Watubelah, Sumber, Cirebon

kelurahan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

Watubelah adalah kelurahan di kecamatan Sumber, Cirebon, Jawa Barat, Indonesia.

Watubelah
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Barat
KabupatenCirebon
KecamatanSumber
Kodepos
45611
Kode Kemendagri32.09.15.1008 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS3209120021 Edit nilai pada Wikidata
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²
Jumlah RT01
Jumlah RW004
Situs webhttp://watubelah.kelurahan.cirebonkab.go.id/
Peta
PetaKoordinat: 6°44′16″S 108°29′45″E / 6.73778°S 108.49583°E / -6.73778; 108.49583

Nama Watubelah berarti "batu yang terbelah". Nama tersebut diberikan oleh Raden Walang Sungsang ketika berhasil membelah batu besar yang memuat tubuh Patih Manik yang notabene adalah musuhnya.

Asal-Usul

Pangeran Walangsungsang menyebarkan agama Islam di daerah Cirebon, ia melihat kobaran api di sebuah hutan yang sekarang bernama Desa Watubelah. Setelah didekati ternyata hutan tersebut dibakar oleh Ki Patih Manik yang bermaksud membangun sebuah pedukuhan untuk memenuhi persyaratan agar dapat mempersunting Nyi Mas Serang yang cantik jelita, putri Ki Gede Mayaguna dan Nyi Gede Renda. Ki Patih Manik adalah Patih Negeri Galuh yang mendapat perintah rajanya untuk menghambat Pangeran Walangsungsang menyiarkan agama Islam diwilayah negerinya. Pucuk dicinta ulam tiba, ketika Ki Patih Manik sedang membakar hutan, tiba-tiba datang Pangeran Walangsungsang yang memang sedang dicarinya. Pangeran Walangsungsang sangat hormat dan bersedia membantu Ki Patih Manik membangun pedukuhan, namun bukannya Ki Patih Manik menerimanya malahan sebaliknya mengancam Pangeran Walangsungsang agar tidak menyiarkan agama Islam. Mendengar ancaman itu, Pangeran Walangsungsang menerangkan bahwa agama Islam mengajarkan para pemeluknya agar bersujud dan menyembah kepada Allah SWT, bukan kepada benda-benda yang dibuat manusia. Ki Patih Manik semakin murka mendengar penjelasan Pangeran Walangsungsang. Selanjutnya terjadilah perang tanding antara Ki Patih Manik dengan Pangeran Walangsungsang. Keduanya saling mengeluarkan ilmu kesaktian. Perang tandingpun berlangsung berminggu-minggu, akan tetapi akhirnya Ki Patih Manik tidak dapat menandingi kesaktian Pangeran Walangsungsang.

Ki Patih Manik dengan kesaktiannya masuk dalam sebuah batu besar untuk bersembunyi. Mengetahui lawannya bersembunyi didalam batu, Pangeran Walangsungsang segera melaksanakan shalat sunnah di atasnya. Selesai melaksanakan shalat, batu besar tempat persembunyian Ki Patih Manik tiba-tiba retak dan belah menjadi dua. Ki Patih Manik meloncat keluar dan lari ke arah utara menghindari serangan Pangeran Walangsungsang. Setelah Ki Patih Manik melarikan diri, Pangeran Walangsungsang meng-Islamkan Ki Gede Mayaguna, Nyi Gede Renda dan Nyi Mas Serang putrinya. Sedangkan hutan yang dibakar Ki Patih Manik dijadikan sebuah pedukuhan dan diberi nama Watubelah. Nama tersebut diambil dari batu tempat persembunyian Ki Patih Manik yang terbelah yang sekarang berada di Blok Sinumpuk. Ki Patih Manik melarikan diri ke arah utara dengan cara menggelinding bagaikan bola (bundar) dan akhirnya berhenti di sebuah pedukuhan. Agar tidak dikenali Pangeran Walangsungsang yang menurut perkiraannya akan terus mengejarnya, ia menanggalkan seluruh pakaian kerajaannya dan menyamar menjadi rakyat biasa. Hingga sekarang pedukuhan tempat “persembunyian” Ki Patih Manik terkenal dengan nama pedukuhan Bunder. Ki Gede Mayaguna dan istrinya sepakat menikahkan Nyi Mas Serang dengan Syeh Abdurahman salah seorang murid Pangeran Walangsungsang, yang bergelar Ki Gede Pasalakan. Setelah Ki Gede Pasalakan meninggal, ia dimakamkan di Pasalakan, sedangkan Ki Gede Mayaguna dan Nyi Mas Serang dimakamkan di Watubelah.

Referensi