Tatakrama bahasa Sunda

Tuturan honorifik dalam bahasa Sunda

Tatakrama bahasa Sunda (bahasa Sunda: ᮒᮒᮊᮢᮙ ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ, translit. Tatakrama basa Sunda, dahulu dikenal sebagai ᮅᮔ᮪ᮓᮊ᮪ ᮅᮞᮥᮊ᮪ ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ Undak Usuk Basa Sunda) merupakan sebuah ragam bahasa Sunda yang digunakan atau dipilih berdasarkan keadaan yang berbicara, yang diajak berbicara dan apa yang dibicarakannya. Berdasarkan artinya, Tatakrama Bahasa Sunda berarti tingkatan-tingkatan atau tahapan-tahapan bahasa Sunda. Penggunaan Tatakrama bahasa Sunda bertujuan untuk saling menghargai dan menghormati dalam berkomunikasi dengan orang lain dan dalam kehidupan bermasyarakat. Penggunaan Tatakrama bahasa Sunda berhubungan atau disesuaikan dengan kondisi usia, kedudukan, keilmuan, serta situasi orang yang berbicara, yang diajak bicara, dan yang dibicarakan.[1]

Tatakrama bahasa Sunda.

Sistem tuturan honorifik semacam ini juga ditemukan dalam bahasa lainnya seperti bahasa Jepang dan bahasa Korea.

Pembagian

Secara garis besar, tatakrama bahasa Sunda dibagi menjadi dua jenis yaitu: basa hormat (ᮘᮞ ᮠᮧᮁᮙᮒ᮪, bahasa penghormatan) dan basa loma (ᮘᮞ ᮜᮧᮙ, bahasa akrab/netral). Basa hormat sendiri berdasarkan sifatnya kemudian dibagi lagi menjadi basa hormat ka batur (ᮘᮞ ᮠᮧᮁᮙᮒ᮪ ᮊ ᮘᮒᮥᮁ, bahasa yang meninggikan lawan bicara/pihak ketiga) dan basa hormat ka sorangan (ᮘᮞ ᮠᮧᮁᮙᮒ᮪ ᮊ ᮞᮧᮛᮍᮔ᮪, bahasa yang merendahkan subjek/diri sendiri).[2]

Ciri dari setiap jenis tuturan di atas bisa dijabarkan sebagai berikut:

Pembagian Ciri Bahasa
Basa Hormat Basa hormat ka batur Menggunakan kata-kata yang meninggikan keadaan, peristiwa, serta tindakan yang dilakukan oleh pihak ketiga atau lawan bicara. Contohnya damang (ᮓᮙᮀ) sumping (ᮞᮥᮙ᮪ᮕᮤᮀ) dan candak (ᮎᮔ᮪ᮓᮊ᮪).
Basa hormat ka sorangan Menggunakan kata-kata yang merendahkan keadaan, peristiwa, serta tindakan yang dilakukan oleh diri sendiri. Contohnya pangésto (ᮕᮍᮦᮞ᮪ᮒᮧ) dongkap (ᮓᮤᮀᮊᮕ᮪) dan bantun (ᮘᮔ᮪ᮒᮥᮔ᮪).
Basa Loma Tidak menggunakan bentuk penghormatan apapun secara keseluruhan. Contohnya cageur (ᮎᮌᮩᮁ) datang (ᮓᮒᮀ) dan bawa (ᮘᮝ).

Basa Hormat

Basa hormat (terkadang disebut dengan istilah basa lemes yang lebih dikenal oleh kebanyakan penutur bahasa Sunda), merupakan ragam bahasa yang digunakan dalam situasi yang sopan, diantaranya ketika berbicara kepada ataupun membicarakan orang yang lebih tinggi baik pangkatnya, kedudukannya dan umurnya. Serta juga untuk membicarakan diri sendiri dalam situasi yang sopan dengan tetap meninggikan lawan bicara.[2]

Basa hormat dinyatakan dengan penggunaan kata-kata yang dikhususkan untuk dipakai dalam situasi sopan, kata-kata ini dibentuk dengan perubahan vokal, konsonan, atau bunyi dari sebuah kata loma, maupun tercipta dari perubahan kata secara menyeluruh.

