Saibatin[1] adalah bermakna satu batin atau memiliki satu junjungan. Sesuai dengan tatanan sosial dalam adat Saibatin, hanya ada satu Sultan (Saibatin Raja Adat Dikepaksian) dalam setiap generasi kepemimpinan. Karena kedudukan adat hanya dapat diwariskan melalui garis keturunan turun-temurun dari generasi ke generasi tertua dari garis Ratu untuk Saibatin Sultan Sekala Brak Lampung. Tertua laki-laki untuk adat Saibatin. Memiliki kekhasan dalam hal tatanan hejongan dan jujjokh.

SAIBATIN
Berkas:Siger adat Saibatin.jpg
Siger Adat Saibatin pesisir tanah Lampung
Informasi umum
Gaya arsitekturIdentitas
KotaLampung
NegaraIndonesia
Tumbuhan Sekala yang memiliki daun yang lebar (Bkhak), Tumbuhan ini Asal mula sebutan Sekala Serta Simbol dari pada cikal muasal Siger.

Penerus Keturunan

Adat Saibatin menarik garis keturunan kebapakan, sangat mementingkan seorang anak laki-laki dalam anggota keluarganya sebagai penerus keturunan. Sebuah keadaan khusus, dimana dalam sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki, dimungkinkan melakukan pengangkatan anak melalui perkawinan adat semanda (ngakuk ragah). Apabila sebuah keluarga tidak mempunyai anak laki-laki, agar tidak putus keturunan maka pihak perempuan melakukan pengangkatan anak laki-laki yang disahkan dalam upacara adat pemberian gelar, yang dikenal dengan “Anak Mentuha”. Kemudian anak perempuan melakukan perkawinan semanda dengan mengambil laki-laki (ngakuk ragah) yaitu anak mentuha tersebut.

Masyarakat adat Saibatin secara ideal memiliki pola pergaulan hidup dengan prinsip musyawarah dan mufakat. Prinsip ini sangat relevan untuk digali dalam rangka mendukung upaya revitalisasi dan pemberdayaan nilai-nilai budaya daerah. masyarakat adat Saibatin secara umum merupakan sejumlah kolektivitas sosial yang masing-masing memiliki aturan internal tersendiri. Secara kultural masyarakat adat Saibatin merupakan kesatuan-kesatuan hidup yang diatur oleh peraturan-peraturan yang berasal dari norma-norma sosial dan hukum adat yang hidup berkembang dalam masyarakat bersangkutan. Kewenangan dan fatwanya secara internal dipatuhi sebagai norma hukum yang dapat mengatur dan melindungi stabilitas hubungan sosial antar warga, termasuk keserasian hubungan masyarakat dengan alam sekitar. Karakteristik masyarakat adat Saibatin dalam perkembangannya lebih menekankankan pada konsensus dalam upaya penyerasian terhadap berbagai kepentingan masyarakat dan tuntutan zaman. Dalam upaya pemeliharaan nilai-nilai budaya dan hukum adat secara internal senantiasa mempertahankan dan mengutamakan kepentingan masyarakat adat dengan prinsip kemandirian, terutama dalam penggalian potensi daerah atas kekuasaan dan kekayaan sendiri. Masyarakat adat setempat sebagian masih tetap hidup dengan hukum adatnya sendiri, baik berdasarkan ikatan teritorial maupun geneologis. Dalam kelompok masyarakat adat memiliki tradisi yang memungkinkan lebih dekat dengan nilai-nilai hukum adat.


Pengangkatan Anak

Masyarakat Adat Saibatin yang bersifat Patrilineal, memiliki konsep dasar perwarisan berupa penerusan harta waris kepada anak laki-laki tertua. Sebuah keadaan khusus, dimana dalam sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki, dimungkinkan melakukan pengangkatan anak secara adat dan melakukan sebuah perkawinan adat semanda (ngakuk ragah). Yang artinya perkawinan ini terjadi dikarenakan sebuah keluarga hanyamempunyai anak wanita, maka anak wanitaitu mengambil pria (dari anggota kerabatnya ataupun diluar kerabatnya) untuk dijadikan suami dan mengikuti kerabat isteri untuk selama perkawinan guna menjadi penerus keturunan pihak isteri.

