Suku Palembang

kelompok etnis asli Sumatra yang berasal dari wilayah Palembang di Sumatra bagian tenggara
Revisi sejak 8 Agustus 2021 13.32 oleh Fdlptra (bicara | kontrib)

Suku Palembang (Jawi: سوكو ڤاليمبڠ) atau Melayu Palembang (Jawi: ملايو ڤاليمبڠ) merupakan suku bangsa yang mendiami daerah Sumatra Selatan.[1] Suku Melayu Palembang merupakan salah satu kelompok etnis terdekat dari Suku Komering dan Lampung. Bahasa Melayu Palembang memiliki banyak persamaan dan kemiripan dengan Bahasa Melayu Jambi dan Bahasa Melayu Bengkulu yang memiliki banyak pelafalan vokal "o" pada akhiran kata.

Melayu Palembang
ملايو ڤاليمبڠ
Jumlah populasi
1.300.000 jiwa
Daerah dengan populasi signifikan
Kota Palembang (mayoritas) • Kabupaten Ogan Komering Ilir • Kabupaten Ogan Ilir • Kabupaten Ogan Komering Ulu
Bahasa
Bahasa Melayu Palembang
Bahasa Indonesia
Agama
Islam
Kelompok etnik terkait
Melayu Riau • Melayu Jambi • Minangkabau • Melayu Bengkulu • Komering • Lampung

Suku Melayu Palembang umumnya bermata pencaharian Sebagai Petani. Suku Melayu Palembang mendiami daerah-daerah yang berkonsentrasi di Sumatra Selatan yang meliputi Kota Palembang dan sekitarnya, seperti wilayah Kabupaten Ogan Ilir (Kecamatan Tanjung Raja, Kecamatan Pemulutan, dan Kecamatan Indralaya), Kabupaten Ogan Komering Ilir (Kecamatan Kota Kayu Agung, dan Kecamatan Jejawi). Kebanyakan keturunan suku Melayu Palembang ini juga banyak menyebar di wilayah Bengkulu dan Jambi. Suku Melayu Palembang mayoritas menganut agama Islam bagi Orang Melayu di Sumatera Selatan.

Kebudayaan Suku Melayu Palembang

Kalau bicara kota dengan pendapatan perkapita paling tinggi di Indonesia, maka semua akan tertuju pada kota Palembang. Kota Palembang merupakan salah satu kota di provinsi Sumatra Selatan sekaligus ibu kotanya. Lokasinya di tepi Sungai Musi.

Dari 1,2 juta penduduk kota Palembang, 40-50% adalah suku Melayu Palembang. Suku Melayu Palembang dibagi dalam dua kelompok, yaitu Wong Jeroo dan Wong Jabo. Wong Jeroo merupakan keturunan bangsawan/hartawan dan sedikit lebih rendah dari orang-orang istana dari kerajaan zaman dulu yang berpusat di Palembang. Sementara Wong Jabo adalah rakyat biasa.

Beberapa kalangan berpendapat bahwa suku Melayu Palembang merupakan hasil dari peleburan bangsa Melayu, Arab, Tionghoa, suku Jawa dan beberapa kelompok-kelompok suku lain disekitarnya.

Banyak orang Melayu Palembang menjadi pegawai pemerintahan. Namun ada pula yang bekerja sebagai pedagang di pasar, buruh, nelayan, guru, atau sebagai pengrajin kerajinan tangan Luasnya ladang minyak di Palembang menjadi kekayaan tersendiri kota Palembang.

Tradisi yang telah mengakar dalam budaya suku Melayu Palembang dan telah dijalankan selama beberapa abad sebagai pedagang, ialah sebagian kecil pedagang menjajakan dagangannya di atas permukaan air sungai Musi dengan menggunakan perahu. Selain menjadi pedagang, orang Melayu Palembang juga banyak yang berhasil menduduki sektor penting di pemerintahan Sumatra Selatan, dan juga tidak sedikit yang berhasil di perantauan dalam segala bidang, termasuk menjadi pejabat pemerintahan Indonesia dan beberapa sukses menjadi artis, sedangkan yang lain juga banyak bekerja di sektor swasta dan lain-lain.

Banyak orang Melayu Palembang yang masih tinggal di rumah yang didirikan di atas air. Rumah limas menjadi model arsitektur rumah khas Melayu Palembang yang kebanyakan didirikan di atas panggung di atas air untuk melindungi dari banjir.

Suami atau ayah berfungsi sebagai pelindung rumah tangga dengan tugas pokok mencari nafkah dalam sistem kekeluargaan suku Melayu Palembang. Sedangkan istri bertanggung jawab menjaga ketertiban dan keharmonisan rumah tangga. Keberhasilan seorang istri ditentukan oleh ungkapan para suami yang berkata “rumah tanggaku adalah surgaku”. Sebuah keluarga lebih mengharapkan anak laki-laki daripada anak perempuan. Para kakek-kakek dari kedua belah pihak menganggap cucu lelaki sebagai jaminan dan bakal negeri (memperkuat kekuatan mereka) dan negakke jurai (jaminan sebagai penerus garis keturunan mereka).

Islam menjadi agama yang dianut sebagaina besar orang Melayu Palembang. Sondok piyogo atau dalam bahasa Indonesia berarti “Adat dipangku, syari'at dijunjung” merupakan semboyan yang dipegang teguh oleh suku Melayu Palembang. Semboyan tersebut bermakna bahwa meskipun mereka sudah mengecap pendidikan tinggi, mereka tetap mempertahankan adat kebiasaan suku Melayu Palembang.

Lapangan pekerjaan merupakan masalah sosial suku Melayu Palembang. Karena pengangguran menjadi masalah bagi orang Palembang. Orang Palembang dikenal sebagai orang yang sulit atau bahkan tidak mau melakukan pekerjaan kasar. Modernisasi merupakan momok bagi suku Melayu Palembang di mana kebudayaan mereka akan mengalami perubahan hingga kemerosotan.

Dalam kesehariannya, suku Melayu Palembang berbicara dalam bahasa Melayu Palembang. Bahasa Melayu Palembang sendiri merupakan bagian atau varian dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu Palembang menggunakan dialek “o” pada akhir setiap kata. Inilah yang membedakan bahasa Melayu Riau dan Melayu Malaysia dengan bahasa Melayu Palembang.[2]

Referensi

  1. ^ "Palembang". Kamus Besar Bahasa Indonesia. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2016. Diakses tanggal 5 Juni 2021. 
  2. ^ "Kebudayaan Kota Palembang". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-13. Diakses tanggal 2014-04-11.