Hormat ka batur

Ragam bahasa hormat ka batur adalah ragam bahasa yang tingkatannya paling tinggi diantara ragam bahasa yang lainnya. Ragam bahasa ini digunakan ketika berbicara kepada ataupun membicarakan seseorang yang lebih tinggi dalam pangkat, tingkatan, dan lebih tua dalam umur.[2]

Pembentukan kata

Perubahan bunyi akhir
  • Akhiran -jeng[3]
    • waluya (ᮝᮜᮥᮚ) menjadi wilujeng (ᮝᮤᮜᮥᮏᮨᮀ), selamat/sehat
  • Akhiran -os:[3]
    • bantu (ᮘᮔ᮪ᮒᮥ) menjadi bantos (ᮘᮔ᮪ᮒᮧᮞ᮪), bantu
    • carita (ᮎᮛᮤᮒ) menjadi carios (ᮎᮛᮤᮇᮞ᮪), cerita/tuturan
    • prihatin (ᮕᮢᮤᮠᮒᮤᮔ᮪) menjadi prihatos (ᮕᮢᮤᮠᮒᮧᮞ᮪), prihatin
    • dangdan (ᮓᮀᮓᮔ᮪) menjadi dangdos (ᮓᮀᮓᮧᮞ᮪), dandan
Perubahan vokal
  • perubahan a → i:[3]
    • warga (ᮝᮁᮌ) menjadi wargi (ᮝᮁᮌᮤ), kerabat
    • jaga (ᮏᮌ) menjadi jagi (ᮏᮌᮤ), jaga
  • perubahan é → a; é → u:[3]
    • déngé (ᮓᮦᮍᮦ) menjadi dangu (ᮓᮍᮥ), dengar
  • perubahan u → a (ah):[3]
    • rempug (ᮛᮨᮙ᮪ᮕᮥᮌ᮪) menjadi rempag (ᮛᮨᮙ᮪ᮕᮌ᮪), runding
Perubahan atau penghilangan huruf awal
  • perubahan huruf awal:[4]
    • bisa (ᮘᮤᮞ) menjadi iasa (ᮄᮃᮞ), bisa
    • bitis (ᮘᮤᮒᮤᮞ᮪) menjadi wentis (ᮝᮨᮔ᮪ᮒᮤᮞ᮪), betis
    • akang (ᮃᮊᮀ) menjadi engkang (ᮉᮀᮊᮀ), kakak laki-laki
    • balur (ᮘᮜᮥᮁ) menjadi lulur (ᮜᮥᮜᮥᮁ), lulur
  • penghilangan huruf awal:[4]
    • cangkéng (ᮎᮀᮊᮦᮀ) menjadi angkéng (ᮃᮀᮊᮦᮀ), pinggang
    • punduk (ᮕᮥᮔ᮪ᮓᮥᮊ᮪) menjadi unduk (ᮅᮔ᮪ᮓᮥᮊ᮪), punduk
Penambahan artikula

Pada istilah kekerabatan (bahasa Sunda: Pancakaki), biasanya ditambahkan dengan kata tuang[a] yang ditempatkan di depan kata, misalnya: tuang rama (ᮒᮤᮃᮀ ᮛᮙ, ayah/paman), tuang ibu (ᮒᮤᮃᮀ ᮄᮘᮥ, ibu/bibi), tuang rayi (ᮒᮤᮃᮀ ᮛᮚᮤ, adik/istri), tuang raka (ᮒᮤᮃᮀ ᮛᮊ, kakak/suami), tuang éyang (ᮒᮤᮃᮀ ᮆᮚᮀ, kakek/nenek).[5]

