Politik Uni Eropa
Politik Uni Eropa dibangun sebagai bentuk integrasi Eropa atas nilai-nilai demokrasi pada tiap negara anggota Uni Eropa. Rasa saling percaya menjadi prinsip utama yang disepakati bersama oleh anggota Uni Eropa dalam membangun dan memperkuat politiknya. Sejarah politik Uni Eropa dimulai sejak Uni Eropa didirikan. Politik Uni Eropa bertujuan untuk menciptakan keamanan bagi masyarakat Eropa dengan cara mengatasi semua masalah geopolitik yang dialaminya. Perhatian utamanya meliputi diplomasi, hukum internasional, negosiasi, dan multilateralisme. Politik Uni Eropa terbentuk sebagai usaha untuk menghapuskan tradisi perang secara militer dalam penyelesaian masalah antarnegara di Eropa.[1]
Kekuatan politik Uni Eropa dibangun atas dasar pengakuan, kendali dan kekuasaan atas wilayah Uni Eropa yang membentuk organisasi regional yang mempunyai kekuasaan yang bersifat mancanegara.[2] Sementara itu, integritas Eropa sebagai tujuan politik Uni Eropa dihambat oleh defisit demokrasi dengan pengadaan referendum oleh beberapa negara anggota Uni Eropa. Tujuan politik Uni Eropa juga dihambat oleh ketakutan masyarakat di negara anggota Uni Eropa terhadap hilangnya kedaulatan nasional.[3]
Rintangan
Kesadaran politik nasional
Masyarakat di beberapa negara anggota Uni Eropa telah menyampaikan penentangan sejak ditandatanganinya Perjanjian Maastricht oleh 15 negara pendiri Uni Eropa. Adanya kesadaran politik nasional membuat masyarakat di Denmark, Prancis dan Inggris menentang keputusan pemerintah negaranya untuk bergabung ke dalam Uni Eropa. Politik Uni Eropa yang diusahakan oleh para pejabat Uni Eropa dengan tujuan untuk menyatukan Eropa dalam hal ekonomi dan politik, mendapatkan pertentangan dari para tokoh politik nasional dan para pemimpin bisnis nasional di beberapa negara anggota Uni Eropa. Masyarakat Uni Eropa tetap mempertahankan identitas nasional dari negaranya masing-masing. Pertentangan yang paling awal ialah penolakan terhadap penggantian mata uang Mark menjadi Euro.[4]
Opini publik
Opini publik dari masyarakat di negara-negara anggota Uni Eropa tidak memberikan pengaruh langsung terhadap perpolitikan Uni Eropa. Namun opini publik mempengaruhi keputusan politik di Komisi Eropa dan Parlemen Eropa. Opini publik membatasi kekuasaan Parlemen Eropa yang kemudian ditandai dengan pengunduran diri oleh beberapa anggotanya pada tahun 1999. Keberadaan opini publik ini membuat terhambatnya tujuan politik Uni Eropa untuk membentuk integrasi Eropa.[5]
Permasalahan politik Uni Eropa di kalangan masyarakat utamanya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan politik negara-negara anggota Uni Eropa. Di Uni Eropa terdapat masalah internal dan masalah ekstrernal. Masalah internalnya adalah defisit demokrasi di dalam kepemimpinan Uni Eropa. Sedangkan masalah eksternalnya adalah maraknya imigran ilegal yang memasuki kawasan Uni Eropa. Kondisi ini kemudian membuat masyarakat Uni Eropa mendesak diadakannya referendum. Pilihan yang diberikan dalam referendum ini hanya dua, yaitu keluar dari keanggotaan Uni Eropa atau bertahan dalam keanggotaan.[6]
Referensi
Catatan kaki
- ^ Azwar 2016, hlm. 86-87.
- ^ Azwar 2016, hlm. 84.
- ^ Azwar 2016, hlm. 89.
- ^ Azwar 2016, hlm. 87.
- ^ Azwar 2016, hlm. 88.
- ^ Azwar 2016, hlm. 83.
Daftar pustaka
Azwar, Asrudin (2016). "Runtuhnya Integrasi Uni Eropa?" (PDF). Alternatif. 6 (2).