Songket
Songket hanya dikenakan oleh kalangan bangsawan, yaitu keluarga kerajaan dan pejabat negara. Kehalusan tenun dan kerumitan motif motif kain songket pada masa itu mencerminkan pangkat dan kedudukan tinggi seorang raja. Songket sudah terkenal di Malaysia dan Indonesia (kelompok Melayu) sejak abad ke-13.
Sejarah asal usul kain songket tidak dapat dipastikan secara pasti, namun asal usul kata songket dikatakan berasal dari 'menyungkit' karena dalam bahasa siam 'kek' berarti menyungkit selain 'songkok' (Cina) memiliki arti yang sama.
Menurut Robyn Maxwell (1990), pengetahuan Melayu tentang teknik songket mungkin telah diambil dari orang Cina yang memperkenalkan bahan logam tetapi kehadiran budaya dari Timur Tengah, Persia, Turki dan Moghul (India) semakin memperkuat produksinya.
Tidak banyak yang diketahui tentang asal-usul songket, namun kemungkinan tenun songket berkembang di Malaysia melalui perkawinan antar keluarga kerajaan, yang merupakan strategi penyatuan umum antara kedua negara sekitar abad ke-15.
Songket menggunakan teknik menenun, di mana benang emas atau perak ditenun di antara benang sutra pada kain latar. Kain mewah dan mahal ini mencerminkan struktur sosial di kalangan bangsawan Melayu.
Motif
Songket memiliki motif-motif tradisional yang sudah merupakan ciri khas budaya wilayah penghasil kerajinan ini. Misalnya motif Saik Kalamai, Buah Palo, Barantai Putiah, Barantai Merah, Tampuak Manggih, Salapah, Kunang-kunang, Api-api, Cukie Baserak, Sirangkak, Silala Rabah, dan Simasam adalah khas songket Pandai Sikek, Minangkabau.[1] Beberapa pemerintah daerah telah mempatenkan motif songket tradisional mereka. Dari 71 motif songket yang dimiliki Sumatra Selatan, baru 22 motif yang terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dari 22 motif songket Palembang yang telah terdaftar di antaranya motif Bungo Intan, Lepus Pulis, Nampan Perak, dan Limar Beranti. Sementara 49 motif lainnya belum terdaftar, termasuk motif Berante Berakam pada seragam resmi Sriwijaya Football Club. Selain motif Berante Berakam, beberapa motif lain yang belum terdaftar yakni motif Songket Lepus Bintang Berakam, Nago Besaung, Limar Tigo Negeri Tabur Intan, Limar Tigo Negeri Cantik Manis, Lepus Bintang Penuh, Limar Penuh Mawar Berkandang, dan sejumlah motif lain.[2]
Songket kini
Ditinjau dari bahan, cara pembuatan, dan harganya; songket semula adalah kain mewah para bangsawan yang menujukkan kemuliaan derajat dan martabat pemakainya. Akan tetapi kini songket tidak hanya dimaksudkan untuk golongan masyarakat kaya dan berada semata, karena harganya yang bervariasi; dari yang biasa dan terbilang murah, hingga yang eksklusif dengan harga yang sangat mahal. Kini dengan digunakannya benang emas sintetis maka songket pun tidak lagi luar biasa mahal seperti dahulu kala yang menggunakan emas asli. Meskipun demikian, songket kualitas terbaik tetap dihargai sebagai bentuk kesenian yang anggun dan harganya cukup mahal.
Sejak dahulu kala hingga kini, songket adalah pilihan populer untuk busana adat perkawinan Melayu, Palembang, Minangkabau, Aceh dan Bali. Kain ini sering diberikan oleh pengantin laki-laki kepada pengantin wanita sebagai salah satu hantaran persembahan perkawinan. Pada masa kini, busana resmi laki-laki Melayu pun kerap mengenakan songket sebagai kain yang dililitkan di atas celana panjang atau menjadi destar, tanjak, atau ikat kepala. Sedangkan untuk kaum perempuannya songket dililitkan sebagai kain sarung yang dipadu-padankan dengan kebaya atau baju kurung.
Meskipun berasal dari kerajinan tradisional, industri songket merupakan kerajinan yang terus hidup dan dinamis. Para pengrajin songket terutama di Palembang kini berusaha menciptakan motif-motif baru yang lebih modern dan pilihan warna-warna yang lebih lembut. Hal ini sebagai upaya agar songket senantiasa mengikuti zaman dan digemari masyarakat.[2] Sebagai benda seni, songket pun sering dibingkai dan dijadikan penghias ruangan. Penerapan kain songket secara modern amat beraneka ragam, mulai dari tas wanita, songkok, bahkan kantung ponsel.
Pusat kerajinan songket
Pusat kerajinan tangan tenun songket di Indonesia dapat ditemukan di Sumatra, Kalimantan, Bali, Sulawesi, Lombok dan Sumbawa. Di Pulau Sumatra pusat kerajinan songket yang termahsyur dan unggul adalah Songket Minangkabau di daerah Pandai Sikek dan Silungkang, Sumatra Barat,[1] serta Songket Palembang di Palembang, Sumatra Selatan. Di Bali, desa pengrajin tenun songket dapat ditemukan di kabupaten Klungkung, khususnya di desa Sidemen dan Gelgel. Sementara di Lombok, desa Sukarara di kecamatan Jonggat, kabupaten Lombok Tengah, juga terkenal akan kerajinan songketnya.[3] Di luar Indonesia, kawasan pengrajin songket didapati di Malaysia; antara lain di pesisir timur Semenanjung Malaya[4] khususnya industri rumahan di pinggiran Kota Bahru, Kelantan dan Terengganu; serta di Brunei.[5]
Catatan kaki
- ^ a b "Tenun Songket Pandai Sikek (Sumatra Barat - Indonesia)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-23. Diakses tanggal 2010-10-24.
- ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaSriwijaya Post
- ^ National Geographic Traveller Indonesia, Vol 1, No 6, 2009, Jakarta, Indonesia, page 62
- ^ The Malay handloom weavers: a study of the rise and decline of traditional ... By Maznah Mohamad
- ^ Uchino, Megumi (2005). "Socio-cultural history of Palembang Songket". Indonesia and the Malay World. Routledge. 33 (96): 205–223. doi:10.1080/13639810500283985.