Mochtar Naim
Artikel ini membahas seorang tokoh yang baru saja meninggal. Beberapa informasi, terutama seputar sebab kematian dan pemakamannya, dapat berubah sewaktu-waktu. |
Dr. Mochtar Naim, M.A. (25 Desember 1932 – 15 Agustus 2021)[2][3] merupakan antropolog dan sosiolog Indonesia. Selain sebagai sosiolog ternama, Mochtar Naim tampil ke muka sebagai ahli Minangkabau. Dalam beberapa seminar dan tulisan-tulisannya, Mochtar kerap membagi budaya Nusantara kepada dua konsep aliran. Polarisasi budaya yang digambarkan Mochtar adalah konsep budaya yang bercirikan sentrifugal yang diwakili oleh budaya M (Minangkabau), berlawanan dengan konsep budaya sentripetal-sinkretis yang diwakili oleh budaya J (Jawa). Mochtar pernah dipercaya menjadi Anggota DPD-RI periode 2004-2009 mewakili Sumatra Barat.[1]
Mochtar Naim | |
---|---|
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia | |
Masa jabatan 1 Oktober 2004 – 1 Oktober 2009 | |
Daerah pemilihan | Sumatra Barat |
Mayoritas | 116.795[1] |
Informasi pribadi | |
Lahir | 25 Desember 1932 Sungai Penuh, Kerinci, Hindia Belanda |
Meninggal | 15 Agustus 2021 | (umur 88)
Kebangsaan | Indonesia |
Suami/istri | Asma Naim |
Anak | Amelia Naim Indrajaya Mutia Naim |
Almamater | - Universitas Gadjah Mada - Universitas Islam Indonesia - Universitas McGill, Montreal - Universitas Singapura |
Pekerjaan | Antropolog, sosiolog |
Sunting kotak info • L • B |
Kehidupan
Mochtar Naim lahir dalam keadaan sungsang. Ketika ia berusia lima tahun, ibunya meninggal saat melahirkan adiknya. Ayahnya yang merupakan seorang pedagang kecil, pergi menikah kembali. Dalam masa kecilnya itu, Mochtar diasuh keluarga ibunya yang berasal dari Banuhampu, Agam, Sumatra Barat. Di nagari tersebut, Mochtar sekolah hingga merampungkan SLA-nya di Bukittinggi.
Ia melanjutkan studi sarjananya ke tiga universitas sekaligus, Universitas Gadjah Mada, PTAIN, dan Universitas Islam Indonesia, yang kesemuanya di Yogyakarta. Kemudian studi masternya dilanjutkan di Universitas McGill, Montreal. Melengkapi jenjang pendidikannya, Mochtar mengambil gelar PhD-nya di University of Singapore.
Mochtar tercatat sebagai pendiri Fakultas Sastra Universitas Andalas, 1980, dan sejak itu ia menjadi dosen sosiologi universitas yang sama. Sebelum itu ia pernah duduk sebagai Direktur Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Universitas Hasanuddin di Makassar, dan Direktur Center for Minangkabau Studies, Padang.
Disertasi Merantau
Dalam disertasinya di University of Singapore, Mochtar menulis disertasi yang berjudul Merantau: Minangkabau Voluntary Migration. Disertasinya itu disampaikan pula dalam International Congress of Orientalists di Canberra, Australia. Disertasinya yang kemudian dibukukan, menjadi bahan rujukan bagi pengamat Minangkabau dalam melihat pola hidup dan penyebaran masyarakat Minangkabau di seluruh dunia.
Teori Kebudayaan
Selain menggunakan pendekatan dialektika (teori konflik) dalam melihat polarisasi budaya di Indonesia,[4] Mochtar juga melahirkan istilah "Minang-kiau". Istilah ini dipersepsikannya dari kebiasaan orang Minang yang suka merantau dan berdagang, seperti halnya orang Cina Perantauan (Hoa-kiau). Lebih jauh lagi Mochtar berpendapat bahwa di samping merantau dan berdagang, pola hidup masyarakat Minangkabau yang sangat menonjol adalah suka berpikir dan menelaah. Sehingga dari kebiasaan itu, Minangkabau banyak melahirkan para pemikir dan tokoh-tokoh yang berpengaruh. Melihat kecenderungan ini, maka Mochtar juga menyamakan masyarakat Minang sebagai "Yahudinya Indonesia".[5]
Referensi
- Blog Mochtar Naim [1]
- Apa & Siapa PDA Tempo [2] Diarsipkan 2011-01-22 di Wayback Machine.
Catatan kaki
- ^ a b https://dpd.go.id/anggota-dpd/mochtar-naim[pranala nonaktif permanen]
- ^ https://suluah.cekricek.id/mochtar-naim-meninggal-dunia/
- ^ https://padangkita.com/mochtar-naim-berpulang-sosiolog-dan-antropolog-yang-penuh-gagasan-dan-berani/
- ^ Mujibur Rohman, Minangkabau-Jawa: Dialektika Dua Kebudayaan dan Identitas Budaya, 16 Juni 2010, MelayuOnline.com
- ^ Mochtar Naim, Perantauan Masyarakat Minang dan Masalah Kewiraswastaan, 1 Januari 1975, Makalah