Hukum kepailitan

Revisi sejak 10 Agustus 2021 13.56 oleh Atikah krsn (bicara | kontrib) (menambah artikel hukum kepailitan)

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Penjelasan tersebut terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pengertian pailit adalah suatu usaha bersama untuk mendapat pembayaran bagi semua kreditor secara adil dan tertib, agar semua kreditor mendapat pembayaran menurut imbangan besar kecilnya piutang masing-masing dengan tidak berurutan. [1]


Yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit, dapat diajukan diantaranya:

a.      Debitor sendiri.

b.      Atas permintaan seorang atau lebih kreditor.

c.      Kejaksaan untuk kepentingan umum.

d.      Dalam hal menyangkut debitor yang merupakan bank, permohonan pernyataan pailit dapat diajukan oleh Bank Indonesia

e.      Dalam hal menyangkut debitor yang merupakan perusahaan efek, permohonan pernyataan pailit dapat diajukan oleh Badan Pengawasan Pasar Modal.[2]

Persyaratan Kepailitan:

-         Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor.

-         Debitor tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Yang Dapat dinyatan pailit diantaranya:

a.      Orang Perorangan

Hal ini bermaksud baik laki-laki maupun perempuan, yang telah menikah maupun belum menikah.

b.      Perserikatan-perserikatan dan perkumpulan-perkumpulan tidak berbadan hukum lainnya.

c.      Perseroan -perseroan, perkumpulan-perkumpulan, koperasi maupun yayasan yang berbadan hukum.

d.      Harta peninggalan.


Dasar-Dasar Hukum Kepailitan

Bahwa seseorang atau suatu badan hukum memperoleh pinjaman dari orang lain atau badan hukum lain, pihak yang memperoleh pinjaman disebut sebagai debitor sedangkan pihak yang memberikan pinjaman disebut sebagai kreditor.

Peraturan Hukum Kepailitan

Pengaturan mengenai Hukum Kepailitan tercantum pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.


[1] Abdul R. Saliman, Hermansyah, dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Jakarta: Kencana-Prenadamedia Group, 2005, hlm. 149-150.

[2] Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta.: Raja Grafindo Persada. 2002, hlm.12.