Islam di Bengkulu
Islam di Bengkulu adalah kejadian yang panjang tak bisa dipisahkan dari sejarah Bengkulu itu sendiri, dimana saat itu umumnya masyarakat Bengkulu mempercayai sinkretisme seperti animisme dan dinamisme.[1] Masuknya islam ke Negara Indonesia melalui dua jalur, yaitu Rute jalur utara Mekah dan Madina, Damaskus, Bagdad, Pantai barat India, Srilanka, Indonesia dan Rute jalur selatan yaitu Mekah da Madinah, Yaman, Gujarat, Srilanka, Indonesia. Abad ke-7 merupakan masa awal kedatangan agama Islam. Pantai Sumatra bagian utara adalah daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam. Berawal dari daerah itulah Islam mulai menyebar ke berbagai pelosok Indonesia dalam kurun waktu yang berbeda-beda, yaitu wilayah-wilayah: Pulau Sumatera (selain pantai Sumatera bagian utara), Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, Kepulauan Maluku dan sekitarnya. Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama Islam telah tersebar ke seluruh pelosok kepulauan Indonesia sehingga mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam.[2] Pengaruh kehadiran agama ini mulai tampak pada abad ke-13 Masehi setelah berdirinya kerajaan besar Islam Samudra Pasai pada tahun 1270 Masehi dan juga kerajaan islam lainnya di pulau sumatra terkecuali Malaka pada tahun 1400 Masehi bersamaan dengan hadirnya para Tasawuf penyebar agama Islam dan guru-guru agama yang tampil sebagai pendakwah ulung sehingga mengalami perubahan sistem kepercayaan dan peribadatan, sosial, sistem pemerintahan dan kehidupan intelektual. Tumbuh pesatnya jumlah penganut agama Islam di pulau Sumatra dan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam pada awal itu memungkinkan lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebar luas. Oleh sebab itu tradisi baca tulis dan keterpelajaran berkembang luas diikuti dengan maraknya kegiatan penulisan kitab-kitab keagamaan, keilmuan dan sastra, karena ajarannya yang egaliter dab populis mudah dipahami membuat suku-suku masyarakat tertarik memeluk agama Islam apalagi setelah disampaikan oleh para penyebar Islam melalui bahasa yang sederhana. Pusat penyebaran agama Islam di Indonesia berada di tiga titik sentral kebesaran yaitu Istana Kerajaan, pusat agama dengan sebutan sekarang adalah pesantren dan tempat-tempat keramaian yang disebut pasar, di tiga titik kebesaran inilah sastra tulisan aksara daerah di Lahirkan, sebagai bagian dari kehidupan intelektual dan keagamaan, karya-karya tulis tersebut mencerminkan kecenderungan pemikiran dan wawasan budaya yang berkembang pada jaman karya itu di tulis. [3]
Masuknya Islam di Bengkulu
Penyebaran Islam di bengkulu sama seperti penyebaran islam di Indonesia pada umumnya. Akulturasi dan asimilasi kebudayan, hal ini dilakukan dengan menggunakan unsur-unsur kebudayaan lama untuk usaha penyebaran Islam. Misalnya menggunakan doa-doa dalam upacara perhelatan adat seperti tayuhan, tayuhan bimbang paksi, kelahiran, selapanan, perkawinan, hippun, sembiyang hadiah, ngattak batu kubukhan untuk dakwah, penyebaran lewat pondok pesantren berarti penyebaran melalui perguruan Islam dan lain sebagainya.[4]
