Musibah bandar udara Tenerife

tabrakan dua pesawat penumpang di Tenerife, Spanyol
Revisi sejak 14 September 2021 02.58 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20210913sim)) #IABot (v2.0.8.1) (GreenC bot)

Pada 27 Maret 1977, dua pesawat penumpang Boeing 747, KLM Penerbangan 4805 dan Pan Am Penerbangan 1736, bertabrakan di landasan pacu Bandar Udara Los Rodeos[1] (sekarang Bandar Udara Utara Tenerife) di Tenerife, Spanyol.[2][3] Sebanyak 583 orang tewas dalam musibah ini, menjadikannya sebagai kecelakaan paling mematikan dalam sejarah penerbangan.

Musibah Bandara Tenerife
KLM Penerbangan 4805 · Pan Am Penerbangan 1736
Ilustrasi gambaran sesaat sebelum terjadinya tabrakan antara KLM 4805 dan Pan Am 1736
Ringkasan kecelakaan
Tanggal27 Maret 1977
RingkasanTabrakan dua pesawat di landasan dalam cuaca buruk
Lokasi
Bandara Los Rodeos
(Bandara Utara Tenerife)
Tenerife, Kepulauan Canaria, Spanyol
28°28′54″N 16°20′18″W / 28.48165°N 16.3384°W / 28.48165; -16.3384
Total cedera61
Total tewas583
Total selamat61
Pesawat pertama

Pesawat KLM yang terlibat dalam kecelakaan
JenisBoeing 747-206B
NamaRijn  (Rhein)
OperatorKLM Royal Dutch Airlines
RegistrasiPH-BUF
AsalBandara Schiphol
Amsterdam, Belanda
TujuanBandara Gran Canaria
Kepulauan Canaria, Spanyol
Penumpang234
Awak14
Tewas248 (semua)
Selamat0
Pesawat kedua

Pesawat Pan Am yang terlibat dalam kecelakaan
JenisBoeing 747–121
NamaClipper Victor
OperatorPan American World Airways
RegistrasiN736PA
AsalBandara Los Angeles
Los Angeles, Amerika Serikat
PerhentianBandara John F. Kennedy
New York City, Amerika Serikat
TujuanBandara Gran Canaria
Kepulauan Canaria, Spanyol
Penumpang380
Awak16
Cedera61
Tewas335 (326 penumpang, 9 awak)
Selamat61

Sebuah insiden terorisme di Bandar Udara Gran Canaria menyebabkan banyak penerbangan dialihkan ke Los Rodeos, termasuk dua pesawat yang terlibat dalam musibah ini. Bandara Los Rodeos dalam waktu sekejap dipadati oleh pesawat-pesawat yang dialihkan hingga menghalangi satu-satunya landasan gelinding dan memaksa pesawat yang berangkat untuk berjalan di landasan pacu. Sekumpulan kabut tebal melintasi bandara sehingga kedua pesawat dan menara pemandu tidak dapat melihat satu sama lain.[2][3]

Tabrakan terjadi dalam keadaan cuaca buruk, ketika pesawat KLM melakukan lepas landas sedangkan pesawat Pan Am masih berada di landasan pacu dan akan berbelok keluar ke landasan gelinding. Ledakan dan api yang ditimbulkan dari tabrakan menewaskan semua orang di dalam KLM 4805 dan sebagian besar orang di dalam Pan Am 1736 dengan hanya 61 korban selamat di bagian depan pesawat.[2][3]

Penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik Spanyol menyimpulkan bahwa penyebab utama kecelakaan adalah keputusan kapten KLM untuk lepas landas dengan dasar kepercayaan yang salah bahwa persetujuan lepas landas dari pemandu lalu lintas udara (ATC) telah diberikan.[4] Penyelidik Belanda lebih menekankan pada kesalahpahaman pada kedua pihak dalam komunikasi radio antara awak KLM dan ATC,[5] namun akhirnya KLM mengakui bahwa awaknya bertanggung jawab atas kecelakaan dan setuju untuk memberi santunan kepada keluarga semua korban.[6]

Musibah ini membawa pengaruh berkelanjutan terhadap industri penerbangan, yang secara khusus menekankan pentingnya penggunaan susunan kata standar dalam komunikasi radio. Prosedur kokpit pesawat ditinjau ulang dan berkontribusi terhadap pembentukan manajemen sumber daya awak sebagai bagian mendasar dari pelatihan awak pesawat terbang.[7]

Riwayat penerbangan

Tenerife merupakan perhentian tidak terjadwal kedua penerbangan tersebut. Tujuan kedua penerbangan tersebut adalah Bandara Gran Canaria (juga dikenal sebagai Bandara Las Palmas atau Bandara Gando), melayani kota Las Palmas di Gran Canaria. Baik pulau Gran Canaria maupun Tenerife berada di wilayah Kepulauan Canaria, sebuah komunitas otonom di Spanyol yang terletak di Samudra Atlantik di lepas pantai barat daya Maroko.

KLM Penerbangan 4805

KLM Penerbangan 4805 merupakan penerbangan yang disewa oleh Holland International Travel Group dan bertolak dari Bandara Schiphol, Amsterdam, Belanda.[8] Penerbangan ini diawaki oleh Kapten Jacob Veldhuyzen van Zanten,[9] Kopilot Klaas Meurs, dan Juru mesin Willem Schreuder. Pada saat terjadinya musibah, Veldhuyzen van Zanten merupakan kepala instruktur pilot di KLM dengan 11,700 jam terbang, termasuk 1,545 jam di Boeing 747. Meurs memiliki 9,200 jam terbang, termasuk 95 jam di Boeing 747. Schreuder memiliki 17,031 jam terbang, termasuk 543 jam di Boeing 747.

