Terapi Kelompok Daring

Revisi sejak 16 Oktober 2021 13.10 oleh Ari Tuningsih (bicara | kontrib) (Menyunting tata bahasa)

Terapi kelompok daring (online group therapy) adalah terapi yang melibatkan 3 sampai 15 orang dengan permasalahan kesehatan mental serupa, yang bertemu melalui video conference dengan terapis atau psikolog[1]. Terapi kelompok daring tidak hanya dapat melalui video conference, tetapi juga dapat menggunakan software[2] dan media sosial[3].

Dalam beberapa kasus, mungkin ada lebih dari satu terapis atau psikolog yang hadir dalam sesi terapi. Peran terapis atau psikolog dalam terapi kelompok daring adalah adalah untuk memfasilitasi interaksi kelompok, menawarkan strategi koping, dan memberikan terapi berbasis bukti (evidence-based) yang efektif untuk memenuhi kebutuhan kelompok. Biasanya, sesi terapi kelompok daring dilaksanakan 1 sampai 2 kali per minggu selama 1 jam, tetapi dapat berbeda antar kelompok. Sebagian besar terapi kelompok daring harus melibatkan kelompok individu yang sama, untuk membangun koneksi dan interaksi yang bermakna bagi tiap anggota kelompok[1].

Terapi kelompok luring memungkinkan sekelompok klien untuk membentuk ikatan erat yang dapat mempercepat perubahan dan pemulihan. Pengalaman setiap anggota kelompok terapi sangat penting dan dapat meyakinkan setiap anggota bahwa mereka tidak sendirian.

Topik dalam Terapi Kelompok Daring

Beragam topik dapat menjadi pokok bahasan dalam terapi kelompok daring, di antaranya[4]:

Efektivitas Terapi Kelompok Daring

Hasil penelitian dari Marton dan Kanas (2015) menunjukkan bahwa terapi kelompok dengan videoconference dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur terapi grup yang berbasis bukti, dan penggunaan videoconference sama dengan terapi grup tatap muka, baik secara konten maupun efek terapi yang ditimbulkan[5]. Penelitian lainnya oleh Wagner, Horn, dan Maercker (2014) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang melakukan terapi depresi secara daring jika dibandingkan dengan kelompok yang melakukan terapi depresi secara luring. Selain itu, ditemukan bahwa efek dari terapi daring berupa berkurangnya simtom depresi dapat menetap, bahkan tiga bulan setelah terapi[6].

Isu Privasi dalam Terapi Kelompok Daring

Meskipun terdapat kekhawatiran mengenai privasi, Kode Etik Psikologi Indonesia sudah mengatur mengenai kerahasiaan dari isi terapi, serta mengenai persetujuan keikutsertaan dalam terapi. Pasal 73 ayat 1 dalam Kode Etik Psikologi Indonesia berbunyi, “Konselor/Psikoterapis wajib menghargai hak pengguna layanan psikologi untuk melibatkan diri atau tidak melibatkan diri dalam proses konseling psikologi/psikoterapi sesuai dengan azas kesediaan. Oleh karena itu sebelum konseling/psikoterapi dilaksanakan, konselor/psikoterapis perlu mendapatkan persetujuan tertulis (Informed Consent) dari orang yang menjalani layanan psikologis. Persetujuan tertulis ditandatangani oleh klien setelah mendapatkan informasi yang perlu diketahui terlebih dahulu.”[7]

Selain mengatur mengenai perlunya informed consent, pasal 73 ayat 2 Kode Etik Psikologi Indonesia juga mengatur mengenai hal-hal umum yang harus ada di dalam sebuah informed consent, yang berbunyi, “Isi dari Informed Consent dapat bervariasi tergantung pada jenis tindakan konseling psikologi atau terapi psikologi yang akan dilaksanakan, tetapi secara umum menunjukkan bahwa orang yang menjalani yang akan menandatangani Informed Consent tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut[7]:

a) Mempunyai kemampuan untuk menyatakan persetujuan.

b) Telah diberi informasi yang signifikan mengenai prosedur Konseling Psikologi/ Psikoterapi.

c) Persetujuan dinyatakan secara bebas dan tidak dipengaruhi dalam menyatakan persetujuannya."

Adanya kode etik ini diharapkan dapat meminimalisir isu privasi yang mungkin timbul dalam sebuah terapi kelompok.

Referensi

  1. ^ a b "How to find online group therapy: 4 tips". www.medicalnewstoday.com (dalam bahasa Inggris). 2020-08-29. Diakses tanggal 2021-10-16. 
  2. ^ Ackerman, Courtney (2021-06-02). "Online Therapy in Groups: Platform & Ideas for Your Session". Quenza (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-10-16. 
  3. ^ Wandrekar, Jagruti R.; Nigudkar, Advaita S. (2021-04-01). "Social Media and Video Conferencing Platforms for Group Therapy and Community Mental Health Outreach for LGBTQIA+ Individuals— The SAAHAS Experience". Journal of Psychosexual Health (dalam bahasa Inggris). 3 (2): 178–186. doi:10.1177/26318318211017278. ISSN 2631-8318. 
  4. ^ "How to find online group therapy: 4 tips". www.medicalnewstoday.com (dalam bahasa Inggris). 2020-08-29. Diakses tanggal 2021-10-16. 
  5. ^ Marton, Kacey; Kanas, Nick (2016-01-02). "Telehealth Modalities for Group Therapy: Comparisons to In-Person Group Therapy". International Journal of Group Psychotherapy. 66 (1): 145–150. doi:10.1080/00207284.2015.1096109. ISSN 0020-7284. 
  6. ^ Wagner, Birgit; Horn, Andrea B.; Maercker, Andreas (2014-01-01). "Internet-based versus face-to-face cognitive-behavioral intervention for depression: A randomized controlled non-inferiority trial". Journal of Affective Disorders (dalam bahasa Inggris). 152-154: 113–121. doi:10.1016/j.jad.2013.06.032. ISSN 0165-0327. 
  7. ^ a b "Kode Etik Psikologi Indonesia | HIMPSI". Himpunan Psikologi Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-10-16.