, Massachusetts: Cantor Art Callery. ISBN 978-9067183123. Diakses tanggal 15 January 2012. 
  10. ^ "Warisan Budaya Takbenda, Penetapan". Cultural Heritage, Ministry of Education and Culture of Indonesia. Diakses tanggal 14 December 2020. 
  11. ^ "Motif Bungo Pacik Pada Tenunan Songket Palembang" (PDF). Sitakara Jurnal Pendidikan Seni dan Budaya. 2018. Diakses tanggal 25 April 2021. 
  12. ^ National Geographic Traveller Indonesia, Vol 1, No 6, 2009, Jakarta, Indonesia, page 63
  13. ^ "Sungkit". kbbi.kemdikbud.go.id. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Diakses tanggal 25 April 2021. 
  14. ^ "Sangkut". kbbi.kemdikbud.go.id. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Diakses tanggal 25 April 2021. 
  15. ^ a b c d Gold Cloths of Sumatra: Indonesia’s Songkets from Ceremony to Commodity, Cantor Art Gallery, Worcester, Massachusetts, 2007, by Susan Rodgers, Anne Summerfield, John Summerfield
  16. ^ Indonesia, Malaysia & Singapore handbook. Cit "The songket evolved when the Malay sultanates first began trading with China (where the silk came from) and India (where the gold and silver thread derived). "
  17. ^ Gold cloths of Sumatra: Indonesia's songkets from ceremony to commodity By Susan Rodgers, Anne Summerfield, John Summerfield, Cantor Art Gallery
  18. ^ Songket: Malaysia's woven treasure Grace Inpam Selvanayagam Oxford University Press, Mar 1, 1990
  19. ^ The Grove encyclopedia of Islamic art and architecture, Volume 2 By Jonathan M. Bloom, Sheila Blair
  20. ^ "The Ancient Sriwijaya Heritage" Tampilkan Kemilau Songket dan Adat Perkawinan Sumsel
  21. ^ a b c Sriwijaya Post. "Motif Abstrak Songket palembang" (dalam bahasa Indonesian). Sriwijaya Post. Diakses tanggal 2012-01-16. 
  22. ^ a b Uchino, Megumi (2005). "Socio-cultural history of Palembang Songket". Indonesia and the Malay World. Routledge. 33 (96): 205–223. doi:10.1080/13639810500283985. 
  23. ^ Hikayat Abdullah By Hamzah Hamdani
  24. ^ a b "Tenun Songket Pandai Sikek (Sumatra Barat - Indonesia)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-23. Diakses tanggal 2010-10-24. 
  25. ^ National Geographic Traveller Indonesia, Vol 1, No 6, 2009, Jakarta, Indonesia, page 62
  26. ^ The Malay handloom weavers: a study of the rise and decline of traditional ... By Maznah Mohamad