Lokomotif C23
{{Infobox Lokomotif |name=C23 |image=Locomotive and Teak Table in front of Lawang Sewu building, Semarang.jpg |caption=Lokomotif C 23 01 di [[Lawang Sewu]. |powertype=Uap |builder=Hartmann, Jerman |whytetype=0-6-0T |aarwheels=C |uicclass=C |weight=25 ton |wheeldiameter=1.050 mm |cylindersize=340 mm × 400 mm |topspeed=55 km/jam |fueltype=Kayu jati, batu bara |railroad=Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij |locale=Pulau Jawa |firstrundate=1908 |currentowner=PT Kereta Api Indonesia }} Lokomotif C 23 adalah lokomotif uap buatan pabrik Hartmann, Jerman. Lokomotif ini dimiliki oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij. Lokomotif ini bergandar 0-6-0T, artinya memiliki tiga gandar penggerak (enam roda). Lokomotif ini memiliki dua silinder berdimensi 340 mm × 400 mm, diameter roda 1.050 mm, berat 25 ton, dan dapat melaju hingga 55 km/jam.[1] Lokomotif ini dahulunya diberi nomor NIS 263.[2]
Sejarah
Pada tahun 1893, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan rencana induk perkeretaapian. Rencana induk ini menghasilkan kebijakan untuk membagi jalur kereta api menjadi dua bagian, yakni jalur trem (jarak dekat) dan jalur kereta api (jarak jauh). Pada masa itu juga, Undang-Undang tentang pembuatan jalan rel telah dikeluarkan, sehingga dalam hal mengembangkan jalur trem, peran serta swasta sangatlah diperlukan, sehingga tidak hanya Pemerintah saja yang mengembangkan jalur kereta api.[1][3]
Sementara itu, di Kota Solo, pada tahun 1892, berdiri perusahaan kereta perkotaan swasta, Solosche Tramweg Maatschappij (SoTM) yang pertama kalinya mengelola jalur Purwosari-Boyolali dan selanjutnya beroperasi di wilayah Kota Solo. SoTM mengoperasikan trem yang ditarik kuda. Jalur ini kemudian diambil alih oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij pada rentang tahun 1905-1908. Pada saat itu juga, terjadi perpindahan dari tenaga kuda menjadi tenaga uap.[1][4]
Lokomotif C 23 hanya diimpor satu unit dari pabrik Hartmann, Jerman, bersama dengan pengimporan satu unit lokomotif C 18. Mulai operasi tahun 1908, lokomotif ini didatangkan untuk menggantikan keberadaan trem kuda di Kota Solo. Dengan demikian keberadaan lokomotif uap sangat mengubah moda transportasi yang awalnya tradisional menjadi modern. Banyaknya penumpang yang mempergunakan kereta api mengakibatkan perekonomian Kota Solo terus berkembang dan meningkat. Meskipun lokomotif C 23 dan C 18 memiliki bentuk yang mirip, namun C 23 masih menggunakan uap basah (tidak memakai superheater). Lokomotif ini dapat menggunakan bahan bakar kayu jati maupun batu bara.[1]
Kini, C 23 01 dipajang di depan Lawang Sewu, Kota Semarang.[1]
Galeri
-
Lokomotif C2301 di Depo Lokomotif Ambarawa pada tahun 2008 sebelum dipreservasi dan dipindahkan ke Lawang Sewu. Tampak pula asap putih yang mengepul dari cerobong lokomotif seri B25 di sampingnya.
Referensi
- ^ a b c d e Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur: Lokomotif C23
- ^ Steam Locomotive Roster
- ^ Bagus Prayogo, Yoga; Yohanes Sapto, Prabowo; Radityo, Diaz (2017). Kereta Api di Indonesia. Sejarah Lokomotif di Indonesia. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. hlm. 73. ISBN 978-602-0818-55-9.
- ^ Kereta Kota di Solo Tempo Doeloe