Organisasi Advokat

Revisi sejak 8 Agustus 2021 01.51 oleh Billinghurst (bicara | kontrib) (Suntingan 120.188.85.227 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Billinghurst)

Organisasi Advokat adalah sebuah wadah profesi advokat yang didirikan dengan tujuan meningkatkan kualitas profesi advokat. Dasar pendirian organisasi advokat adalah Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat).

Organisasi advokat memiliki fungsi diantaranya :

  1. menyelenggarakan pendidikan khusus profesi Advokat
  2. menyelenggarakan ujian advokat
  3. mengangkat advokat yang telah lulus ujian advokat
  4. menyusun Kode Etik Advokat Indonesia
  5. melakukan pengawasan terhadap advokat
  6. memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi advokat
  7. menentukan jenis sanksi dan tingkat pelanggaran advokat yang dapat dikenakan sanksi

Perkumpulan Penasihat Dan Konsultan Hukum Indonesia (PERHAKHI)

Karena banyaknya perpecahan ditubuh Organisasi-organisasi Advokat seperti Peradi, Kai, dll yang menimbulkan dualisme kepengurusan, maka pada tanggal 05 Juni 2021 Para Advokat ternama seperti Elza Syarief, Pitra Romadoni, Farhat Abbas, dkk sepakat Mendirikan Organisasi Advokat Baru sebagai bentuk penyatuan Advokat Indonesia untuk mengembalikan harkat, martabat dan marwah Advokat Indonesia sebagai Pilar Penegak hukum yang sejajar dengan Jaksa, Polisi, dan Hakim. Organisasi Advokat tersebut didirikan di Jakarta dengan nama Perkumpulan Penasihat Dan Konsultan Hukum Indonesia atau disingkat PERHAKHI. Pembentukan Organisasi Advokat tersebut merupakan bentuk pelaksanaan amanat UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat sebagai Fropesi Yang Mulia (Officium Nobile), sehingga kemudian terbentuklah Perkumpulan Penasihat Dan Konsultan Hukum Indonesia (PERHAKHI).[1]

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)

Untuk melaksanakan ketentuan UU Advokat tersebut, dibentuklah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) pada tanggal 7 April 2005. Peradi merupakan hasil bentukan Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) yang beranggotakan delapan organisasi advokat yang telah ada sebelum UU Advokat, yaitu:

Kongres Advokat Indonesia (KAI)

Karena proses terbentuknya Peradi dianggap kurang demokratis, inkonstitusional dan tidak mewakili seluruh Advokat, karena hanya dididirikan oleh beberapa orang saja yang mengklaim mewakili organisasinya masing-masing, maka pada tanggal 30 Mei 2008 dimana kemudian Para Advokat sepakat menyelenggarakan Munas Para Advokat di Jakarta. Hal demikian merupakan bentuk pelaksanaan amanat UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, sehingga kemudian terbentuklah Kongres Advokat Indonesia (KAI). Hingga belakangan Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) juga aktif kembali sebagai organisasi Advokat.

Kongres Advokat Indonesia (KAI) pertama kali menyelenggarakan ujian Calon Advokat pada bulan Agustus 2008 dan Ujian kedua pada bulan November 2008. Berkaitan dengan hal tersebut, KAI telah mengirim surat permohonan kepada Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia untuk berkenan mengambil sumpah Calon Advokat KAI sebagaimana yang diamanatkan UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, namun surat dari KAI tersebut tidak mendapatkan tanggapan, bahkan Mahkamah Agung Republik Indonesia justru menghimbau kepada Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia untuk tidak mengambil sumpah para Calon Advokat baik dari PERADI, KAI maupun PERADIN sebelum ketiga Organisasi Advokat tersebut bersatu dalam wadah tunggal sebagaimana amanat UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Hal tersebut sebagaimana Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 052/KMA/V/2009, tertanggal 1 Mei 2009, dimana dalam Surat Ketua Mahmakah Agung Republik Indonesia tersebut, Mahkamah Agung juga menyatakan jika tidak turut campur dalam urusan intern Organisasi Advokat.

Hal ini tentu saja melanggar amanat UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan juga bertentangan dengan isi Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 052/KMA/V/2009 itu sendiri, karena jika Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak turut campur terhadap urusan intern Organisasi Advokat, seharusnya Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak melarang Ketua Pengadilan Tinggi diseluruh Indonesia untuk mengambil sumpah Calon Advokat, meskipun para Calon Advokat tersebut tidak bisa dihalangi untuk beracara di Pengadilan, karena pada kenyataannya para Calon Advokat tersebut sering mengalami kendala pada saat menjalankan profesinya selaku aparat penegak hukum.

Meski demikian setelah perjalanan yang berliku, KAI melakukan gugatan ke MK yang akhirnya dikabulkan. Inti gugatan yang dikabulkan ialah organisasi advokat resmi di Indonesia bukan hanya Peradi. Namun sayangnya setelah hal tersebut muncul perpecahan baik di Peradi maupun KAI, organisasi tersebut terpecah dan memiliki beberapa ketua bahkan muncul Organisasi advokat baru salah satunya Federasi Advokat Republik Indonesia (Ferari). Hal ini menambah ketidak jelasan arah organisasi Advokat tunggal yang diinginkan pemerintah di Indonesia.

Pranala luar

  1. ^ "Pengacara Senior Elza Syarief Bentuk Perhakhi Pitra Romadoni ditunjuk Sekjend". tabloidmantap.com. Diakses tanggal 05 Juni 2021.