Meulaboh
4°27′N 96°11′E / 4.450°N 96.183°E
Kota Meulaboh مولابوه | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Koordinat: 4°08′N 96°07′E / 4.13°N 96.12°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Aceh |
Dasar hukum | Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 |
Hari jadi | 28 April 2020; 1 tahun yang lalu |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Luas | |
• Total | 60,36 km2 (2,331 sq mi) |
Populasi (2021) | |
• Total | 34.828 |
• Kepadatan | 62,16/km2 (161,0/sq mi) |
Demografi | |
• Agama | Islam 99,38% Buddha 0,32% Kristen 0,29% - Protestan 0,25% - Katolik 0,04%[1] |
• IPM | 71,38 (2020) ( Sedang )[2] |
Zona waktu | UTC+07:00 (WIB) |
Kode pos | 23611-23681 |
Kode area telepon | 0655 |
APBD | Rp.200.000.000 |
PAD | Rp.617.000.000 |
DAU | Rp.588.209.483.000,00- |
Semboyan daerah | Kota Tauhid Sufi |
Kota Meulaboh (Ejaan Aceh: Mèulaboh, Jawoe: مولابوه) adalah sebuah kota di Provinsi Aceh. Kota ini terletak sekitar 240 km dari Kota Banda Aceh, di sebelah barat laut Pulau Sumatra. Semula kota ini bernama Pasir Karam.
Sejarah
Meulaboh diperkirakan sudah berdiri sejak masa pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah yang berkuasa di Kesultanan Aceh pada tahun 1589-1604.[3] Pada masa Sultan Iskandar Muda, kawasan ini menjadi tempat penanaman lada. Namun Meulaboh kalah bersaing dengan Singkil yang juga menawarkan lada beserta kemenyan dan kapur barus.
Pada abad ke-18, banyak masyarakat Minangkabau yang bermigrasi ke kota ini. Mereka mengembangkan perdagangan lada dan mengundang orang-orang Inggris untuk berdagang disini. Salah seorang saudagar Minang yang mengembangkan perdagangan lada adalah Datuk Makhudum Sati, yang merupakan kakek dari pahlawan nasional Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien.[4]
Pada tahun 1877, Belanda mendirikan pos militer di Meulaboh.[5] Setelah Belanda menguasai Aceh, Meulaboh menjadi tempat kedudukan asisten residen yang membawahi afdeeling pantai barat Aceh.[6]
Setelah masa kemerdekaan, kota ini menjadi ibu kota Kabupaten Aceh Barat yang merupakan bagian dari Provinsi Aceh. Di tahun 2004, Meulaboh merupakan salah satu kawasan terparah akibat bencana tsunami yang dipicu oleh gempa bumi di Samudera Hindia. Pada tahun 2020, status Meulaboh naik menjadi kota yang terpisah dari Kabupaten Aceh Barat.
Silsilah Raja Meulaboh
Raja-raja yang pernah bertahta di Kaway XVI hanya dapat dilacak dari Teuku Tjik Pho Rahman, yang kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Teuku Tjik Masaid, yang kemudian diganti oleh anaknya lagi yang bernama Teuku Tjik Ali.
Setelah masa jabatan Teuku Tjik Ali selesai, kemudian digantikan oleh anaknya Teuku Tjik Abah dan setelah itu diganti oleh Teuku Tjik Manso yang memiliki tiga orang anak yang menjadi Raja Meulaboh bernama Teuku Tjik Raja Nagor.[7]
Referensi
- ^ "Kabupaten Aceh Barat Dalam Angka 2020". www.acehbaratkab.bps.go.id. Diakses tanggal 24 April 2020.
- ^ "Metode Baru Indeks Pembangunan Manusia 2019-2020". www.bps.go.id. Diakses tanggal 21 Januari 2021.
- ^ Kota Tua yang Dulu Bernama Negeri Pasir Karam
- ^ H.M. Zainuddin, Tarikh Aceh dan Nusantara, 1961
- ^ Anthony Reid, Asal Mula Konflik Aceh: Dari Perebutan Pantai Timur Sumatra hingga akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19, 2005
- ^ John Fitzgerald McCarthy, The Fourth Circle: A Political Ecology of Sumatra's Rainforest Frontier, 2006
- ^ "Sejarah Raja Meulaboh Sewaktu Masih Gabung Kabupaten Aceh Barat". aryandashare.blogspot.com. Diakses tanggal 2021-05-08.