Pesawat yang digunakan adalah Boeing 747-206B dengan kode registrasi PH-BUF dan diberi nama Rijn (Rhein). Membawa 14 awak dan 235 penumpang, termasuk 52 anak-anak. Sebagian besar penumpang merupakan warga negara Belanda; juga terdapat empat warga negara Jerman dan dua warga negara masing-masing dari Amerika Serikat dan Austria. Setelah pesawat mendarat di Tenerife, para penumpang dibawa ke terminal bandara. Salah seorang penumpang yang tinggal di pulau tersebut bersama pacarnya, memilih untuk meninggalkan penerbangan sehingga meninggalkan 234 penumpang.[10][11]

Pan Am Penerbangan 1736

Pan Am Penerbangan 1736 bertolak dari Bandara Los Angeles, dengan perhentian di Bandara John F. Kennedy, New York, Amerika Serikat. Pesawat yang digunakan adalah Boeing 747-121 dengan kode registrasi N736PA dan diberi nama Clipper Victor. Dari 380 penumpang yang sebagian besar merupakan pensiunan (namun termasuk dua anak-anak), 14 penumpang naik dari New York, dimana juga terdapat pergantian awak penerbangan. Awak kokpit pengganti adalah Kapten Victor Grubbs (memiliki 21,043 jam terbang, termasuk 564 jam di Boeing 747), Kopilot Robert Bragg (memiliki 10,800 jam terbang, termasuk 2,796 jam di Boeing 747), dan Juru mesin George Warns (memiliki 15,210 jam terbang, termasuk 559 jam di Boeing 747), serta 13 awak kabin pengganti.

Pesawat yang sama secara kebetulan mengoperasikan penerbangan komersial perdana Boeing 747 pada 22 Januari 1970.[8] Pada 2 Agustus di tahun yang sama, pesawat ini juga menjadi 747 pertama yang dibajak: terbang dari New York ke San Juan, Puerto Riko, pesawat dialihkan ke Havana, Kuba.[12]

Kronologi

Pengalihan penerbangan ke Los Rodeos

 
Rijn (depan) dan Clipper Victor (tengah) di Bandara Los Rodeos pada hari terjadinya musibah tabrakan

Kedua penerbangan tersebut normal hingga saat keduanya mendekati Kepulauan Canaria. Pukul 13.15, sebuah bom yang dipasang oleh kelompok separatis Gerakan Kemerdekaan Kepulauan Canaria (Movimiento por la Autodeterminación e Independencia del Archipiélago Canario (MPAIAC)) meledak di dalam terminal Bandara Gran Canaria, melukai delapan orang.[13] Sebuah panggilan telepon memberikan peringatan tentang bom tersebut dan panggilan lain diterima sesaat setelah panggilan pertama yang mengklaim adanya bom kedua di bandara tersebut. Oleh karena peristiwa itu, otoritas penerbangan sipil di Gran Canaria menutup sementara bandara tersebut dan mengalihkan semua penerbangan yang menuju Gran Canaria ke Los Rodeos di Tenerife, termasuk dua Boeing 747 yang terlibat dalam musibah.[4] Awak 747 Pan Am, yang mengklaim bahwa pesawat mereka masih memiliki cukup bahan bakar selama dua jam, meminta untuk membuat putaran di udara sambil menunggu bandara dibuka lagi, namun permintaan ini ditolak dan mereka diperintahkan untuk mengalihkan penerbangan ke Tenerife.[14]

Saat itu, Bandara Los Rodeos di Tenerife merupakan bandara kecil yang tidak mudah untuk menampung semua pesawat yang dialihkan dari Gran Canaria, dimana termasuk lima pesawat besar.[15] Bandara tersebut hanya memiliki satu landasan pacu dan satu landasan gelinding sejajar, dihubungkan dengan empat landasan gelinding penghubung. Sambil menunggu Bandara Gran Canaria dibuka kembali, pesawat-pesawat yang dialihkan memakan banyak ruang di Bandara Los Rodeos sehingga sejumlah pesawat harus parkir di landasan gelinding dekat terminal, menyebabkan landasan gelinding tersebut tidak bisa digunakan pesawat untuk menuju landasan pacu. Sebaliknya, pesawat yang berangkat harus menggunakan landasan pacu sebagai jalur taksi mereka agar dapat melakukan lepas landas, sebuah prosedur yang dikenal sebagai backtaxi atau backtrack.[4]

Otoritas Bandara Gran Canaria membuka kembali bandara setelah ancaman bom ditangani. Pesawat Pan Am sedianya siap untuk berangkat dari Tenerife, namun akses ke landasan pacu terhalang oleh pesawat KLM dan mobil pengisian bahan bakar yang terparkir di depan Pan Am; Kapten pesawat KLM memutuskan untuk mengisi bahan bakar di Tenerife untuk menghemat waktu, menyebabkan pesawat Pan Am tidak bisa mendahului KLM agar dapat segera lepas landas karena kurangnya jarak aman antara kedua pesawat, yang hanya berkisar 3.7 meter.[10] Pengisian bahan bakar tersebut memakan waktu 35 menit dan baru selesai sesaat setelah seluruh penumpang KLM naik ke pesawat. Pencarian empat penumpang Belanda yang merupakan satu keluarga menyebabkan penundaan lebih lanjut. Seorang pemandu wisata yang tinggal di Tenerife bersama pacarnya, menganggap tidak praktis terbang ke Gran Canaria hanya untuk kembali ke Tenerife pada keesokan harinya dan memilih untuk tidak lanjut ke Las Palmas. Karenanya, ia tidak masuk dalam daftar penumpang pesawat KLM saat kecelakaan terjadi, menjadi satu-satunya orang yang selamat dari KLM Penerbangan 4805.

Taksi dan persiapan lepas landas

Pemandu lalu lintas udara (ATC) Bandara Los Rodeos menginstruksikan pesawat KLM untuk masuk ke landasan pacu, melakukan taksi di sepanjang landasan pacu, dan berputar balik 180 derajat di ujung landasan pacu 30 untuk bersiap lepas landas.[9] Saat pesawat KLM sedang taksi di landasan pacu, ATC meminta mereka untuk melapor jika sudah siap untuk menyalin izin ATC. Karena awak KLM sedang melakukan daftar periksa untuk persiapan lepas landas (pre-takeoff checklist), penyalinan izin tertunda hingga pesawat berada di posisi bersiap untuk lepas landas dari landasan pacu 30.[9]

 
Peta yang menggambarkan pergerakan kedua pesawat sampai terjadinya tabrakan. Exit nomor 3 pada peta menunjukkan jalur yang seharusnya digunakan pesawat Pan Am untuk keluar dari landasan pacu dan melanjutkan taksi

Tidak lama setelah pesawat KLM masuk ke landasan pacu, pesawat Pan Am diinstruksikan untuk mengikuti pesawat KLM di landasan pacu yang sama, keluar melalui landasan gelinding penghubung nomor tiga di sebelah kiri mereka, kemudian melakukan taksi di landasan gelinding utama yang sejajar dengan landasan pacu. Awalnya, awak Pan Am tidak yakin apakah ATC menyuruh mereka untuk keluar di landasan gelinding penghubung pertama atau ketiga. Kopilot Pan Am mengklarifikasi ulang dan dijawab tegas oleh ATC, "The third one, sir; one, two, three; third, third one" (Yang ketiga; satu, dua, tiga; ketiga, yang ketiga). Awak Pan Am memulai taksi dan mengidentifikasi setiap landasan gelinding penghubung, yang tidak diberi tanda fisik, menggunakan diagram bandara yang mereka miliki saat mendekati salah satunya.[9]

