Hukum kepailitan
Hukum Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Penjelasan tersebut terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pengertian pailit adalah suatu usaha bersama untuk mendapat pembayaran bagi semua kreditor secara adil dan tertib, agar semua kreditor mendapat pembayaran menurut imbangan besar kecilnya piutang masing-masing dengan tidak berurutan.[1]
Mengajukan
Yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit, dapat diajukan diantaranya:
a. Debitor sendiri.
b. Atas permintaan seorang atau lebih kreditor.
c. Kejaksaan untuk kepentingan umum.
d. Dalam hal menyangkut debitor yang merupakan bank, permohonan pernyataan pailit dapat diajukan oleh Bank Indonesia
e. Dalam hal menyangkut debitor yang merupakan perusahaan efek, permohonan pernyataan pailit dapat diajukan oleh Badan Pengawasan Pasar Modal.[2]
Persyaratan
Persyaratan Kepailitan diantaranya:
- Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor.
- Debitor tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Dapat Dinyatakan
Yang Dapat dinyatan pailit diantaranya:[3]
a. Orang Perorangan
Hal ini bermaksud baik laki-laki maupun perempuan, yang telah menikah maupun belum menikah.
b. Perserikatan-perserikatan dan perkumpulan-perkumpulan tidak berbadan hukum lainnya.
Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu “firma” dimana harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing persero dimana secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma.
c. Perseroan -perseroan, perkumpulan-perkumpulan, koperasi maupun yayasan yang berbadan hukum.
Dalam hal ketentuan mengenai kewenangan masing-masing badan hukum sebagaimana diatur dalam anggaran dan Dasarnya.
d. Harta peninggalan.
Dasar Hukum
Dasar-Dasar Hukum Kepailitan
Bahwa seseorang atau suatu badan hukum memperoleh pinjaman dari orang lain atau badan hukum lain, pihak yang memperoleh pinjaman disebut sebagai debitor sedangkan pihak yang memberikan pinjaman disebut sebagai kreditor.[3]
Peraturan
Peraturan mengenai hukum kepailitan tercantum pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.