Oemar Said Tjokroaminoto
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (16 Agustus 1882 – 17 Desember 1934[2][3][4] (dalam Buku Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Bangsa, karangan Drs. Mansur, MA. Penerbit Pustaka Pelajar, 2004; halaman 13)), lebih dikenal dengan nama H.O.S Cokroaminoto, merupakan salah satu pemimpin organisasi pertama di Indonesia, yaitu Sarekat Islam (SI).[5][6][7]
Kehidupan pribadi
Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat wedana Kleco, Magetan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo.[1]
Setelah lulus dari sekolah rendah, ia melanjutkan pendidikannya di sekolah pamong praja di Magelang. Setelah lulus, ia bekerja sebagai juru tulis patih di Ngawi. Tiga tahun kemudian, ia berhenti. Tjokromaninoto pindah dan menetap di Surabaya pada 1906. Di Surabaya, ia bekerja sebagai juru tulis di firma Inggris Kooy & Co dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kejuruan Burgerlijk Avondschool, jurusan Teknik Mesin.[8]
Bergelar De Ongekroonde van Java atau "Raja Jawa Tanpa Mahkota" oleh Belanda, Tjokroaminoto adalah salah satu pelopor pergerakan di indonesia dan sebagai guru para pemimpin-pemimpin besar di Indonesia. Berangkat dari pemikirannya pula yang melahirkan berbagai macam ideologi bangsa Indonesia pada saat itu. Rumahnya sempat dijadikan rumah kost para pemimpin besar untuk menimbah ilmu padanya, yaitu Semaoen, Alimin, Muso, Soekarno, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, bahkan Tan Malaka pernah berguru padanya. Ia adalah orang yang pertama kali menolak untuk tunduk pada Belanda. Setelah ia meninggal pada tahun 17 Desember 1934 , lahirlah warna-warni pergerakan Indonesia yang dibangun oleh murid-muridnya, yakni kaum sosialis/komunis yang dianut oleh Semaoen, Muso, Alimin. Soekarno yang nasionalis, dan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang Islam merangkap sebagai sekretaris pribadi. Namun, ketiga muridnya itu saling berselisih menurut paham masing-masing. Pengaruh kekuatan politik pada saat itu memungkinkan para pemimpin yang sekawanan itu saling berhadap-hadapan hingga terjadi Pemberontakan Madiun 1948 yang dilakukan Partai Komunis Indonesia karena memproklamasikan "Republik Soviet Indonesia" yang dipimpin Muso. Dengan terpaksa Presiden Soekarno mengirimkan pasukan elite TNI yakni Divisi Siliwangi yang mengakibatkan "abang", sapaan akrab Soekarno kepada Muso, pemimpin Partai komunis pada saat itu tertembak mati pada 31 Oktober 1948. dilanjutkan oleh Negara Islam Indonesia(NII) yang dipimpin oleh S.M Kartosuwiryo dan akhirnya hukuman mati yang dijatuhkan oleh Soekarno kepada kawannya Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pada 12 September 1962. Pada bulan Mei 1912, HOS Tjokroaminoto mendirikan organisasi Sarekat Islam yang sebelumnya dikenal Serikat Dagang Islam dan terpilih menjadi ketua.
Salah satu trilogi darinya yang termasyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan. Dari berbagai muridnya yang paling ia sukai adalah Soekarno hingga ia menikahkan Soekarno dengan anaknya yakni Siti Oetari, istri pertama Soekarno. Pesannya kepada Para murid-muridnya ialah "Jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator". Perkataan ini membius murid-muridnya hingga membuat Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya, Muso, Alimin, S.M Kartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya terbangun dan tertawa menyaksikannya.
Tjokro meninggal di Yogyakarta, Indonesia, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun. Ia dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta, setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin.
Lihat pula
Budaya populer
Sebuah film dengan judul Guru Bangsa: Tjokroaminoto telah dibuat dengan mengangkat sebagian kisah Oemar Said Tjokroaminoto. Film yang diproduksi pada tahun 2015, ini disutradarai oleh Garin Nugroho, dengan pemeran utama Reza Rahardian.[9]
Referensi
- ^ Amelz, HOS Tjokroaminoto Hidup dan Perjuangannya Jilid I (Jakarta: Bulan Bintang, 1952)
- ^ Drs. M. Mayuhur Amin, HOS. Tjokroaminoto; Rekonstruksi Pemikiran Dan Perjuangannya: Cokroaminoto University Press, Yogyakarta. Bab. II.1995. (CB-D13/1995-15)
- ^ Tim Museum Kebangkitan Nasional dkk, HOS Tjokroaminoto (Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal KebudayaanKementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015)
- ^ enam, liputan (14 Agu 2019). "Menilik Rumah HOS Tjokroaminoto, Kawah Candradimuka Para Pahlawan Indonesia". lipuan6. Diakses tanggal 18/08/2021.
- ^ Tokoh Indonesia: Tjokroaminoto, diakses 17 April 2015
- ^ Merdeka: Profil Tjokroaminoto, diakses 17 April 2015
- ^ Tunarungu: Tentang Tjokroaminoto, diakses 17 April 2015
- ^ Achdian, Andi (2017-08-28). "Sarekat Islam sebagai Kelanjutan Boedi Oetomo". Jurnal Sejarah. 1 (1): 30–51. doi:10.26639/js.v1i1.51. ISSN 2581-2394.
- ^ Tjokro Movie: Guru Bangsa: Tjokroaminoto Diarsipkan 2017-04-21 di Wayback Machine. diakses 19 April 2015