Perubahan kata secara keseluruhan:
  • kata kerja:[3]
    • dahar (ᮓᮠᮁ) menjadi tuang (ᮒᮥᮃᮀ), makan
    • saré (ᮞᮛᮦ) menjadi kulem (ᮊᮥᮜᮨᮙ᮪), tidur
    • tempo (ᮒᮨᮙ᮪ᮕᮧ) menjadi tingali (ᮒᮤᮍᮜᮤ), lihat
    • boga (ᮘᮧᮌ) menjadi kagungan (ᮊᮌᮥᮍᮔ᮪), punya
  • kata benda:[3]
    • imah (ᮄᮙᮂ) menjadi bumi (ᮘᮥᮙᮤ), rumah

Hormat ka sorangan

Ragam bahasa hormat ka sorangan adalah ragam bahasa yang tingkatannya berada di bawah hormat ka batur. Ragam bahasa ini digunakan untuk membicarakan diri sendiri dalam situasi yang sopan serta bersifat merendahkan diri sendiri dan meninggikan lawan bicara, selain itu terkadang ragam bahasa ini juga dipakai untuk menghormati orang lain namun usia atau kedudukannya lebih rendah dari penutur.[2][6]

Pembentukan kata

Perubahan bunyi akhir
  • Akhiran -ntun:[3]
    • bawa (ᮘᮝ) menjadi bantun (ᮘᮔ᮪ᮒᮥᮔ᮪), bawa
  • Akhiran -os:[3]
    • miang (ᮙᮤᮃᮀ) menjadi mios (ᮙᮤᮇᮞ᮪), pergi/berangkat
    • tanya (ᮒᮑ) menjadi taros (ᮒᮛᮧᮞ᮪), tanya
Perubahan vokal

perubahan a → i:[3]

  • muga (ᮙᮥᮌ) menjadi mugi (ᮙᮥᮌᮤ), semoga
Perubahan huruf awal
  • kata kerja:[7]
    • bisa (ᮘᮤᮞ) menjadi tiasa (ᮒᮃᮞ), bisa
Penambahan artikula

Di dalam ragam bahasa ini istilah kekerabatan (bahasa Sunda: Pancakaki), biasanya ditambahkan dengan kata pun yang ditempatkan di depan kata, misalnya: pun bapa (ayah, paman), pun biang (ibu, bibi), pun adi (adik), pun lanceuk (kakak), pun aki (kakek), pun nini (nenek).

Perubahan kata secara keseluruhan:
  • kata kerja:[3]
    • dahar (ᮓᮠᮁ) menjadi neda (ᮔᮨᮓ), makan
    • saré (ᮞᮛᮦ) menjadi mondok (ᮙᮧᮔ᮪ᮓᮧᮊ᮪), tidur
    • tempo (ᮒᮨᮙ᮪ᮕᮧ) menjadi tingal (ᮒᮤᮍᮜ᮪), lihat
    • boga (ᮘᮧᮌ) menjadi gaduh (ᮌᮓᮥᮂ), punya
  • kata benda:[3]
    • imah (ᮄᮙᮂ) menjadi rorompok (ᮛᮧᮛᮧᮙ᮪ᮕᮧᮊ᮪), rumah
Penggunaan kata loma:

Kata-kata berikut ini merupakan kata loma yang sering digunakan dalam ragam bahasa ini, kata-kata tersebut mempunyai padanan kata lemes, tetapi tidak mempunyai padanan kata sedeng.