Istilah adat Saibatin untuk anak angkat tersebut disebut “anak Mentuha”. Anak laki-laki hasil perkawinan terbutlah yang kemudian akan berhak atas harta warisan. Masyarakat adat Saibatin mempunyai budaya, suku serta Organisasi adat dan komunitas budaya yang dibedakan menjadi dua golongan adat yang besar, yaitu Masyarakat Adat Peminggir (Saibatin) dan Komunitas Masyarakat budaya Pepadun, yang para anggotanya mayoritas memeluk agama Islam.

Ikatan kekerabatan masyarakat adat Saibatin dapat dibedakan atas 3 (tiga) katagori, yaitu: atas dasar hubungan darah/keturunan (ikatan darah), ikatan perkawinan, ikatan persau¬daraan (kemuarian=ikatan batin), dan ikatan keluarga berdasarkan pengangkatan anak (adopsi). Dalam sistem perkawinan diutamakan atas dasar satu kelompok keturunan (lineage), yaitu keturunan yang saling berkaitan dari nenek moyang yang sama. Kecuali itu perkawinan didasarkan atas satu garis keturunan (descent) dengan prinsip patrilineal (garis keturunan ayah). Prinsip garis ketur¬unan ini memiliki konsekuensi bahwa anak perempuan yang menikah harus masuk kedalam kebot (rumpun) suaminya. Harta warisan dalam kelompok kekerabatan ini pihak perempuan tidak memiliki hak. Hukum waris masyarakat adat Saibatin menganut hukum waris mayor¬at laki-laki, yaitu hanya anak laki-laki tertua yang mendapat hak penguasaan waris dari isteri permaisuri yang telah diadatkan. Dalam hal ini anak laki-laki tertua berhak untuk mengelola dan memelihara harta warisan dengan peruntukan menghidupi seluruh keluarganya. Masyarakat adat Saibatin dalam sistem kekerabatannya menganut prinsip patrilineal dan patrilokal. Dalam prinsip patri¬lineal berarti pihak laki-laki yang melamar perempuan dan kemudian menetap di rumah pihak keluarga atau kerabat laki-laki. Bagi perempuan (isteri/maju) yang telah menikah secara patrilokal menetap di rumah keluarga luas suaminya. Apabila sebuah keluarga hanya mempunyai anak perempuan, maka untuk mener¬uskan keturunannya dapat diatasi dengan cara ngakuk ragah (men¬gambil suami). Dengan ketentuan bahwa suami bukan anak pertama dari keluarga asalnya, sebab anak pertama merupakan penerus keturunan dikeluarganya sendiri. Budaya Suku Saibatin cenderung bersifat aristokratis karena kedudukan adat hanya dapat diwariskan melalui garis keturunan. tidak ada upacara tertentu yang dapat mengubah status sosial seseorang dalam masyarakat. Ciri lain dari Suku Saibatin dapat dilihat dari perangkat yang digunakan dalam perhelatan adat. Salah satunya adalah bentuk siger (sigekh) Suku Saibatin yang memiliki tujuh lekuk/pucuk (sigokh lekuk pitu). Seku Lampung adalah Bagian dari pada Suku Saibatin. Suku Saibatin mendiami daerah pesisir Lampung yang membentang dari timur, selatan, hingga barat. Wilayah persebaran Suku Saibatin mencakup Lampung Timur, Lampung Selatan, Bandar Lampung, Pringsewu, Pesawaran, Tanggamus, Pesisir Barat dan Lampung Barat. Budaya Suku Saibatin cenderung bersifat aristokratis karena kedudukan adat hanya dapat diwariskan melalui garis keturunan.

