Penafsiran Alegoris
Penafsiran Alegoris adalah sebuah model tafsir yang populer pada Abad pertama hingga Abad Pertengahan.[1] Pendekatan ini merupakan sebuah upaya menyingkap pesan teks Alkitab secara alegoris, yaitu dengan mencari makna di balik kata-kata yang tertulis di dalam teks.[2].Di kalangan Rabi-rabi Yahudi, model ini merupakan salah satu alternatif model tafsir, selain penafsiran literer, Midrash, dan Pesher.[3]
Latar Belakang
suntingTafsir alegoris diperkenalkan oleh orang-orang Yunani yang secara khusus dikembangkan melalui filsafat Stoa.[4][5] Pendekatan ini dinilai sebagai solusi untuk menjembatani ketegangan antara mitologi-mitologi Yunani dan perkembangan filsafat.[1] Dengan demikian, tafsiran alegori umumnya bersifat pembelaan (apologetis).[6]
Pendekatan alegoris untuk menyingkap pesan teks-teks Alkitab dipelopori oleh Philo, seorang penafsir Yahudi pada Abad Pertama.[5][4] Keberadaan teks-teks kuno, seperti Taurat dalam tradisi Yahudi dan mitologi-mitologi dalam tradisi Yunani, tidak lagi dianggap sebagai sebuah kebetulan, tetapi menyimpan pesan moral dan nilai-nilai kebenaran yang dari masa lampau.[7] Dengan pendekatan alegoris, Philo yakin pesan-pesan spiritual yang tidak dapat diungkapkan oleh teks secara harafiah dapat diungkap.[4]
Alasan Perlunya Penafsiran Alegoris
suntingMenurut Philo, ada alasan-alasan tertentu yang membuat arti harafiah teks Alkitab harus ditolak.[8] Untuk itu, dia mendaftarkan 10 alasan mengapa teks perlu ditafsir secara alegoris:[5]
- Jika makna literer teks tidak mengatakan apa yang benar megenai Tuhan.
- Jika teks bertentangan dengan teks yang lain.
- Jika teks tampaknya harus ditafsir alegoris.
- Jka teks menampilkan kata-kata yang bermaknya ganda.
- Jika teks memuat pengulangan yang telah diketahui sebelumnya.
- Jika teks memuat penggambaran yang beragam.
- Jika muncul kata-kata yang sinonim.
- Jika ada hal-hal yang tidak normal muncul di dalam teks.
- Jika teks memuat permainan kata.
- Jika teks memuat simbol-simbol.
Perkembangan penafsiran alegoris
suntingKekristenan perdana yang banyak berjumpa dengan filsafat Yunani menjadikan tafsir alegoris sebagai solusi untuk memahami pesan-pesan Alkitab.[1] Secara khusus, penafsiran Alegoris diwariskan oleh gereja-gereja Barat yang memang banyak begumul dengan filsafat Yunani.[9] Contoh konkret terlihat pada zaman Patristik ketika Bapa-bapa gereja memahami bahwa Perjanjian Lama sebagai Alkitab orang Kristen harus digunakan untuk mendukung Perjanjian Baru.[5] Dengan demikian metode yang digunakan adalah metode alegoris. Secara khusus Origenes mengatakan bahwa Alkitab adalah tempat berkumpulnya alegori-alegori yang penuh dengan simbol.[5] Sama seperti manusia yang terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh maka Alkitab juga dibagi dalam tiga makna, yaitu literal (dipadankan dengan tubuh), moral (jiwa), alegoris (roh).[5] Dari ketiga tingkatan ini, menurut Origenes, Alegorislah yang paling penting.[5]
Perkembangan kemudian
suntingSetelah Abad Pertengahan, khususnya sejak zaman Reformasi, tafsir alegoris mulai ditinggalkan.[5] Alkitab diyakini dapat menafsir dirinya sendiri (scriptura scripturae interprets).[9] Sikap reformasi ini memang tidak mematikan pendekatan terhadap Alkitab, termasuk pendekatan alegoris.[9] Akan tetapi, sikap tersebut mendorang para penafsir untuk lebih berfokus persoalan gramatika dan sejarah teks.[9]
Referensi materi
sunting- ^ a b c Dianne Bergant & Robert J. Karris. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius. 21
- ^ (Inggris) Bernard Ramm. 1970. Protestant Biblical Interpretation. Grand Rapid: Baker. 24
- ^ (Inggris) Richard N. Longenecker. 1999. Biblical Exegesis in the Apostolic Period. Gran Rapid: William B. Eerdmands. 30-32
- ^ a b c (Inggris) R. J. Zwi Werblowsky & Geoffrey Widoger (eds.). 1997. The Oxford Dictionary of the Jewish Religion. New York: Oxford. 37-38
- ^ a b c d e f g h (Inggris) Henry A. Virkler. 1988. Hermeneutic: Principles and Processes of Biblical Interpretation. Grand Rapid: Baker. 52
- ^ (Inggris) Cecil Roth. 1959. The Standard Jewish Encyclopedia. New York: Doubleday. 78
- ^ (Inggris) P. R. Ackroyd & G. F. Evans. 1993. Cambrigde History of Bible: From the Beginnings to Jerome Vol. 1. 379-380
- ^ Robert M. Grant dan David Tracy. 1993. Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 58-69.
- ^ a b c d Forum Biblika: Jurnal Ilmiah Populer No. 8. Jakarta: LAI. 2