  • kata kerja:[7]
    • nginum (ᮍᮤᮔᮥᮙ᮪), minum
    • hudang (ᮠᮥᮓᮀ), bangun
    • mandi (ᮙᮔ᮪ᮓᮤ), mandi
    • nangtung (ᮔᮀᮒᮥᮀ), berdiri
    • leumpang (ᮜᮩᮙ᮪ᮕᮀ), berjalan

Pembentukan kata lainnya

Selain itu terdapat pula kata-kata yang bisa digunakan secara bersamaan dalam kedua ragam bahasa di atas, baik itu hormat ka batur maupun hormat ka sorangan, kata-kata ini merupakan bentuk hormat yang paling banyak dan tercipta sebagaimana cara yang telah dijelaskan sebelumnya, diantaranya yaitu:

Perubahan bunyi akhir
  • Akhiran -nten:[3]
    • hampura (ᮠᮙ᮪ᮕᮥᮛ) menjadi hampunten (ᮠᮙ᮪ᮕᮥᮔ᮪ᮒᮨᮔ᮪)/hapunten (ᮠᮕᮥᮔ᮪ᮒᮨᮔ᮪), maaf
    • kira (ᮊᮤᮛ) menjadi kinten (ᮊᮤᮔ᮪ᮒᮨᮔ᮪), kira/duga
    • saniskara (ᮞᮔᮤᮞ᮪ᮊᮛ) menjadi saniskanten (ᮞᮔᮤᮞ᮪ᮊᮔ᮪ᮒᮨᮔ᮪), segala
    • percaya (ᮕᮨᮁᮎᮚ) menjadi percanten (ᮕᮨᮁᮎᮔ᮪ᮒᮨᮔ᮪), percaya
    • jadi (ᮏᮓᮤ) menjadi janten (ᮏᮔ᮪ᮒᮨᮔ᮪), jadi
  • Akhiran -ntun:[3]
    • kari (ᮊᮛᮤ) menjadi kantun (ᮊᮔ᮪ᮛᮥᮔ᮪), silakan
    • kirim (ᮊᮤᮛᮤᮙ᮪) menjadi kintun (ᮊᮤᮔ᮪ᮒᮥᮔ᮪), kirim
  • Akhiran -jeng:[3]
    • laju (ᮜᮏᮥ) menjadi lajeng (ᮜᮏᮨᮀ), lalu
    • paju (ᮕᮏᮥ) menjadi pajeng (ᮕᮏᮨᮀ), tempuh
    • mamayu (ᮙᮙᮚᮥ) menjadi mamajeng (ᮙᮙᮏᮨᮀ), sembuh
    • buru (ᮘᮥᮛᮥ)menjadi bujeng (ᮘᮥᮏᮨᮀ), kejar
    • arep (ᮃᮛᮨᮕ᮪) menjadi ajeng (ᮃᮏᮨᮀ), harap
  • Akhiran -wis:[3]
    • antara (ᮃᮔ᮪ᮒᮛ) menjadi antawis (ᮃᮔ᮪ᮒᮝᮤᮞ᮪), antara
    • perkara (ᮕᮨᮁᮊᮛ) menjadi perkawis (ᮕᮨᮁᮊᮝᮤᮞ᮪), perkara
    • watara (ᮝᮒᮛ) menjadi watawis (ᮝᮒᮝᮤᮞ᮪), beberapa
  • Akhiran -os:[3]
    • rasa (ᮛᮞ) menjadi raos (ᮛᮇᮞ᮪), rasa/enak
    • paribasa (ᮕᮛᮤᮘᮞ) menjadi paripaos (ᮕᮛᮤᮕᮇᮞ᮪), peribahasa
    • harti (ᮠᮁᮒᮤ) menjadi hartos (ᮠᮁᮒᮧᮞ᮪), arti
    • ganti (ᮌᮔ᮪ᮒᮤ) menjadi gentos (ᮌᮨᮔ᮪ᮒᮧᮞ᮪), ganti
    • saperti (ᮞᮕᮨᮁᮒᮤ) menjadi sapertos (ᮞᮕᮨᮁᮒᮧᮞ᮪), seperti
Perubahan vokal
  • perubahan a → i:[3]
    • jaba (ᮏᮘ) menjadi jabi (ᮏᮘᮤ), luar/kecuali
    • utama (ᮅᮒᮙ) menjadi utami (ᮅᮒᮙᮤ), utama
    • rupa (ᮛᮥᮕ) menjadi rupi (ᮛᮥᮕᮤ), rupa
    • tampa (ᮒᮙ᮪ᮕ) menjadi tampi (ᮒᮙ᮪ᮕᮤ), terima
    • coba (ᮎᮧᮘ) menjadi cobi (ᮎᮧᮘᮤ), coba
  • perubahan u → a (ah):[3]
    • rempug (ᮛᮨᮙ᮪ᮕᮥᮌ᮪) menjadi rempag (ᮛᮨᮙ᮪ᮕᮥᮌ᮪), runding
    • sebut (ᮞᮨᮘᮥᮒ᮪) menjadi sebat (ᮞᮨᮘᮒ᮪), sebut
    • tepung (ᮒᮨᮕᮥᮀ) menjadi tepang (ᮒᮨᮕᮀ), temu
    • kudu (ᮊᮥᮓᮥ) menjadi kedah (ᮊᮨᮓᮂ), harus
    • susah () menjadi sesah (), susah
  • perubahan u → i:[3]
    • kuat (ᮊᮥᮃᮒ᮪) menjadi kiat (ᮊᮤᮃᮒ᮪), kuat
    • kurang (ᮊᮥᮛᮀ) menjadi kirang (ᮊᮤᮛᮀ), kurang
  • perubahan i → é (e taling); u → a:[3]
    • itung (ᮄᮒᮥᮀ) menjadi étang (ᮆᮒᮀ), hitung
Perubahan kata secara keseluruhan:
  • kata kerja:[3]
    • béak (ᮘᮦᮃᮊ᮪) → séép (ᮞᮦᮆᮕ᮪), habis
    • gawé (ᮌᮝᮦ) → damel (ᮓᮙᮦᮜ᮪), bekerja
    • ngigel (ᮍᮤᮌᮨᮜ᮪) → ngibing (ᮍᮤᮘᮤᮀ), menari
  • kata sifat:[3]
    • kolot (ᮊᮧᮜᮧᮒ᮪) → sepuh (ᮞᮨᮕᮥᮂ), tua
Penghilangan huruf awal
  • nomina:[4]
    • kakang (ᮊᮊᮀ) menjadi akang (ᮃᮊᮀ), kakak laki-laki
    • lanceuk (ᮜᮔ᮪ᮎᮩᮊ᮪) menjadi aceuk (ᮃᮎᮩᮊ᮪), kakak perempuan