Warisan dalam masyarakat Adat

Masyarakat asli Suku Lampung 100% beragama Islam, agama yang diwariskan dari turun temurun dari generasi ke generasi kecuali suku Lampung tersebut berpindah agama lain. Perbedaan antara Masyarakat Adat Peminggir (Saibatin) dan Komunitas Masyarakat Budaya Pepadun hal terkecil adalah dari bahasa daerah yang digunakan namun kedua masyarakat tersebut dapat saling memahami satu sama lain dalam percakapannya sehari-hari. Masyarakat Adat Peminggir (Saibatin) yang berada didaerah pesisir terdiri dari Kepaksian, Bandar lima way lima, Marga teluk peminggir, Marga pemanggilan peminggir, Masyarakat marga pelinting. Ada 2 (dua) harta warisan dalam masyarakat adat Lampung Saibatin, yaitu:

  1. Harta warisan adat yang tidak dapat dibagi memiliki arti bahwa harta tersebut dapat dimiliki bersama oleh para ahli waris, tidak dapat dikuasai secara perseorangan. Harta tersebut biasa disebut harta pusaka ynag turun termurun diwariskan kepada penerus keturunannya. Harta ini dikuasai oleh yang memiliki gelar adat atau anak laki-laki tertua laki-laki si Pewaris menurut tingkatannya masing-masing. Harta pusaka itu sendiri terbagi lagi menjadi 2 (dua), yaitu harta pusaka yang tidak berwujud dan harta pusaka yang berwujud akan tetapi secara otomatis turun kepada anak laki-laki tertua sebagai akibat sistem perwarisan mayorat laki-laki yang dianut oleh masyarakat adat Saibatin. Begitu pula dengan hejongan dan jujjokh di dalam adat bulambanan.
  2. dengan penerusan atau pengalihan hak atas kedudukan dan harta kekayaan ini berlaku pada saat pewaris berumur lanjut, ahli waris anak laki-laki tertua juga sudah mapan berumah tangga. Cara perwarisan ini berakibat pada perpindahan hak dan kewajiban sebagai kepala rumah tangga, tetapi Pewaris karena masih hidup masih memiliki peran sebagai penasihat. Penerusan atau pengalihan ini juga sebagai dasar kebendaan bagi Pewaris untuk memberikan pemberian berupa barang-barang tertentu kepada para ahli waris lainnya yang ingin menikah, seperti bidang-bidang tanah ladang, rumah dan perkarangannya serta kebun atau sawah.[2]

Identitas dari Saibatin

Ciri lain dari Saibatin dapat dilihat dari perangkat yang digunakan dalam ritual adat. Salah satunya adalah bentuk siger (sigekh) atau mahkota pengantin Saibatin yang memiliki tujuh lekuk/pucuk (sigokh lekuk pitu). Tujuh pucuk ini melambangkan tujuh adoq, yaitu sultan (untuk raja adat dikepaksian), Khaja/depati, batin, radin, minak, kimas, dan mas/inton, Setiap jenjang adok memiliki “ rukun pedandan” atau ketentuan adat tersendiri yang dilarang dipakai oleh adok lain, melekat bagi dirinya tatanan adat mengenai “alat di lamban, alat dibadan , dan alat dilapahan”. Oleh karena kekhususan tatanan tersebut, dengan melihat tatanan yang dikenakan seseorang, maka dengan mudah dapat diketahui kedudukan dan adoknya Selain itu.

Identitas kendaraan khusus Sultan

Ada pula yang di khususkan mutlak diperuntuk kan hanya boleh dipergunakan oleh Sultan (Saibatin Raja Adat Dikepaksian) diantaranya adalah :

  • Tanduan

Tanduan merupakan salah satu perlengkapan adat yang menjadi bagian dari tradisi peninggalan nenek moyang suku bangsa Lampung, khususnya di Sekala Brak sebagai tempat bermulanya adat saibatin di Provinsi Lampung. Tanduan merupakan sebuah alat perlengkapan adat yang dihadirkan untuk seorang pimpinan adat saibatin atau sultan yang akan melakukan prosesi perjalanan adat seperti arak arakan atau disebut “ lapahan saibatin”,hingga saat ini perlengkapan adat tersebut masih hal yang terkhusus, sebab tidak sembarang orang bisa memakainya.