Awak Pan Am berhasil mengidentifikasi dua landasan gelinding penghubung pertama (C-1 dan C-2), namun diskusi mereka tidak pernah mengindikasikan bahwa mereka melihat landasan gelinding penghubung ketiga (C-3), di mana mereka diperintahkan untuk masuk.[9] Tidak ada penanda atau rambu untuk mengenali landasan gelinding penghubung untuk keluar dari landasan pacu, diperparah kondisi jarak pandang yang saat itu memburuk. Awak Pan Am tampaknya tetap tidak yakin dengan posisi mereka di landasan pacu hingga musibah tabrakan, yang terjadi di dekat landasan gelinding penghubung keempat (C-4).[16]

Sudut belok landasan gelinding penghubung ketiga (C-3), dimana pesawat Pan Am diperintahkan keluar dari landasan pacu ke landasan gelinding utama, mengharuskan pesawat untuk membuat belokan 148 derajat, yang mengarahkan pesawat kembali ke parkiran terminal yang penuh dengan pesawat lain. Pada ujung lain dari landasan gelinding penghubung C-3, pesawat Pan Am harus kembali melakukan belokan 148 derajat agar dapat melanjutkan taksi ke ujung landasan pacu, gerakan yang mirip dengan huruf "Z" yang dicerminkan. Landasan gelinding penghubung keempat (C-4) hanya memerlukan belokan 35 derajat. Sebuah studi yang dilakukan oleh Asosiasi Pilot Maskapai Penerbangan (Air Line Pilots Association (ALPA)) setelah kecelakaan menyimpulkan bahwa melakukan belokan 148 derajat di masing-masing ujung landasan gelinding penghubung C-3 adalah "mustahil pada praktiknya".[17] Laporan resmi dari otoritas Spanyol menjelaskan bahwa ATC meminta pesawat Pan Am untuk menggunakan landasan gelinding penghubung C-3 karena landasan ini merupakan jalur keluar terdekat yang dapat digunakan untuk mencapai bagian landasan gelinding utama yang tidak terhalang pesawat lain.[9]

Kondisi cuaca di Los Rodeos

Bandara Los Rodeos berada di ketinggian 633 meter (2,077 kaki) di atas permukaan laut, yang memberikan pengaruh cuaca yang berbeda dari bandara pada umumnya. Awan yang berketinggian 600 meter (2,000 kaki) di atas permukaan daratan di dekat pantai akan berada di ketinggian yang sama dengan Bandara Los Rodeos. Pergerakan awan yang memiliki ketebalan berbeda-beda menyebabkan jarak pandang yang tidak menentu, dari yang awalnya tidak terbatas pada saat pertama bisa menjadi di bawah batas aman pada saat berikutnya. Peristiwa tabrakan terjadi pada saat kondisi awan tebal.[17]

Awak Pan Am mendapati posisi mereka dalam jarak pandang yang memburuk dengan cepat sesaat setelah mereka masuk ke landasan pacu. Menurut laporan ALPA, saat pesawat Pan Am akan masuk ke landasan pacu, jarak pandang berkisar 500 meter (1,600 kaki). Tidak lama kemudian, ketika mereka mulai masuk ke landasan pacu, jarak pandang turun ke kurang dari 100 meter (330 kaki).[17]

Pada saat yang bersamaan, pesawat KLM masih mendapat jarak pandang yang baik, namun pergerakan awan sudah mengarah ke landasan pacu. Pesawat menyelesaikan putaran balik 180 derajat dalam keadaan cuaca baik dan bersiap di ujung landasan pacu 30. Awan terdekat berada sekitar 900 meter (3,000 kaki) di landasan pacu dan bergerak ke arah pesawat KLM dengan kecepatan 12 knot (14 mil per jam; 22 kilometer per jam).[17]

Kesalahpahaman komunikasi

Sesaat setelah berada di posisi bersiap untuk lepas landas, Kapten Veldhuyzen van Zanten sedikit mendorong tuas daya mesin dan pesawat sedikit bergerak maju. Kopilot Meurs mengingatkan sang kapten bahwa ATC belum memberikan izin, dan Kapten Veldhuyzen van Zanten menjawab, "No, I know that, go ahead, ask." (Tidak, saya tahu, silakan minta). Meurs kemudian memberitahu ATC bahwa mereka telah "bersiap untuk lepas landas" dan "menunggu perizinan ATC". Awak KLM kemudian menerima izin berupa instruksi dari ATC yang menjelaskan rute yang akan diterbangi pesawat setelah lepas landas (takeoff). Instruksi tersebut menyisipkan kata "takeoff", namun tidak menyertakan pernyataan yang jelas bahwa mereka diizinkan untuk lepas landas.

Kopilot Meurs mengulangi pembacaan izin tersebut, melengkapi kalimatnya dengan pernyataan, "We are now at take-off" (Kami sekarang sedang lepas landas).[4] Kapten Veldhuyzen van Zanten memotong pembacaan ulang Kopilot Meurs dengan kalimat, "We gaan" (Kita berangkat).[4]

ATC Los Rodeos yang tidak dapat melihat landasan pacu karena kabut, awalnya membalas dengan kata "OK" (istilah yang tidak baku), yang memperkuat kesalahpahaman kapten KLM bahwa pesawatnya telah mendapat izin lepas landas. Respon dari ATC dengan kata "OK" atas pernyataan tidak standar kopilot KLM, yang ditambah dengan pernyataan "now at takeoff" (sekarang sedang lepas landas), kemungkinan besar karena kesalahpahaman ATC yang meyakini bahwa pesawat KLM masih berada di posisi bersiap untuk lepas landas ketika permintaan izin lepas landas diterima dari KLM. ATC dengan cepat menambahkan pernyataan "OK" tersebut dengan kalimat "Stand by for takeoff, I will call you" (Bersiap untuk lepas landas, saya akan menghubungi Anda),[4] mengindikasikan bahwa sang ATC tidak bermaksud menyatakan instruksinya sebagai izin lepas landas.[24]