Basa Loma

Basa Loma (dahulu dikenal sebagai basa kasar) adalah bentuk umum dalam bahasa Sunda dan dijadikan bahasa standar untuk dipergunakan dalam dalam kehidupan sehari-hari serta dipakai dalam majalah, surat kabar, buku dan literatur lain yang berbahasa Sunda. Bahasa ini menggunakan kata loma. Bahasa ini bersifat netral serta tidak mempedulikan hierarkis dan tanpa adanya pembagian-pembagian yang rumit. Meskipun begitu, dalam konteks informal, penggunaan ragam bahasa ini tetap dihindari untuk berbicara atau membicarakan orang yang dihormati dan digunakan untuk orang yang sudah akrab atau dekat dengan sang penutur.[8]

Basa Cohag

Selain basa hormat dan basa loma, sebenarnya masih ada satu ragam bahasa lagi yakni basa cohag (dahulu dikenal sebagai basa kasar pisan), ragam bahasa ini merupakan ragam yang digunakan ketika seseorang sedang marah atau kesal maupun untuk berbicara dengan orang yang sudah sangat akrab dengan penutur.[8] Ragam bahasa ini terdiri dari kata cohag dan kata loma. Tentunya, karena sifatnya yang kasar, maka ragam bahasa ini tidak digunakan dalam Tatakrama bahasa Sunda. Pembentukan kata cohag tidak memiliki aturan khusus, dan bentuknya berbeda jauh dengan kata loma.

Perbandingan kalimat

Di bawah ini merupakan perbandingan contoh kalimat antara ragam basa hormat dan basa loma.

