Ali bin Abdullah bin Abbas

Revisi sejak 3 Agustus 2021 04.12 oleh 180.252.60.142 (bicara) (Judul kontol)

Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul-Muththalib (ca 661ca 736) adalah leluhur dari Dinasti Abbasiyah. Ia adalah cucu dari Abbas bin Abdul-Muththalib dan kakek dari dua khalifah Abbasiyah As-Saffah dan Al-Mansur.

Kontol

Ali adalah anak bungsu dari Abdullah bin Abbas, sepupu Nabi Muhammad, dan Zur'ah binti Mishrah, putri salah satu dari "empat raja" suku Kindah.[1] Menurut riwayat, dia lahir tepat pada malam ketika Ali bin Abi Thalib dibunuh (wafat 661), tetapi ada juga sumber lainnya yang memperdebatkan tahun kelahirannya.[2]

Setelah dewasa, Ali pernah berseberangan dengan pemerintahan Kekhalifahan Umayyah selama pemerintahan Al-Walid bin Abdul-Malik (memerintah 705–715), yang pernah memerintahkan Ali untuk dicambuk dan dibuang dari pusat pemerintahan. Ali kemudian pindah ke provinsi Ash-Sharat, di perbatasan antara Palestina dan wilayah Arab, dan bertempat tinggal di desa Humeima, menetapkan tempat itu sebagai markas baru keluarga Abbasiyah. Dia meninggal di Humeima pada 735-6 atau tahun berikutnya, saat putranya Muhammad telah mengambil alih kepemimpinan keluarga dan upaya kampanye Abbasiyah.[3]

Kepribadian dan keturunan

Ali digambarkan sebagai seorang pria tampan bertubuh besar dan berkulit putih, dengan rambut berwarna hitam, janggut panjang, dan kepala botak yang ditutup dengan topi. Ia diriwayatkan sangat saleh dan dikatakan sering Salat, lalu di kalangan Suni ia kemudian dikenal dengan nama "as-Sajjid" (artinya orang yang biasa bersujud).[4]

Ali dikatakan menjadi ayah dari lebih dari dua puluh anak laki-laki selama dia tinggal di Humeima.[5] Putranya yang paling berpengaruh adalah Muhammad, yang menjadi salah satu tokoh utama penyebab berdirinya Kekhalifahan Abbasiyah dan ayah dari khalifah As-Saffah dan Al-Mansur. Keturunannya yang lain, termasuk Isa,[6] Dawud,[7] Sulaiman,[6] Abdul Samad,[8] Salih,[8] Isma'il,[8] dan Abdullah,[8] adalah peserta aktif dalam Revolusi Abbasiyah, dan beberapa di antaranya terus memainkan peran penting dalam dekade pertama Kekhalifahan Abbasiyah.

Referensi

  1. ^ Elad 2005, hlm. 311-12; Yarshater 1985–2007, v. 39: p. 54.
  2. ^ Zetterstéen 1960, hlm. 381; Ibn Khallikan 1843, hlm. 217.
  3. ^ Zetterstéen 1960, hlm. 381; Kennedy 1993, hlm. 396; Ibn Khallikan 1843, hlm. 217 ff.
  4. ^ Zetterstéen 1960, hlm. 381; Ibn Khallikan 1843, hlm. 216, 219, 220; Yarshater 1985–2007, v. 39: p. 54.
  5. ^ Ibn Khallikan 1843, hlm. 220.
  6. ^ a b Yarshater 1985–2007, v. 28: p. 56.
  7. ^ Yarshater 1985–2007, v. 27: p. 195.
  8. ^ a b c d Yarshater 1985–2007, v. 27: p. 150.

Bacaan lanjutan