Panggilan radio dari awak Pan Am pada saat yang bersamaan menyebabkan gangguan transmisi pada radio, yang terdengar jelas di kokpit KLM sebagai suara melengking (atau heterodyne) selama tiga detik. Gangguan ini menyebabkan awak KLM tidak dapat mendengar bagian penting dari respon balik ATC ("Stand by for takeoff, I will call you"). Awak Pan Am yang bereaksi dengan kalimat "And we're still taxiing down the runway, the Clipper one seven three six." (Dan kami masih berjalan di landasan pacu, Clipper 1736.) juga tidak dapat terdengar oleh awak KLM. Jika salah satu pesan tersebut terdengar di kokpit KLM, pesan itu dapat memperingatkan awak KLM akan situasi tersebut dan memberikan mereka waktu untuk membatalkan lepas landas.[25]

Dikarenakan turunnya kabut, kedua awak pesawat tidak dapat melihat satu sama lain dan juga tidak dapat terlihat dari menara ATC. Bandara Los Rodeos saat itu juga tidak dilengkapi dengan radar pemantau pergerakan pesawat di darat.[4]

Setelah pesawat KLM memulai proses lepas landas, ATC menginstruksikan pesawat Pan Am untuk melapor saat keluar dari landasan pacu ("report the runway clear"). Awak Pan Am menjawab, "OK, we'll report when we're clear." (OK, kami akan melapor ketika keluar (landasan pacu)). Ketika mendengar pesan ini, juru mesin KLM mengungkapkan kekhawatirannya tentang pesawat Pan Am yang belum keluar dari landasan pacu dengan bertanya kepada kedua pilot di kokpitnya, "Is hij er niet af, die Pan American?" (Apakah (pesawat) Pan American sudah keluar (dari landasan pacu)?) Kapten Veldhuyzen van Zanten menjawab tegas, "Jawel." (Ya.) dan melanjutkan proses lepas landas.[26]

Tabrakan

Menurut perekam suara kokpit penerbangan (CVR), kapten Pan Am berkata, "There he is..." (Itu dia...) ketika ia melihat lampu roda pendaratan pesawat KLM melalui kabut saat pesawat Pan Am mendekati ujung landasan gelinding penghubung C-4. Ketika jelas bahwa pesawat KLM mendekati pesawat Pan Am dengan kecepatan tinggi, Kapten Grubbs berseru, "Goddamn that son-of-a-bitch is coming!" (Astaga, pesawat itu mendatangi kita!), lalu Kopilot Bragg berteriak, "Get off! Get off! Get off!" (Keluar! Keluar! Keluar!). Kapten Grubbs mendorong tuas daya mesin pesawatnya hingga penuh dan membuat belokan tajam ke kiri menuju rerumputan dalam usaha untuk mencegah tabrakan.[4] Ketika kedua pilot KLM melihat pesawat Pan Am berusaha keluar dari landasan pacu, mereka sadar sudah terlambat untuk menghindari tabrakan. Tertekan dengan keadaan, Kapten Veldhuyzen van Zanten menarik hidung pesawat ke atas terlalu cepat, berupaya untuk meloloskan pesawat dari pesawat Pan Am, meninggalkan bekas tailstrike sepanjang 22 meter (72 kaki).

 
Animasi detik-detik terjadinya tabrakan antara KLM 4805 dan Pan Am 1736

Pesawat 747 KLM berada sekitar 100 meter (330 kaki) dari atas pesawat 747 Pan Am dan melaju dengan kecepatan sekitar 140 knot (160 mil per jam; 260 kilometer per jam) ketika pesawat meninggalkan landasan. Roda pendarat depannya berhasil lolos dari Pan Am, namun mesin sebelah kiri, badan bagian bawah, dan roda pendaratan utama menghantam bagian atas kanan pesawat Pan Am, menghancurkan bagian tengah pesawat Pan Am hampir mendekati sayap. Mesin bagian kanan pesawat KLM menghantam dek atas pesawat Pan Am tepat di belakang kokpit.

Pesawat KLM sempat mengudara selama beberapa saat, namun tabrakan tersebut menghancurkan mesin nomor satu, menyebabkan banyaknya serpihan material yang tersedot mesin nomor dua yang letaknya lebih dekat ke badan pesawat dan merusak sayapnya. Pesawat kehilangan ketinggian dengan cepat, berguling tajam ke bawah, dan menghantam daratan sekitar 150 meter (500 kaki) dari lokasi tabrakan, meluncur di landasan sejauh 300 meter (1,000 kaki). Tangki bahan bakar yang penuh, yang menyebabkan penundaan sebelumnya, langsung meledak dan membuat kobaran api yang tidak dapat diatasi selama beberapa jam.

Seorang penumpang Pan Am bernama John Coombs dari Haleiwa, Hawaii, mengatakan bahwa duduk di bagian depan pesawat telah menyelamatkan dirinya: "Kami semua duduk, dan hal berikutnya yang terjadi adalah ledakan dan seluruh bagian depan dan kiri pesawat terbuka lebar."[27]

 
Bangkai pesawat KLM setelah tabrakan

Kedua pesawat hancur dalam tabrakan tersebut. Seluruh 248 penumpang dan awak KLM tewas, begitu juga 335 penumpang dan awak Pan Am,[28] terutama karena ledakan dan api sebagai akibat dari bahan bakar pesawat yang tumpah dan terbakar pada saat tabrakan. Sebanyak 61 penumpang dan awak Pan Am berhasil selamat, termasuk ketiga awak kokpit. Sebagian besar penumpang Pan Am keluar melalui sayap kiri yang masih utuh dengan mesin pesawat yang masih hidup. Upaya Kopilot Bragg untuk mematikan mesin pun sia-sia; panel di atas kokpit, dimana tuas penyalaan mesin berada, hancur pada saat tabrakan, merusak seluruh kabel pengendali pesawat, sehingga tidak ada lagi cara yang dapat dilakukan awak kokpit untuk mengatur sistem pesawat. Para korban selamat menunggu untuk diselamatkan, namun bantuan tidak segera datang, karena pemadam kebakaran awalnya tidak mengetahui bahwa terdapat dua pesawat yang terlibat dan mereka sudah dibuat sibuk dengan bangkai pesawat KLM yang berada beberapa ratus meter jauhnya di tengah kabut dan asap tebal. Akhirnya, sebagian besar korban selamat yang berada di atas sayap kiri jatuh ke daratan.