  • Basa Hormat

Waktos énjing-énjing, abdi mios ka bumi pun Aki ngabantun ketu kanggo dipasihkeun ka anjeunna, kaleresan anjeunna nuju nyondong di bumi, saparantos ditampi, éta kerepus[b] lajeng dianggo ku anjeunna dina mastakana, sakantenan abdi neda landong ka pun Aki kanggo nambaan sirah abdi anu rieut, saparantos dipaparin tamba,[c] teras abdi wangsul ka rorompok.

  • Basa Loma

Basa ka isuk-isuk, kuring indit ka imah si Aki mawa kopéah pikeun dibérékeun ka manéhna, kabeneran manéhna ka aya di imah, sanggeus ditarima, éta kopéah tuluy dipaké ku manéhna dina sirahna, sakalian urang ménta ubar ka si Aki pikeun ngubaran sirah kuring anu rieut, sanggeus dibéré ubar, tuluy urang balik ka imah.

Arti:

Waktu pagi-pagi, saya pergi ke rumah kakek membawa peci untuk diberikan kepadanya, kebetulan dia sedang berada di rumah, sesudah diterima, peci tersebut lalu dipakai oleh dia di kepalanya, sekalian saya meminta obat kepada kakek untuk mengobati kepala saya yang pusing, sesudah diberikan obat, kemudian saya pulang ke rumah.

Pada kalimat dalam ragam basa hormat, kata yang ditebali adalah kata-kata lemes yang dipergunakan untuk meninggikan pihak ketiga (hormat ka batur), sedangkan kata yang ditebali dan digarisbawahi adalah kata-kata yang bisa digunakan untuk meninggikan lawan bicara dan merendahkan diri sendiri secara sekaligus, sedangkan kata yang hanya digarisbawahi adalah kata-kata sedeng yang dikhususkan hanya untuk merendahkan diri sendiri, dan kata yang tidak ditandai adalah kata-kata tak bertingkat yang bisa digunakan dalam ragam basa hormat maupun basa loma.

Pembagian lainnya

Dalam perkembangannya, tatakrama bahasa Sunda merupakan suatu hal yang sangat dinamis, terkadang dalam beberapa waktu aturan penggunaannya bisa berubah,[9] dalam sejarahnya ragam bahasa yang digunakan dalam tatakrama ini juga mengalami perubahan[d] dan juga terkadang beberapa buku rujukan menggolongkannya secara berbeda-beda. Yang jelas, bila dilihat secara linguistik berdasarkan derajat formalitas, setidaknya tatakrama bahasa Sunda juga bisa dibagi hingga 7 jenis kosakata, diantaranya yaitu:

Lemes pisan

Lemes pisan adalah kata-kata yang dipakai untuk meninggikan lawan bicara/pihak ketiga yang sedang dibicarakan, di mana pangkat dan kedudukannya sangat tinggi, contohnya para bangsawan seperti Bupati, Raja bahkan digunakan juga untuk membicarakan Tuhan, kata jenis ini terutama dipakai pada zaman feodal.[2] Untuk sekarang, jenis kata ini sudah jarang digunakan dan kedudukannya terkadang disamakan seperti kata lemes yang biasa. Di bawah ini adalah contoh kata lemes pisan dengan padanannya dalam kata loma dan kata lemes:[8]

Indonesia Loma Lemes Lemes pisan
duduk diuk calik linggih
datang datang sumping rawuh
nama ngaran jenengan kakasih
hati haté manah galih
tua kolot sepuh sepah
berbicara ngomong nyarios ngandika
surat surat serat tétésan

Lemes

Lemes adalah kata-kata yang dipakai untuk meninggikan lawan bicara/pihak ketiga yang sedang dibicarakan, di mana pangkat dan kedudukannya lebih tinggi dari penutur, kata ini sekarang digunakan dalam ragam bahasa hormat ka batur. Di bawah ini adalah contoh kata lemes dengan padanannya dalam kata loma.[8]