  • Aban/Awan Gemisikh

Aban Gemisikh/Awan Gemisikh Aban Gemisir merupakan salah satu perlengkapan adat yang menjadi bagian dari tradisi peninggalan suku bangsa Lampung, khususnya di Sekala Brak sebagai tempat bermulanya adat saibatin di Provinsi Lampung. Aban Gemisir atau ada pula yang menyebutnya Awan Gemiser merupakan sebuah alat perlengkapan adat yang dihadirkan untuk seorang pimpinan adat atau saibatin yang akan melakukan prosesi perjalanan adat seperti arak arakan atau disebut “ lapahan saibatin”, hingga saat ini perlengkapan adat tersebut masih hal yang terkhusus, sebab tidak sembarang orang bisa memakainya.

  • Lalamak titikuya

Lalamak titi kuya, Jambat Agung Lalamak, berupa tikar anyaman daun pandan yang dialas kain panjang dengan dijahitkan. Sedangkan Titi Kuya adalah talam terbuat dari kuningan. Talam ini diletakkan di atas lalamak. Setiap lembar lalamak ditempatkan dua titi kuya. Jambat Agung adalah selendang tuha atau angguk khusus segi empat yang diletakkan di atas titi kuya. Ketiga peralatan upacara adat ini berfungsi sebagai satu kesatuan dalam menyediakan titian atau alas menapak Sai Batin pada saat berjalan memasuki tempat perhelatan setelah selesai upacara arak- arakan. Ketiga alat menjadi satu paket rangkaian, dan biasanya disiapkan lebih dari satu paket sambung sinambung. Tiap alat dipegang sambung menyambung oleh perempuan-perempuan berpasangan, berjajar dan duduk bersimpuh di permukaan tanah. Lalamak-Titi Kuya-Jambat Agung satu rangkaian padu alas langkah Sai Batin. Setelah Sai Batin menapakkan langkah kakinya di atas lapisan tiga alat tersebut, maka perempuan pemegangnya harus membawa alatnya menyambung ke arah depan Sai Batin melangkah. Jangan sampai telapak kaki Sai Batin langsung menginjak tanah sampai dengan tempat duduknya. Lalamak, Titi Kuya, dan Jambat Agung adalah gambaran kesetiaan, pengabdian sekaligus kasih sayang masyarakat adat Sekala Brak terhadap SaiBatinnya. hingga saat ini perlengkapan adat tersebut masih hal yang terkhusus, sebab tidak sembarang orang bisa memakainya.[3][4]Termasuk Payung Agung, Payung Agung Songsong Kuning Saibatin.

Lihat pula

  1. Suku Belalau
  2. Lampung
  3. Islam di Lampung
  4. Suku Saibatin

Pranala luar

Referensi

  1. ^ http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=346733&val=6466&title=SISTEM%20PERWARISAN%20MASYARAKAT%20ADAT%20SAIBATIN%20DALAM%20KELUARGA%20YANG%20TIDAK%20MEMPUNYAI%20ANAK%20LAKI-LAKI%20Studi%20di%20Kota%20Bandar%20Lampung
  2. ^ http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=346733&val=6466&title=SISTEM%20PERWARISAN%20MASYARAKAT%20ADAT%20SAIBATIN%20DALAM%20KELUARGA%20YANG%20TIDAK%20MEMPUNYAI%20ANAK%20LAKI-LAKI%20Studi%20di%20Kota%20Bandar%20Lampung
  3. ^ https://media.neliti.com/media/publications/35699-ID-sistem-perwarisan-masyarakat-adat-saibatin-dalam-keluarga-yang-tidak-mempunyai-a.pdf
  4. ^ file:///C:/Users/ASUS/AppData/Local/Temp/19830-45688-1-PB.pdf