Kapten Veldhuyzen van Zanten merupakan kepala instruktur pilot di maskapai KLM dan juga salah satu pilot berpengalaman. Sekitar dua bulan sebelum musibah ini, ia melakukan uji kualifikasi terhadap Meurs, kopilot Penerbangan 4805.[11] Foto dirinya digunakan sebagai bahan publikasi seperti iklan majalah, termasuk majalah penerbangan dalam pesawat PH-BUF.[10][29] KLM pada awalnya ingin menyarankan Veldhuyzen van Zanten agar membantu penyelidikan kecelakaan, tidak menyadari bahwa sang kaptenlah yang terlibat dalam kecelakaan tersebut.[30]

Pasca kecelakaan

Pada keesokan harinya, Gerakan Kemerdekaan Kepulauan Canaria, yang bertanggung jawab atas pemboman di Bandara Gran Canaria dan secara tidak langsung memulai rangkaian peristiwa yang berujung pada musibah ini, menolak bertanggung jawab atas musibah tersebut.[31]

Bandara Los Rodeos yang merupakan satu-satunya bandara yang beroperasi di Tenerife saat itu, ditutup untuk pesawat terbang selama dua hari. Para penyelidik kecelakaan yang tiba di Tenerife sehari setelah kecelakaan melakukan perjalanan menggunakan kapal selama tiga jam dari Las Palmas.[32] Pesawat terbang pertama yang dapat mendarat adalah sebuah C-130 Hercules milik Angkatan Udara Amerika Serikat yang mendarat di landasan gelinding utama bandara pukul 12.50 pada 29 Maret. Pesawat tersebut digunakan untuk membawa para korban yang telah ditangani rumah sakit setempat ke Las Palmas; sejumlah korban bahkan diterbangkan dari Las Palmas ke Amerika Serikat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.[33][34]

Tentara Spanyol ditugaskan untuk membersihkan puing-puing kedua pesawat dari landasan bandara. Pada 30 Maret, pesawat kecil diperbolehkan mendarat sedangkan pesawat besar belum diperbolehkan.[35] Bandara Los Rodeos kembali dibuka sepenuhnya pada 3 April setelah seluruh puing-puing dibersihkan dan dilakukan perbaikan pada landasan pacu bandara.[36]

Penyelidikan

Kecelakaan ini diselidiki oleh Komisi Investigasi Kecelakaan dan Insiden Penerbangan Sipil Spanyol (Comisión de Investigación de Accidentes e Incidentes de Aviación Civil (CIAIAC)).[4] Sekitar 70 personel dilibatkan dalam penyelidikan, termasuk perwakilan dari Amerika Serikat dan Belanda.[37] Sejumlah fakta mengungkap bahwa telah terjadi kesalahpahaman dan kesalahan asumsi sebelum musibah tabrakan. Analisis terhadap transkrip CVR mengungkap bahwa pilot KLM mengira bahwa mereka telah diizinkan untuk lepas landas, sedangkan ATC Los Rodeos yakin pesawat KLM masih berhenti di ujung landasan pacu, menunggu izin lepas landas. Tampaknya kopilot KLM tidak begitu yakin dengan izin lepas landas seperti kaptennya.

Kemungkinan penyebab

Penyelidikan menyimpulkan bahwa penyebab utama dari musibah ini adalah keputusan Kapten Veldhuyzen van Zanten untuk melakukan lepas landas tanpa izin dari ATC. Para penyelidik menduga bahwa alasan dari keputusan Veldhuyzen van Zanten adalah agar pesawatnya dapat terbang sesegera mungkin untuk mematuhi peraturan durasi bertugas awak KLM (yang diberlakukan awal tahun itu) dan sebelum cuaca terus memburuk.

Faktor lain yang berkontribusi terhadap kecelakaan adalah:

  • Kabut yang datang secara mendadak dengan cepat mengurangi jarak pandang. Petugas ATC yang berada di menara pemandu dan kedua awak pesawat tidak dapat melihat satu sama lain;
  • Gangguan transmisi pada radio secara bersamaan menyebabkan sejumlah pesan tidak dapat terdengar.

Faktor-faktor berikut juga dianggap berkontribusi, namun tidak secara kritis:

  • Penggunaan frase yang ambigu dan tidak standar oleh kopilot KLM ("We are now at takeoff") dan ATC Los Rodeos ("OK").
  • Pesawat Pan Am tidak memasuki landasan gelinding penghubung yang diperintahkan (C-3).
  • Bandara Los Rodeos terpaksa menampung banyak pesawat besar karena penerbangan mereka dialihkan dari insiden terorisme di Gran Canaria, menyebabkan terganggunya penggunaan landasan gelinding utama bandara secara normal.[9]

Tanggapan Belanda

Otoritas Belanda enggan menerima laporan Spanyol yang menyalahkan kapten KLM atas kecelakaan tersebut.[38] Departemen Penerbangan Sipil Belanda menerbitkan tanggapan bahwa, meskipun menerima bahwa kapten KLM melakukan lepas landas "sebelum diizinkan", pihak Belanda berargumen bahwa kapten KLM tidak bisa disalahkan atas "kesepakatan bersama" yang terjadi antara ATC dan awak KLM, dan keterbatasan atas penggunaan radio sebagai alat komunikasi harus lebih dipertimbangkan.

Secara rinci, tanggapan Belanda menjelaskan bahwa:

  • Bandara yang penuh telah membawa tekanan tambahan terhadap semua pihak, termasuk awak kokpit KLM dan Pan Am, dan petugas ATC bandara;
  • Suara dari CVR mengisyaratkan bahwa pada saat terjadinya kecelakaan, petugas ATC sedang mendengarkan pertandingan sepak bola melalui radio terpisah dan mungkin menyebabkan mereka terganggu dari tugasnya;[39]
  • Pesan dari ATC kepada awak KLM mengenai izin yang diberikan dianggap tidak jelas dan mungkin dapat disalahartikan sebagai izin lepas landas. Poin ini didukung oleh temuan penyelidik Belanda dari pesan yang dikirimkan awak Pan Am: "No... uh." (Tidak... uh.) dan "And we're still taxiing down the runway, the Clipper one seven three six." (Dan kami masih berjalan di landasan pacu, Clipper 1736.), mengindikasikan bahwa Kapten Grubbs dan Kopilot Bragg menyadari ketidakjelasan tersebut (pesan ini tidak terdengar oleh awak KLM karena gangguan transmisi pada radio);
  • Pesawat Pan Am melewatkan landasan gelinding penghubung yang diinstruksikan ATC. Jika pesawat Pan Am berbelok keluar dari landasan pacu sesuai instruksi, tabrakan tidak akan terjadi.[40][41]

Meskipun otoritas Belanda pada awalnya enggan untuk menyalahkan awak pesawat KLM,[5][41] KLM akhirnya menyatakan bertanggung jawab atas musibah tersebut. Berdasarkan nilai kurs saat itu, KLM membayar keluarga korban dengan kompensasi antara 58,000 hingga 600,000 dolar AS.[6] Jumlah biaya ganti rugi atas kerusakan dan properti korban adalah 110 juta dolar AS, atau rata-rata 189,000 dolar AS untuk setiap korban,[42] karena pembatasan yang dilakukan oleh Konvensi Kompensasi Eropa yang berlaku pada saat itu.