Indonesia Loma Lemes
sawah sawah sérang
ingin hayang palay
makan dahar tuang
minum nginum ngaleueut
berjalan kaki leumpang nyacat
kepala sirah mastaka
leher beuheung tenggek

Sedeng

Sedeng adalah kata-kata yang dipakai untuk merendahkan diri sendiri serta menghormati orang lain yang usianya lebih muda, kata ini sekarang digunakan dalam ragam bahasa hormat ka sorangan. Di bawah ini adalah contoh kata sedeng dengan padanannya dalam kata loma dan kata lemes.[8]

Indonesia Loma Sedeng Lemes
pulang balik wangsul mulih
bawa bawa bantun candak
malu éra isin lingsem
kambuh karugrag kanceuh kaseuit
tahu apal terang uninga
rumah imah rorompok bumi
istri pamajikan bojo geureuha

Lemes dusun

Lemes dusun adalah jenis kata lemes yang tidak baku, kata ini tercipta atas ketidaktahuan seorang penutur dalam mengaplikasikan tatakrama bahasa sunda, dan penggunaanya hanya ditemui pada wilayah tertentu komunitas penutur bahasa Sunda.[10] Kata lemes dusun biasanya tercipta dari penganalogian penciptaan kata lemes lainnya yang hanya merubah bunyi fonem vokal dari kata loma. Misalnya:

perubahan a → i:

rupa menjadi rupi, rupa

utama menjadi utami, utama

tampa menjadi tampi, terima

Perubahan bunyi tersebut kemudian menginspirasi seseorang untuk membentuk kata lemes baru yang belum tersedia. Contohnya adalah kata tatangga (tetangga) yang tidak memiliki bentuk lemes kemudian diubah menjadi tatanggi; berubah fonem u->i. Di bawah ini adalah contoh kata lemes dusun dengan padanannya dalam kata loma dan padanannya dalam kata lemes yang baku (jika tersedia).

Indonesia Loma Lemes dusun Lemes yang baku
langka langka langki awis-awis
tenaga tanaga tanagi -
tetangga tatangga tatanggi -
sangka sangka sangki kinten
harga harga hargi pangaos
sedikit saeutik saalit sakedik
nanti engké engkin -

Meskipun kata lemes dusun adalah kata yang tidak baku, namun masih diperbolehkan digunakan dalam perbincangan informal yang menggunakan bahasa Sunda Hormat, baik itu Hormat ka Batur maupun Hormat ka Sorangan.

Panengah

Panengah, adalah jenis kata yang dipakai untuk berbicara dengan orang yang pangkat serta kedudukannya lebih rendah namun usianya lebih tua.[6] Untuk sekarang biasanya kata-kata panengah dimasukkan ke dalam ragam bahasa loma dan dianggap sebagai sinonim dari kata loma atau juga dimasukkan dalam ragam bahasa hormat ka sorangan. Di bawah ini adalah contoh kata panengah dengan padanannya dalam kata loma dan kata lemes.

Indonesia Loma Panengah Lemes
pulang balik mulang mulih
hamil reuneuh kakandungan bobot
melahirkan ngajuru ngalahirkeun ngababarkeun
mati paéh maot pupus
melihat nempo mireungeuh ningali
mendengar ngadéngé ngareungeu ngadangu
sampai nepi cunduk dugi

Loma

Kata loma (dahulu dikenal sebagai kata kasar) adalah dasar bagi semua kosakata bahasa Sunda, semua kata selain kata loma pasti mempunyai padanan dengan kata loma. Sebagian besar kata loma tidak memiliki padanannya dengan kata lemes, sedeng dan lainnya, kata-kata seperti ini merupakan kata tak bertingkat dan bisa digunakan di semua ragam bahasa. Contoh kata-kata yang tidak memiliki padanan apapun diantaranya yaitu:[8]

Indonesia Sunda
berapa sabaraha
apa naon
itu itu
kapan iraha
mengapa kunaon
siapa saha
enam genep

