Alimentasi
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Maret 2016. |
Alimentasi (Bahasa Latin: alimentatio) adalah pemberian nafkah berdasarkan hubungan keluarga. Orang tua berkewajiban (memberi) alimentasi kepada anak dan sebaliknya anak kepada orang tua yang tak mempunyai nafkah.[1][2]
Ketentuan Hukum
Alimentasi diatur dalam pasal 45 - 49 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (UU Perkawinan). Setiap anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan berada di bawah kekuasaan orang tuanya selama orang tua tidak dicabut dari kekuasaannya.[3] Kekuasaan orang tua memberi wewenang kepada orang tua untuk mewakili anaknya dalam melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Meskipun demian, Pasal 48 UU Perkawinan menentukan bahwa orang tua tidak diperbolehkan untuk memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki oleh anaknya yang berada di bawah kekuasaannya tersebut, kecuali apabila kepentingan anak mengkehendakinya.[3]
Hak dan Kewajiban timbal balik antara orang tua dan anak tetap berlangsung meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. kekuasaan orang tua akan berakhir apabila:[3]
- Anak mencapai umur 18 tahun;
- Anak Kawin;
- Salah satu atau kedua orang tua dicabut kekuasaannya.
Pasal 49 ayat 1 UU Perkawinan menentukan bahwa yang dapat meminta pencabutan kekuasaan orang tua adalah:[3]
- Orang tua yang lain;
- Keluarga anak dalam garis lurus ke atas;
- Saudara kandung yang telah dewasa;
- Pejabat yang berwenang.
Pengadilan akan memberikan keputusannya untuk mencabut kekuasaan orang tua apabila terbukti:[3]
- Ia sangat melalaikan kewajiban terhadap anaknya;
- Ia berkelakuan Buruk sekali.
Ayat 2 dari ketentuan tersebut menegaskan bahwa meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk menafkahi anak tersebut.[3]