Pemulihan aset
Pemulihan berasal dari kata pulih, sebagaimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pulih dikatakan sebagai kembali sebagai semula, atau baik kembali; menjadi baik lagi dan pemulihan sebagai proses/ cara untuk perbuatan memulihkan. Aset ini diatur dalam KBBI sebagai sesuatu yang memiliki nilai tukar; modal; kekayaan. Sehingga, secara kontekstual Pemulihan Aset ini dapat diartikan sebagai mengembalikan kekayaan seperti semula.[1]
Pemulihan Aset dalam terminologi United Nations Convention against Corruption diartikan sebagai upaya negara-negara internasional untuk merepratiasi hasil kejahatan korupsi yang disembunyikan dalam yuridiksi asing. Hasil kejahatan sebagaimana yang dimaksud dalam poin di atas adalah bentuk uang yang disimpan di berbagai rekening bank, properti, kendaraan/ alat transportasi, benda seni dan purbakala, logam mulia/ batu berharga, dan sebagainya.[2]
UNCAC memiliki prinsip yang harus ditegakkan, yakni adalah empat pilar UNCAC, diantaranya adalah ukuran pencegahan, kriminalisasi penegakan hukum, kerjasama internasional, dan pemulihan aset. UNCAC ini mulai berlaku pada 14 Desember 2005 dengan 130 negara yang meratifikasinya, termasuk Indonesia. Indonesia ini sendiri tunduk dalam konvensi ini melalui Undang-Undang nomor 7 tahun 2006 tentang UNCAC.[3]
Kondisi Penegakan Hukum yang Ideal dalam Pemulihan Aset
Rezim pemulihan aset di Indonesia adalah sesuatu yang genting, dan harus ada penegakan hukum secara utuh/ total law enforcement. Hal ini adalah kondisi dimana kondisi penegakan hukum yang simultan antara penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan (in personam) dan penegakan hukum terhadap aset kejahatan (in rem) yang dilaksanakan oleh penegak hukum secara terintegrasi. Hal ini dapat sirna apabila mendapatkan kondisi, seperti :[4]
1. Optimalnya efek jera;
2. Prinsip kejahatan tidak membayar;
3. Terwujudnya kepastian hukum.