Cohag

Cohag (dahulu dikenal sebagai kasar pisan) adalah jenis kata yang dipakai ketika seseorang sedang marah, kesal atau bermaksud merendahkan orang lain. Namun jenis kata seperti ini juga bisa digunakan untuk berbicara atau membicarakan orang lain yang sudah sangat akrab dan bertujuan untuk memperlihatkan kehangatan antar sesama. Di bawah ini adalah contoh kata cohag dengan padanannya dalam kata loma dan kata lemes.[8][11]

Indonesia Cohag Loma Lemes
tangan kokod leungeun panangan
tidur héés saré kulem
kalah kéok éléh kawon
mau sudi daék kersa
kenyang bentét seubeuh wareg
perut gegembung beuteung patuangan
bisa/mampu begug, becus biasa iasa

Lihat pula

Catatan

  1. ^ tuang di sini merupakan kata ganti kepunyaan yang berbeda dengan kata verba tuang yang bermakna "makan"
  2. ^ Pada saat "peci" yang dimaksud dalam kalimat ini masih dimiliki oleh sang penutur, maka dituliskan dalam bentuk sedeng yaitu ketu, sementara ketika sudah diterima oleh sang "kakek", maka kepemilikannya berubah dan dituliskan dalam kata lemes yaitu kerepus.
  3. ^ Pada saat "obat" yang dimaksud dalam kalimat ini masih dimiliki oleh sang "kakek", maka dituliskan dalam bentuk lemes yaitu landong, sementara ketika sudah diterima oleh sang penutur, maka kepemilikannya berubah dan dituliskan dalam kata sedeng yaitu tamba.
  4. ^ perlu diingat bahwa terkadang penyebutan antara ragam bahasa dengan jenis kosakata sering terjadi ambiguasi

Rujukan

Catatan kaki

  1. ^ Kulsum, Umi (2020). "Penguasaan Undak Usuk Bahasa Sunda untuk Meningkatkan Sopan Santun". Institut Pendidikan Indonesia (IPI) Garut. 9 (3): 144. 
  2. ^ a b c d e Ardiwinata 1984, hlm. 2.
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w Kats 1982, hlm. 2-4.
  4. ^ a b c Coolsma 1985, hlm. 26.
  5. ^ Coolsma 1985, hlm. 191.
  6. ^ a b Ardiwinata 1984, hlm. 4.
  7. ^ a b Kats 1982, hlm. 7.
  8. ^ a b c d e f g Coolsma 1985, hlm. 14.
  9. ^ Kats 1982, hlm. 5.
  10. ^ Ana Awlijen, Rizky (2017). "MOTIF MAHASISWA SUNDA MENGGUNAKAN BAHASA BETAWI DALAM BERINTERAKSI SOSIAL" (PDF). Universitas Pendidikan Indonesia: 37. 
  11. ^ Coolsma 1985, hlm. 43-45.

Daftar pustaka

  • Coolsma, S (1985). Tata bahasa Sunda. Diterjemahkan oleh Wijayakusumah, Husein; Rusyana, Rus. Jakarta: Djambatan. 
  • Ardiwinata, D.K (1984). Tata Bahasa Sunda. Jakarta: BALAI PUSTAKA. 
  • Satjadibrata, R (1956). Undak-usuk basa Sunda. Jakarta: Balai Pustaka. 
  • Adiwijaya, R.I. (1951). Adegan basa sunda. Jakarta: J.B. Wolters. 
  • Wirakusumah, R; Momon, Djakawiguna; H.I., Buldan (1957). Kandaga Tatabasa. Bandung: Tarate. 
  • Yudibrata, Karna; Suriamiharja, Agus; Iskandarwassid (1989). Bagbagan Makéna Basa Sunda. Bandung: Rahmat Cijulang. 
  • Kats, J; Soeriadiraja, M (1982). Tata Bahasa dan Ungkapan Bahasa Sunda. Jakarta: Djambatan. 

Pranala luar