Dengan demikian dakwah Islam juga masuk ke Bengkulu melalui pintu kerjasama antara kerajaan-kerajaan yang ada di Bengkulu diperkirakan pada abad ke-12 hingga abad ke-13 Masehi. Selain itu peninggalan sejarah menyangkut kontak hubungan masyarakat Bengkulu dengan agama Islam yang masih dapat dilihat sampai sekarang adanya perayaan ritual Tabut yang dilaksanakan untuk memperingati kematian cucu Nabi Muhammad S.A.W. yakni Hasan dan Husein. Pada masa kolonial Inggris berada di Bengkulu, orang-orang Benggala termasuk pelapisan sosial. Orang-orang Benggala lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan orang Cina. Tabiat orang Benggala penuh curiga, suka berkelahi, dalam bekerja lebih lamban dari orang-orang Melayu. Selain itu mereka menciptakan suatu tradisi perayaan yang lain dari kebudayaan orang-orang Melayu yang ada di Bengkulu, orang Benggala dikenal juga sebagai Sipaijer atau orang Sipai. Kebudayaan dan tradisi yang diciptakan oleh orang Benggala tersebut sampai saat ini dikenal dengan perayaan Tabut. Selain bukti sejarah berupa kebudayaan, tulisan, dan lain sebagainya, bukti lain yang mengindikasikan masuknya dakwah Islam ke suatu daerah antara lain adalah adanya makam orang Islam atau makam yang bercorak Islam. Seperti ditemukannya batu nisan yang bertuliskan dan atau berarsitektur Timur Tengah. Masyarakat turunan Pasemah khususnya masyakat yang ada di Padang Guci kabupaten Kaur menyebut tulisan Ka-Ga-Nga dengan sebutan tulisan Ke-Ge-Nge, dan dari informasi yang penulis dapatkan tidak ada perbedaan antara Ka-Ga-Nga orang suku Rejang dengan tulisan Ke-Ge-Nge yang pernah ada di Padang Guci. Selain peninggalan tulisan, makam, dan artefak, masjid merupakan sebuah bukti sejarah Islam. Sehingga untuk mengkaji sejarah Islam, tidak jarang masjid menjadi tolok ukur masuk dan berkembangnya Islam di suatu daerah. Masjid sebagai sentral kegiatan ibadah dan dakwah Islam yang dapat menjadi bukti sejarah masuknya Islam di Bengkulu, namun di sayangkan sangat sedikit dapat ditemukan masjid-masjid tua yang menunjukkan indikasi bahwa masjid tersebut dibangun pada awal masuknya Islam di Bengkulu. Pada umumnya masjid yang ada di Bengkulu dibangun setelah abad ke -19. Sebagai bukti masuk dan berkembangnya Islam di Bengkulu, tidak salah kiranya ditelusuri melalui masjid-masjid tua yang ada di Bengkulu. Dalam tulisannya Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia Abdul Baqie Zein mengemukakan ada beberapa masjid tertua dan bersejarah di kota Bengkulu adalah: masjid Baiturrahim simpang lima th 1910, masjid Taqwa Jl Sutoyo Rt. 4 th 1910, masjid Al-Muhtadin Jl S. Parman Rt. 10 th 1912, masjid Lembaga Pemasyarakatan th 1915, masjid Al-Muhtadin th 1920, masjid Al-Iman Jl. Sutoyo Rt. 5 th 1921. masjid-masjid inilah yang tercatat dalam direktori masjid Kanwil Depag Bengkulu tahun 1997. Sumber lain menyebutkan bahwa masjid-masjid yang bersejarah di Bengkulu di antaranya masjid Jamik di Jl. Suprapto, masjid Syuhada di kelurahan Dusun Besar, masjid Al-Mujahidin di kelurahan Pasar Baru, dan masjid Baitul Hamdi di kelurahan Pasar Baru.[5][6]
Peninggalan-peninggalan Islam
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Provinsi Bengkulu terdapat sejumlah tingalan arkeologi dan sejarah yang berasal dari masa sebelum kolonial Inggris dan Belanda. Tinggalan tersebut berasal dari kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di sejumlah daerah di Bengkulu antara lain Kerajaan Mukomuko, Sungai Lemau, Kerajaa Lillebar, dan Kerajaan Sungai Hitam. Makam-makam kuno yang masih tersisa berada dalam kondisi yang tidak terawat. Bekas lokasi berdirinya istana atau pusat pemerintahan berada di Desa Pondok Kelapa dari Kerajaan Sungai Lemau dan Istana Tuanku di Pasar Mukomuko.
