Suku Saibatin

Revisi sejak 13 Agustus 2021 00.26 oleh 120.188.65.200 (bicara) (→‎Adat-Istiadat: Penambahan konten)

Suku Saibatin (Aksara Lampung: ) adalah Suku Lampung Saibatin yang merupakan suku asli Lampung yang berasal dari daerah dataran tinggi Bukit Sulang Sekala Brak. Suku adat dan budaya Saibatin mendiami daerah Pegunungan dan pesisir pantai tanah Lampung yang membentang dari timur, selatan, hingga barat. Siger Saibatin adalah Siger 7 (tujuh) yang dipakai pengantin perempuan. Siger Mahkota pengantin 7 (tujuh) siger pengantin yang di pakai pengantin laki-laki.

Siger
Siger bahasa lampung nya (seger) Suku Saibatin yang dipakai penganten perempuan
Informasi umum
Gaya arsitekturMahkota Siger Saibatin
KotaLampung

Berbeda dengan Komunitas Budaya Pepadun, Komunitas Adat dan Budaya Saibatin atau Peminggir menganut sistem kekerabatan patrilineal. Dengan demikian, masyarakat adat Suku Lampung saibatin dalam satu kelompok hanya ada satu batin atau memiliki satu junjungan yang menjadi pemimpin tertinggi. Kedudukan adat hanya bisa diwariskan melalui garis keturunan lurus tak terputus dari tertua atau garis Ratu. Meski demikian, Komunitas Adat dan Budaya Saibatin memiliki kekhasan dalam hal tatanan masyarakat dan tradisi.[1]

Ciri Khas Identitas

Saibatin bermakna satu sultan atau memiliki satu junjungan satu panutan. Hal ini sesuai dengan tatanan sosial dalam Adat Saibatin, hanya ada satu sultan didalam adat di setiap generasi kepemimpinan.

Budaya Adat Saibatin cenderung bersifat aristokratis karena kedudukan Adat hanya dapat diwariskan melalui garis keturunan tak terputus dari tertua dan garis Ratu. Berbeda dengan budaya Pepadun.

Adat Saibatin memegang prinsip Islam di dalam Adat istiadatnya. Ciri lain dari Adat Saibatin dapat dilihat dari perangkat yang digunakan dalam ritual upacara Adat. Salah satunya adalah bentuk siger atau sigokh pengantin Adat Saibatin, Jajakh inton yang memiliki tujuh lekuk/pucuk siger lekuk tujuh (sigokh lekuk pitu).

Tujuh pucuk ini melambangkan tujuh adok (gelar) perangkat Adat, yaitu Sultan, Khaja jukuan/depati, batin, radin, minak, kimas, dan mas/inton. Selain itu, ada pula yang disebut awan/aban gemisir (awan gemisikh), Tanduan, Lalamak Titikuya yang digunakan sebagai kendaraan ritual Lapahan Adat Sultan (Saibatin Raja Adat Dikepaksian) di peruntuk kan khusus mutlak milik Sultan (Saibatin Raja Adat di Kepaksian) yang bertahta, termasuk Payung Agung Songsong Berwarna Kunig, dan tidak diperbolekan dipakai oleh yang lainnya terkecuali Sultan (Saibatin Raja Adat di Kepaksian) merestuinya. Apa bila masyarakat adat Lampung ada yang melanggar apapun alasan hal tersebut tidak dibenarkan dan di anggap tidak mengerti tentang Adat, tidak memiliki kesantunan, tidak memahami tata cara Adat, serta dianggap perusak Adat yang Sebenarnya, yang telah diwariskan dari nenek moyang pendahulu, di dalam Adat Saibatin tidak bisa karena mempunyai uang yang berlebihan masyarakat adat/perangkat adat/bangsawan tinggi kerajaan bisa membuat, memakai, meniru Pakaian dari Sultan (Saibatin Raja Adat Dikepaksian).

