Ali Alatas

diplomat Indonesia

Dr.H.C. Ali Alatas, S.H. (4 November 1932 – 11 Desember 2008) adalah seorang diplomat Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri (1988-1998, dua kali masa jabatan penuh). Hingga wafatnya, ia menjabat sebagai Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Myanmar, Utusan Khusus Presiden RI untuk masalah Timur Tengah, dan Ketua Dewan Pertimbangan Kepresidenan.

Berkas:Alialatas.jpg
Ali Alatas

Karier

Pendidikan dasar kediplomatan diperoleh di Akademi Dinas Luar Negeri Jakarta (lulus 1954) dan di Fakultas Hukum UI (lulus 1956). Karier sebagai diplomat dijalaninya di berbagai perwakilan Indonesia, seperti Thailand, Amerika Serikat, dan PBB. Di awal kariernya ia juga membantu kegiatan jurnalistik dengan bekerja sebagai korektor.

Kariernya mulai berkembang sewaktu menjabat sebagai staf perwakilan Indonesia di PBB. Di sana ia aktif dalam menggalang suara G77, kelompok negara-negara berkembang di lembaga dunia tersebut.

Namanya mulai dikenal luas di fora internasional setelah ia aktif sebagai fasilitator perundingan perdamaian terhadap pihak-pihak yang bertikai di Kamboja, melalui pertemuan-pertemuan informal yng dikenal sebagai Jakarta Informal Meeting (JIM) hingga beberapa kali. Kegiatan diplomatis ini berakhir dengan sukses setelah ia menjadi Ketua Bersama dalam Konferensi Paris untuk Perdamaian Kamboja. Sumbangsih lain yang tidak terlalu diamati luas oleh pers tetapi signifikan adalah sebagai fasilitator dan penghubung dalam perundingan pemerintah Filipina dengan MNLF yang berakhir dengan perdamaian pada tahun 1996. Ali Alatas adalah orang terdepan dalam kepemimpinan Indonesia untuk Gerakan Non-Blok (NAM) pada tahun 1992-1995. Lewat usahanyalah Indonesia dapat ikut melobi G7, kelompok negara-negara industri terkemuka, untuk mau menghapus hutang beberapa negara berkembang dan bekerja sama dengan mempertimbangkan kesetaraan. Namun demikian, sebagai diplomat ia harus menghadapi ujian berat membela kebijakan yang ditempuh Indonesia terhadap permasalahan Timor Timur.

Pada 2003, Alatas diangkat sebagai utusan khusus Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ia berkunjung selama tiga hari ke Myanmar pada 18 Agustus 2005 untuk mendesak pembebasan Aung San Suu Kyi. Beliau merupakan utusan khusus pertama yang diijinkan berkunjung ke negara itu sejak 2004. Sumbangsihnya yang terakhir bagi Asia Tenggara adalah dalam merumuskan Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang berlaku mulai Januari 2009. Ia adalah anggota dari dewan perumus dokumen tersebut.

Penghargaan yang diterimanya, di antaranya, adalah Bintang Mahaputera Utama dan beberapa penghargaan dari luar negeri dan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Diponegoro pada tahun 1996.

Kehidupan pribadi

Alex, begitu ia akrab dipanggil, menikah dengan Junisa dan pasangan ini dikaruniai tiga orang anak. Sebagai diplomat, ia dikenal akrab kepada semua kalangan, baik pejabat maupun petugas keamanan. Ia dilaporkan biasa mengobrol dengan petugas keamanan di PBB sewaktu merokok di luar gedung.

Ia wafat di RS Mt. Elizabeth di Singapura pada tanggal 11 November 2008 pukul 07.30 waktu setempat setelah mendapat serangan jantung pada tanggal 20 November 2008. Ia dibawa ke Singapura setelah beberapa hari dirawat di Jakarta. Jenazahnya dimakamkan keesokan harinya di TMP Kalibata dengan upacara militer dipimpin langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Pranala luar

Didahului oleh:
Mochtar Kusumaatmadja
Menteri Luar Negeri Indonesia
1988 - 1999
Diteruskan oleh:
Alwi Shihab
Didahului oleh:
Abdullah Kamil
Duta Besar RI untuk PBB
1982 - 1988
Diteruskan oleh:
Nana Sutresna