Perkawinan campuran
Perkawinan dilihat sebagai sebuah perkawinan campuran secara hukum apabilia perkawinan yang berlangsung antara pihak yang berbeda domicilienya terhadap masing-masing pihak yang memiliki sistem hukum berbeda. Menurut kaidah hukum Indonesia melalui pasal 57 UU no 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang mana dianggap demikian apabila para pihak memiliki kewarganegaraan/ nasionalitas yang berbeda.[1]
Perkawinan campuran ini memiliki prinsip-prinsip yang diakui oleh banyak negara pula, yang bedasrkan pada validitas materiil, yakni :[2]
1. Asas lex loci celebrationis.
2. Validitas materiil suatu perkawinan ditentukan bedasarkan dari sistem hukum tempat masing-masing pihak menjadi warganegara sebelum perkawinan dilangsungkan.
3. Validitas material perkawinan yang harus ditentukan bedasarkan sistem hukum dari tempat masing-masing pihak berdomisili sebelum perkawinan dilangsungkan.
4. Validitas materiil yang harus ditentukan bedasarkan sistem hukum tempat dilangsungkannya perkawinan, tanpa mengabaikan persyaratan perkawinan yang berlaku dalam sistem para pihak sebelum perkawinan dilangsungkan.
Selain validitas materiil, adapula validitas formilnya pula.
Validitas formil ini bedasarkan asas locus regit actum, diterima sebagai syarat formal yang ditentukan bedasarkan lex loci celebrationis.
[1] pasal 57 UU no 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
[2] Seto, Bayu. 2013. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional, hal: 265. Bandung : PT Citra Aditya Bakti