Masyarakat Adat Lampung

Masyarakat Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat: Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Marga Punduh, Punduh Pedada, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung, empat kota ini ada di Provinsi Sumatra Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di Selatan Bengkulu. Masyarakat Adat Saibatin sering kali juga disebut Lampung Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat lampung, masing masing terdiri dari:[2]

  • Kemargaan di Balik Bukit Liwa (kota) (Lampung Barat)
  • Bandar Enom Semaka (Tanggamus)
  • Bandar Lima Way Lima (Pesawaran)
  • Melinting Tiyuh Pitu (Lampung Timur)
  • Marga Lima Way Handak (Lampung Selatan)
  • Pitu Kepuhyangan Komering (Provinsi Sumatra Selatan)
  • Telu Marga Ranau (Provinsi Sumatra Selatan)
  • Enom Belas Marga Krui (Pesisir Barat)
  • Cikoneng Pak Pekon (Provinsi Banten)

Adat-Istiadat

Nyakak

Dinamakan perkawinan juga jujur, karena pihak lelaki mengeluarkan uang untuk membayar jujur/jojokh kepada pihak perempuan. Perkawinan ini ada dua macam :

  • Sebambangan yaitu si gadis dilarikan oleh pihak pria dari rumahnya dan dibawa ke kepala adat atau jukhagan terlebih dahulu baru kemudian dibawa pulang kerumahnya oleh keluarga si pria. Ciri bahwa si gadis nyakak atau metudau yaitu si gadis meletakkan surat yang isinya memberi tahu orangtuanya atas kepergian nyakak.
  • Cara Tekhang (sekicik betik) yaitu dilakukan secara terang-terangan, dimana keluarga pria melamar langsung si gadis.

Semanda

Artikel utama semanda: Saibatin

Butamat

Butamat atau betamat berasal dari kata tamat yang artinya selesai, sedangkan menurut makna yaitu acara membaca ayat Al-Quran (juz amma) dari surat ad-dhuha sampai surat al-lahab. Diawali oleh pengantin wanita dan dilanjutkan oleh peserta butamat yang lain, setelah acara membaca Al-Quran selesai dilanjutkan membaca Al Barzanji.

Pesta rakyat Sekura

Dalam pesta rakyat sekura, berbagai kalangan ikut terlibat aktif dan berbaur menjalin kebersamaan. Setiap masyarakat dapat membawa berbagai makanan yang didapat dari hasil silaturahmi berkeliling dari rumah ke rumah.

Makanan ini kemudian disantap secara bersama-sama dengan para peserta sekura lainnya dalam suasana yang hangat. Pesta rakyat sekura menjadi ajang silaturahim dan menjalin keakraban antar kampung bahkan kecamatan.[3]

Masyarakat Adat Saibatin

masyarakat adat Saibatin secara ideal memiliki pola pergaulan hidup dengan prinsip musyawarah dan mufakat. Prinsip ini sangat relevan untuk digali dalam rangka mendukung upaya revitalisasi dan pemberdayaan nilai-nilai budaya daerah. masyarakat adat Saibatin secara umum merupakan sejumlah kolektivitas sosial yang masing-masing memiliki aturan internal tersendiri. Secara kultural masyarakat adat Saibatin merupakan kesatuan-kesatuan hidup yang diatur oleh peraturan-peraturan yang berasal dari norma-norma sosial dan hukum adat yang hidup berkembang dalam masyarakat bersangkutan. Kewenangan dan fatwanya secara internal dipatuhi sebagai norma hukum yang dapat mengatur dan melindungi stabilitas hubungan sosial antar warga, termasuk keserasian hubungan masyarakat dengan alam sekitar. Karakteristik masyarakat adat Saibatin dalam perkembangannya lebih menekankankan pada konsensus dalam upaya penyerasian terhadap berbagai kepentingan masyarakat dan tuntutan zaman. Dalam upaya pemeliharaan nilai-nilai budaya dan hukum adat secara internal senantiasa mempertahankan dan mengutamakan kepentingan masyarakat adat dengan prinsip kemandirian, terutama dalam penggalian potensi daerah atas kekuasaan dan kekayaan sendiri. Masyarakat adat setempat sebagian masih tetap hidup dengan hukum adatnya sendiri, baik berdasarkan ikatan teritorial maupun geneologis. Dalam kelompok masyarakat adat memiliki tradisi yang memungkinkan lebih dekat dengan nilai-nilai hukum adat.

