Recidive atau bisa disebut dengan pengulangan tindak pidana adalah salah satu alasan dalam memperberat pidana yang akan dijatuhakan. Jika dalam psikologis bisa dikatakan bahwa seseorang yang selalu mengulang perilaku kejahatan akan mempunyai nilai negatif di masyarakat dan juga dalam hukum pidana. Recidive dalam perbuatan pidana sudah ada putusan pengadilan dalam pemidanaan yang memiliki kekuatan hukum tetap.[1]

Sistem Pemberatan Pidana

Dalam sistem pemberatan pidana berdasarkan recidive atau pengulangan tindak pidana terdiri dari dua sistem, diantaranya sebagai berikut:[2]

1.      Sistem Recidive Umum

Dalam sistem ini menjelaskan bahwa pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapan saja, adalah alasan dalam pemberatan pidana. Maka tidak ditentukan jenis tindak pidana dilakukan maupun tenggang waktu pengulangannya sehingga dalam sistem recidive umum tidak terdapat daluwarsa recidive.

2.      Sistem Recidive Khusus

Dalam sistem ini menjelaskan bahwa tidak semua jenis pengulangan merupalan alasan pemberatan pidana. Pemberatan pidana terdapat pengulangan dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu juga.

Recidive Menurut KUHP

Recidive menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Tidak sama dengan pecobaan, penyertaan, pengulangan, dalam KUHP mengenai pengulangan tindak pidana tidak diatur secara umum dalam “Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus secara sekelompok tindak pidana tertentu baik berupa kejahatan di dalam Buku II maupun berupa pelanggaran di dalam Buku III.

Dalam KUHP juga terdapat syarat tenggang waktu pengulangan tertentu. Sehingga KUHP menganut sistem Recidive Khusus menjelaskan bahwa pemberatan pidana hanya dapat dikenakan pada pengulangan jenis-jenis tindak pidana(kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan dapat dilakuakn dalam tenggang waktu tertentu.[2]

Bentuk Recidive

Dalam KUHP bentuk Recidive atau pengulangan tindak pidana dibagi dalam 2 kategori diantaranya sebagai berikut:

1.      Recidive Kejahatan.

2.      Recidive pelanggaran.[2]

Referensi

  1. ^ Sofyan, Andi. Hukum Pidana. 
  2. ^ a b c Arief, Barda Nawawi (2002). Hukum Pidana Lanjut. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.