Spekulasi

Musibah ini menjadi penyelidikan pertama yang memasukkan faktor "kesalahan manusia"[43] yang berkontribusi terhadap kecelakaan penerbangan:

  • Kapten Veldhuyzen van Zanten, seorang kapten dan kepala instruktur pilot di KLM yang telah menjadi instruktur penerbang selama sepuluh tahun, belum pernah terbang di penerbangan reguler selama dua belas minggu sebelum kecelakaan.[44]
  • Keraguan kopilot dan juru mesin KLM untuk menentang kapten secara lebih serius. Penyelidikan resmi mengungkapkan bahwa hal ini terjadi mungkin bukan hanya karena sang kapten yang sudah sangat berpengalaman, kapten tersebut juga merupakan salah satu pilot yang paling dihormati di sebuah maskapai penerbangan.[10][9] Pandangan ini dipertanyakan oleh Jan Bartelski, seorang mantan pilot di KLM dan presiden Asosiasi Federasi Pilot Maskapai Penerbangan Internasional (International Federation of Air Line Pilots' Associations (IFALPA)), yang mengetahui sang kapten dan kopilot secara pribadi dan meyakini penjelasan ini tidak konsisten dengan pengetahuannya tentang kepribadian keduanya. Kopilot memang berhasil mencegah kapten untuk melakukan lepas landas pada saat pertama, namun gagal melakukannya pada saat berikutnya. Meskipun sang juru mesin telah bertanya kepada kapten apakah pesawat Pan Am telah keluar dari landasan pacu, ia tampaknya diyakinkan oleh jawaban sang kapten. Sang kopilot memang dapat menentang keputusan kapten, namun tidak cukup kuat untuk meyakinkan sang kapten untuk membatalkan lepas landas.[45]
  • Juru mesin KLM merupakan satu-satunya awak pesawat KLM yang dapat mendengar jelas komunikasi yang terjadi antara KLM, Pan Am, dan menara ATC; kemungkinan karena ia telah menyelesaikan daftar pemeriksaan sebelum terbang ("pre-flight checks") miliknya, selagi dua rekannya mengalami beban kerja yang meningkat, tepat ketika cuaca semakin memburuk.[46]
  • Studi yang dilakukan ALPA menyimpulkan bahwa awak KLM tidak menyadari bahwa pesan "Papa Alpha one seven three six, report when runway clear" ditujukan kepada Pan Am, karena pesan ini merupakan kali pertama dan satu-satunya pesawat Pan Am dipanggil dengan sebutan demikian. Sebelumnya, pesawat Pan Am dipanggil dengan sebutan "Clipper one seven three six", menggunakan kode panggilan Pan Am yang sebenarnya.[47]

Keputusan kapten KLM untuk mengisi bahan bakar menambah sejumlah faktor:

  • Waktu keberangkatan menjadi tertunda selama 35 menit, memberikan waktu bagi awan dan kabut untuk menyelimuti bandara;
  • Tambahan berat sebanyak 55 ton membuat jarak landasan pacu yang diperlukan pesawat KLM untuk lepas landas bertambah panjang,[48] sulit bagi pesawat KLM untuk dapat lolos dari menabrak pesawat Pan Am;
  • Meningkatnya intensitas kebakaran yang disebabkan oleh tabrakan pada akhirnya menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat KLM.[49][50]

Dampak

Sebagai konsekuensi dari musibah tersebut, perubahan secara menyeluruh dilakukan terhadap regulasi maskapai penerbangan internasional dan juga pesawat terbang. Otoritas penerbangan di seluruh dunia memperkenalkan kebutuhan fraseologi standar dan menekankan pentingnya penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa standar dalam industri penerbangan.[14]

Instruksi menara ATC tidak boleh diterima begitu saja dengan frase umum seperti "OK" atau bahkan "Roger" (yang berarti instruksi terakhir telah diterima),[51] namun mengulangi instruksi tadi dengan menekankan poin penting dari instruksi tersebut, agar terbentuk kesepahaman dari pihak yang mengucapkan dan yang mendengarkan. Kata "takeoff" sekarang digunakan hanya jika izin lepas landas yang sebenarnya telah diberikan oleh ATC, atau ketika pilot membatalkan izin yang telah diberikan ATC (contohnya "cleared for takeoff" atau "cancel takeoff clearance"). Sebelum mencapai titik percakapan itu, baik pilot dan petugas ATC harus menggunakan kata "departure" sesuai penggunaannya (contohnya "ready for departure"). Selain itu, izin ATC yang diberikan kepada pesawat yang sudah berada di atas landasan pacu dan bersiap untuk lepas landas harus diawali dengan instruksi "hold position".[52]

Prosedur kokpit juga diubah setelah musibah ini. Hubungan hierarki antara anggota awak kokpit dikurangi dan lebih mengutamakan kerjasama antar semua anggota awak kokpit melalui pengambilan keputusan bersama. Anggota awak kokpit yang kurang berpengalaman didorong untuk menentang kapten jika sang awak percaya ada sesuatu yang salah, dan kapten harus mendengarkan rekan kerjanya serta mengevaluasi semua pertimbangan atas dasar kekhawatiran para awak. Tindakan ini kemudian dikembangkan menjadi apa yang dikenal sebagai pelatihan manajemen sumber daya awak (Crew Resource Management atau CRM) yang saat ini sudah diwajibkan dalam pelatihan dasar pilot pesawat terbang.[53][54]

Pada tahun 1978, bandara kedua dibuka di selatan Pulau Tenerife – Bandar Udara Selatan Tenerife (TFS) – yang saat ini melayani sebagian besar penerbangan internasional. Los Rodeos diubah namanya menjadi Bandar Udara Utara Tenerife (TFN), yang digunakan khusus untuk penerbangan domestik dan antarpulau hingga tahun 2002, ketika sebuah terminal baru dibuka dan bandara ini kembali melayani penerbangan internasional.