Budaya Suku Saibatin

Ikatan kekerabatan masyarakat adat Saibatin dapat dibedakan atas 3 (tiga) katagori, yaitu: atas dasar hubungan darah/keturunan (ikatan darah), ikatan perkawinan, ikatan persau¬daraan (kemuarian=ikatan batin), dan ikatan keluarga berdasarkan pengangkatan anak (adopsi). Dalam sistem perkawinan diutamakan atas dasar satu kelompok keturunan (lineage), yaitu keturunan yang saling berkaitan dari nenek moyang yang sama. Kecuali itu perkawinan didasarkan atas satu garis keturunan (descent) dengan prinsip patrilineal (garis keturunan ayah). Prinsip garis ketur¬unan ini memiliki konsekuensi bahwa anak perempuan yang menikah harus masuk kedalam kebot (rumpun) suaminya. Harta warisan dalam kelompok kekerabatan ini pihak perempuan tidak memiliki hak. Hukum waris masyarakat adat Saibatin menganut hukum waris mayor¬at laki-laki, yaitu hanya anak laki-laki tertua yang mendapat hak penguasaan waris dari isteri permaisuri yang telah diadatkan. Dalam hal ini anak laki-laki tertua berhak untuk mengelola dan memelihara harta warisan dengan peruntukan menghidupi seluruh keluarganya. Masyarakat adat Saibatin dalam sistem kekerabatannya menganut prinsip patrilineal dan patrilokal. Dalam prinsip patri¬lineal berarti pihak laki-laki yang melamar perempuan dan kemudian menetap di rumah pihak keluarga atau kerabat laki-laki. Bagi perempuan (isteri/maju) yang telah menikah secara patrilokal menetap di rumah keluarga luas suaminya. Apabila sebuah keluarga hanya mempunyai anak perempuan, maka untuk mener¬uskan keturunannya dapat diatasi dengan cara ngakuk ragah (men¬gambil suami). Dengan ketentuan bahwa suami bukan anak pertama dari keluarga asalnya, sebab anak pertama merupakan penerus keturunan dikeluarganya sendiri. Budaya Suku Saibatin cenderung bersifat aristokratis karena kedudukan adat hanya dapat diwariskan melalui garis keturunan. tidak ada upacara tertentu yang dapat mengubah status sosial seseorang dalam masyarakat. Ciri lain dari Suku Saibatin dapat dilihat dari perangkat yang digunakan dalam perhelatan adat. Salah satunya adalah bentuk siger (sigekh) Suku Saibatin yang memiliki tujuh lekuk/pucuk (sigokh lekuk pitu). Seku Lampung adalah Bagian dari pada Suku Saibatin. Suku Saibatin mendiami daerah pesisir Lampung yang membentang dari timur, selatan, hingga barat. Wilayah persebaran Suku Saibatin mencakup Lampung Timur, Lampung Selatan, Bandar Lampung, Pringsewu, Pesawaran, Tanggamus, Pesisir Barat dan Lampung Barat. Budaya Suku Saibatin cenderung bersifat aristokratis karena kedudukan adat hanya dapat diwariskan melalui garis keturunan.

Lihat pula

Pranala luar

Referensi

  1. ^ "Adat Lampung Saibatin". SatuBanten.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-09-24. 
  2. ^ "Suku Lampung". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2020-07-17. 
  3. ^ Kaya, Indonesia. "Tradisi Sekura, Kemeriahan Hari Raya di Balik Pesta Topeng : Tradisi - Situs Budaya Indonesia". IndonesiaKaya (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2020-09-24.