- Makam Kuno Zaman Islam
Makam-makam kuno ditemukan di Tapak Jedah, Pekiknyaring, Pondik Kelapa, dan Mukomuko. Makam-makam tersebut mempunyai jirat yang disusun dengan menggunakan bata berspesi dan ditandai dengan nisan kepala dan nisan kaki. Makam-makam yang menggunakan jirat hanya dijumpai di Tapak Jedah dan Mukomuko, sedangkan makam-makam di Pekiknyaring dan Pondok Kelapa aslinya tanoa jirat sehingga nisannya langsung ditanam di dalam tanah. Yang mernarik adalah bentuk jirat yang terdapat di makam raja-raja Mukomuko., karena berbentuk kubus dan dihiasi dengan motif kuncup bunga di keempat sudutnya. Begitu juga dengan jirat yang menggunakan tipe Aceh berbentuk gada, karena bentuknya menyerupai jirat-jirat makam yang ada di Makassar.
- Pecahan Keramik
Pecahan keramik asing ditemukan di Balai Buntar, Codong (bukit) Bendera, benteng tanah, Babadan, dan Pauh Terenjam, semuanya berjumlah 68 buah. Pecahan-pecahan keramik tersebut berasal dari bagian tepian, badan, dan dasar. Keramik berasal dari Eropa dan Cina pada abad 18-19 M
- Keramik Lokal Bermotif Islam
Pecahan keramik local atau tembikar ditemukan di Sungai Jenggalu dan Pauh Terenjam yang berjumlah 8 buah. Bahan dasar yang digunakan untuk membuat berasal dari campuran pasir dan tanah liat dengan menggunakan teknik roda putar lambat. Pasir yang digunakan adalah pasir laut sehingga kandungan kwarsanya tinggi. Beberapa keramik bertuliskan huruf Arab.
- Benteng Tanah
Benteng tanah ditemukan di Babadan dan Kerkap. Benteng Babadan berbentuk bujursangkar dengan dua buah bastion, sementara benteng Kerkap berbentuk empat persegi panjang tanpa bastion, Diperkirakan benteng ini didirikan oleh Kerajaan Aceh karena di dalam benteng ditemukan beberapa kata bertuliskan huruf Arab.[7]
Daftar Pustaka
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII XVIII, Bandung: Mizan, 1998.
Agus Setiyanto, Elite Pribumi Bengkulu, Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Abdullah Sidik, Sejarah Bengkulu, Jakarta: Balai Pustaka, t.t.
Abdul Baqir Zein, Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia, Jakarta: Gema Insani, 1999.
Badrul Munir Hamidy, Makalah; Masuk dan Berkembangnya Islam di Daerah Bengkulu, Panitia Penyelenggara STQ Nasional, 2004.Dudung
Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta; Logos, 2007.
Gadjahnata, Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatra Selatan, Jakarta: UI-Press, 1986.
Kemas Badarudin, Pendayagunaan Masjid dan Mushala di Kota Bengkulu, Laporan Hasil Penelitian pada P3M STAIN Bengkulu, 2002.
Marwati Djoned Poesponegoro, dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia I, Jakarta: Balai Pustaka, 1992.
Rini Fitria, Ritual Tabut Sebagai Media Komunikasi Masyarakat kota Bengkulu, Tesis Pada Pasca Sarjana Universitas Padjajaran Bandung, 2005.
Salim Bella Pili, Makalah; Masuk dan Berkembangnya Islam di Tanah Rejang, Bengkulu, 2007. -->
- ^ https://daerah.sindonews.com/berita/1393446/29/jejak-jejak-sejarah-masuknya-islam-di-bengkulu?showpage=all
- ^ https://brainly.co.id/tugas/13450717
- ^ https://www.republika.co.id/berita/kolom/wacana/18/12/13/pjm6pn385-dari-mana-dan-siapa-penyebar-utama-islam-di-nusantara
- ^ https://brainly.co.id/tugas/1334003
- ^ http://repositori.kemdikbud.go.id/7414/1/SEJARAH%20DAERAH%20BENGKULU.pdf
- ^ https://kompaspedia.kompas.id/baca/profil/daerah/provinsi-bengkulu
- ^ http://kk.sttbandung.ac.id/id3/1-3042-2940/Islam-Di-Bengkulu_71750_kk-sttbandung.html