Pemerintah Spanyol memasang radar pemantau pergerakan pesawat di darat di Bandar Udara Utara Tenerife setelah musibah ini.[14][55]

Memorial

 
Monumen peringatan di Tenerife

Sebuah monumen peringatan dan tempat pemakaman korban pesawat KLM warga negara Belanda berlokasi di Amsterdam, di pemakaman Westgaarde. Terdapat juga monumen peringatan di Taman Pemakaman Westminster di Westminster, California.

Pada tahun 1977, sebuah monumen salib di Rancho Bernardo didedikasikan kepada sembilan belas warga daerah tersebut yang menjadi korban dalam musibah ini.[56][57]

Pada 27 Maret 2007, tepat di 30 tahun peristiwa ini, menjadi momen pertama kerabat korban dari Belanda dan Amerika Serikat serta petugas penolong dari Tenerife berkumpul di sebuah acara peringatan yang diadakan di Auditorio de Tenerife. Sebuah monumen peringatan internasional 27 Maret 1977 diresmikan pada hari yang sama di Mesa Mota, Tenerife. Monumen peringatan ini dibuat oleh seniman Belanda Rudi van de Wint.[58]

Tayangan

Musibah ini menjadi tema sejumlah tayangan dokumenter. Beberapa diantaranya adalah acara Survival in the Sky episode "Blaming the Pilot", acara Seconds from Disaster episode "Collison on the Runway", acara NOVA episode "The Deadliest Plane Crash" di tahun 2006, acara PBS "Surviving Disaster: How the Brain Works Under Extreme Duress" (berdasarkan buku The Unthinkable: Who Survives When Disaster Strikes - and Why) yang dibawakan oleh Amanda Ripley, acara Destroyed in Seconds, dan dua episode acara Air Crash Investigation berupa dokumenter standar berjudul "Disaster at the Tenerife" dan spin-off yang dirilis lebih awal "Crash of the Century". Sejumlah rekaman dari musibah ini juga dimasukkan ke dalam film "Days of Fury" di tahun 1979 dan dibawakan oleh Vincent Price.

Referensi

  1. ^ Tedeschi, Diane (Juni 2019). "Crash in the Canary Islands". Air & Space Magazine/Smithsonian (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 17 Oktober 2019. 
  2. ^ a b c "580 killed in history's worst air disaster". Eugene Register-Guard. Oregon. Associated Press. 28 Maret 1977. hlm. 1A. 
  3. ^ a b c "Dutch pilot blamed for air disaster". Eugene Register-Guard. Oregon. Associated Press. 29 Maret 1977. hlm. 1A. 
  4. ^ a b c d e f g h i "ASN Accident Description" (dalam bahasa Inggris). Aviation Safety Network. Diakses tanggal 11 Mei 2011. 
  5. ^ a b "Dutch comments on the Spanish report" (PDF) (dalam bahasa Inggris). Project-Tenerife. 
  6. ^ a b "How KLM accepted their responsibility for the accident" (dalam bahasa Inggris). Project-Tenerife. 
  7. ^ Baron, Robert. "The Cockpit, the Cabin, and Social Psychology" (dalam bahasa Inggris). Global Operators Flight Information Resource. Diakses tanggal 11 Mei 2011. 
  8. ^ a b Kilroy, Chris. "Special Report: Tenerife". AirDisaster.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Oktober 2007. 
  9. ^ a b c d e f g h "Official report" (PDF) (dalam bahasa Inggris).  (5.98 MB), section 5.2, p. 38 (PDF p. 41 of 63)"
  10. ^ a b c d Job, Macarthur (Januari 1995). Air Disaster, Volume 1 (dalam bahasa Inggris). Motorbooks International. hlm. 164–180. ISBN 978-1875671113. 
  11. ^ a b "The Deadliest Plane Crash" (dalam bahasa Inggris). PBS. 17 Oktober 2006. Diakses tanggal 23 September 2014. 
  12. ^ "A Day of "Firsts"" (dalam bahasa Inggris). Pan Am Historical Foundation. 
  13. ^ Markham, James M. (2 April 1977). "Wreck of 747's Sets Back Cause Of Insurgents on Canary Islands" (from NYT archives). The New York Times (dalam bahasa Inggris). 
  14. ^ a b c "The Tenerife Airport Disaster – the worst in aviation history". Tenerife Information Centre (dalam bahasa Inggris). 27 Maret 1977. Diakses tanggal 11 April 2017. 
  15. ^ Ebert, John David (2012). The Age of Catastrophe: Disaster and Humanity in Modern Times (dalam bahasa Inggris). McFarland. hlm. 41. ISBN 978-0-7864-7142-3. Five large planes had been diverted to Las Rodeos, ... 
  16. ^ "Official report, annex 6" (PDF). 
  17. ^ a b c d "ALPA report on the crash" (PDF) (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 15 Juli 2011. 
  18. ^ "The Tenerife crash – March 27th, 1977". 1001crash.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 28 Juni 2016. 
  19. ^ NASB. skybrary.aero, ed. "Final report and comments of the Netherlands Aviation Safety Board" (pdf) (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 15 Maret 2011. 
  20. ^ "Cockpit Voice Recorders: Transcripts: KLM 4805". AirDisaster.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 April 2012. Diakses tanggal 5 Mei 2012. 
  21. ^ The Airline Pilots (26 agosto 2006). theairlinepilots.com, ed. "KLM Pan Am Disaster" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 14 Maret 2011. 
  22. ^ Krock, Lexi (17 Oktober 2006). "NOVA: The Final Eight Minutes". PBS Online (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 5 Mei 2012. 
  23. ^ Croucher, Phil (2005). JAR Professional Pilot Studies (dalam bahasa Inggris). Electrocution Technical Publishers. hlm. 67. ISBN 978-0-9681928-2-5. 
  24. ^ Bruggink, Gerard M. "Remembering Tenerife". Air Line Pilot (August 2000, page 18) (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 Mei 2006. Diakses tanggal 24 Februari 2014. 
  25. ^ "Air travel's communications killer". Salon.com. 28 Maret 2002. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 Februari 2013. 
  26. ^ "Plane Crash Info, March 1977, page 18" (dalam bahasa Inggris). Plane Crash Info. 27 Maret 1977. Diakses tanggal 5 Mei 2012. 
  27. ^ "Tenerife Disaster, 1977 Year in Review" (dalam bahasa Inggris). Upi.com. 30 April 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 April 2012. Diakses tanggal 5 Mei 2012. 
  28. ^ "KLM plane crashes". AirSafe.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 12 Oktober 2007. 
  29. ^ "Advertisement: KLM. From the people who made punctuality possible". Project-Tenerife.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-21. Diakses tanggal 21 December 2012. 
  30. ^ Reijnoudt, Jan; Sterk, Niek (2002). Tragedie op Tenerife: de grootste luchtramp, optelsom van kleine missers [Tenerife tragedy: biggest air disaster, sum of small mistakes] (dalam bahasa Belanda). Kok. ISBN 978-9043504522. 
  31. ^ "Canary Island Separatist Says Group Planted Bomb But Did Not Cause Crash". The New York Times. Agence France-Presse. March 28, 1977. Diakses tanggal 20 Desember 2018. 
  32. ^ "Experts converge on Canaries to probe plane crash" . Chicago Tribune. 29 Maret 1977. hlm. 1. Diakses tanggal 29 Juni 2020. 
  33. ^ "Air crash victims flown home". Eugene Register-Guard (dalam bahasa Inggris). (Oregon). UPI. 30 Maret 1977. hlm. 1A. 
  34. ^ "Desert Sun 29 March 1977 — California Digital Newspaper Collection". cdnc.ucr.edu. Diakses tanggal 28 Juni 2016. 
  35. ^ "30 Mar 1977, Page 4 - The Naples Daily News". Newspapers.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 19 Juni 2016. 
  36. ^ "Crash airport open again". New Nation (Singapore) (dalam bahasa Inggris). National Library Board. 4 April 1977. hlm. 5. Diakses tanggal 28 Juni 2016. 
  37. ^ "The Deadliest Plane Crash - The Final Eight Minutes". Nova (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 17 Oktober 2019. 
  38. ^ Curran, William J. (3 November 1977). "The Medicolegal Lessons of the Tenerife Disaster". The New England Journal of Medicine (dalam bahasa Inggris). 297 (18): 986–987. doi:10.1056/NEJM197711032971806. ISSN 0028-4793. PMID 909545. 
  39. ^ "Final report and comments of the Netherlands Aviation Safety Board" (PDF). Project-Tenerife.com (dalam bahasa Inggris). hlm. 60–61 (PDF pp. 40–41). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 27 September 2007. 
  40. ^ "Dutch comments on the Spanish report" (PDF). Project-Tenerife.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 21 September 2006. 
  41. ^ a b Faith, Nicholas (Agustus 2012) [1996]. Black Box: Inside the World's Worst Air Crashes (dalam bahasa Inggris). Monday Books. hlm. 176–178. ISBN 978-1906308469. 
  42. ^ The Washington Post, 26 Maret 1980
  43. ^ "ALPA report on the crash" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 15 Juli 2011.   (2.70a MB), p. 2 (PDF p. 6 of 97).
  44. ^ Weick, Karl E. (1 September 1990). "The Vulnerable System: An Analysis of the Tenerife Air Disaster" (PDF). Journal of Management (dalam bahasa Inggris). 16 (3): 571–593. doi:10.1177/014920639001600304. hdl:2027.42/68716. 
  45. ^ Bartelski, Jan (2001). Disasters in the air: mysterious air disasters explained . Airlife. ISBN 978-1-84037-204-5. 
  46. ^ "ALPA report on the crash" (PDF) (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 15 Juli 2011.   (2.70 MB), p. 22 (PDF p. 26 of 97). "Both pilots were contending with heavy demands on their attention as the visibility rapidly worsened. The flight engineer, to the contrary, had completed the heaviest part of his workload and was now reverting to an instrument monitoring mode."
  47. ^ "ALPA report on the crash" (PDF). Project-Tenerife.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 15 Juli 2011.   (2.70 MB), p. 22 (PDF p. 26 of 97). "It is our opinion that the flight engineer, like the pilots, did not perceive the message from the controller to the Pan Am asking them to report when runway clear. (Because of the use of the address "Papa Alpha)."
  48. ^ This Spanish report says 55,500 liters of jet fuel. Based on a density of 0.8705 kg/l that weighs 45 metric tons, or 49 US tons Diarsipkan 12 April 2009 di Wayback Machine.
  49. ^ The Deadliest Plane Crash - transcript (dalam bahasa Inggris), NOVA, The 55 tons of fuel the Dutch plane had taken on creates a massive fireball that seals the fate of everyone onboard 
  50. ^ "World's deadliest airline disaster occurred 36 years ago today". Crossroads Today (dalam bahasa Inggris). Saga Broadcasting, LLC. 27 Maret 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 Juli 2013. The full load of new fuel ignited immediately. 
  51. ^ CAP 413 Radio Telephony Manual (edisi ke-15), bab 2 hlm. 6
  52. ^ CAP 413 Radio Telephony Manual (edisi ke-15), bab 4 hlm. 6 paragraf 1.7.10
  53. ^ "Tenerife Disaster – 27 March 1977: The Utility of the Swiss Cheese Model & other Accident Causation Frameworks". Go Flight Medicine. Diakses tanggal 13 Oktober 2014. 
  54. ^ Helmreich, R. L.; Merritt, A. C.; Wilhelm, J. A. (1999). "The Evolution of Crew Resource Management Training in Commercial Aviation" (PDF). Int. J. Aviat. Psychol. (dalam bahasa Inggris). 9 (1): 19–32. CiteSeerX 10.1.1.526.8574 . doi:10.1207/s15327108ijap0901_2. PMID 11541445. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 6 Maret 2013. 
  55. ^ "Tenerife North airport will get a new control tower, more than 30 years after world's biggest air disaster". www.tenerife-training.net (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-10-30. Diakses tanggal 4 Maret 2017. 
  56. ^ kacejataste (29 Januari 2009). "Around the Ranch: All about Battle Mountain". The San Diego Union-Tribune. Pomerado News. Diakses tanggal 5 Mei 2018. 
  57. ^ Himchak, Elizabeth Marie (9 Juni 2016). "Rancho Bernardo cross undergoes repairs". The San Diego Union-Tribune. Diakses tanggal 5 Meui 2018. 
  58. ^ "COMUNICADO: Monumento International Tenerife Memorial donado al Cabildo; avanzan los trabajos de cimentación en la Mesa Mota". El Economista (dalam bahasa Spanyol). 19 Februari 2007. Diakses tanggal 21 Maret 2012. 

Pranala luar