Surat Ulu

Rumpun aksara Brahmi yang berkembang di pulau Sumatra bagian selatan
Revisi sejak 10 November 2021 09.47 oleh Natsukusha (bicara | kontrib)

Surat Ulu atau adalah sebutan untuk sejumlah aksara serumpun yang terutama digunakan di pulau Sumatra bagian selatan. Istilah ini paling umum digunakan untuk merujuk pada aksara Incung, aksara Lampung, dan aksara Rejang, tetapi juga digunakan untuk merujuk pada aksara sejenis yang pernah digunakan oleh masyarakat Rawas, Lintang, Ogan, Lakitan (di Sumatera Selatan), Pasemah, Lembak (di Sumatera Selatan dan Bengkulu), Serawai (di Bengkulu), serta Krui (di Lampung).[1]

Surat Ulu
Aksara Rencong
Aksara Kaganga
Contoh rumpun aksara Ulu: Incung (atas), Lampung (tengah), dan Rejang (bawah)
Jenis aksara
BahasaLampung, Melayu Tengah, Rejang, Kerinci
Aksara terkait
Silsilah
Menurut hipotesis hubungan antara abjad Aramea dengan Brahmi, maka silsilahnya sebagai berikut:
Dari aksara Brahmi diturunkanlah:
Pengkodean Unicode
 Artikel ini mengandung transkripsi fonetik dalam Alfabet Fonetik Internasional (IPA). Untuk bantuan dalam membaca simbol IPA, lihat Bantuan:IPA. Untuk penjelasan perbedaan [ ], / / dan  , Lihat IPA § Tanda kurung dan delimitasi transkripsi.

Asal nama

Nama Surat Ulu berasal dari kata "surat" dan "ulu"[a]

Nama Hanacaraka berasal dari lima huruf pertama dalam deret tradisional aksara Jawa. Hal ini setara dengan kata "alfabet" yang berasal dari nama dua huruf pertama dalam alfabet Yunani (A-B, alfa-beta) serta kata "abjad" yang berasal dari empat huruf pertama dalam abjad Arab (ا-ب-ج-د, alif-ba-jim-dal). Dalam urutan tersebut, ke-20 aksara dasar yang digunakan dalam bahasa Jawa modern membentuk sebuah pangram yang sering kali dikaitkan dengan legenda Aji Saka, meski variasi cerita yang berbeda-beda dapat ditemukan di berbagai sumber dan daerah.[1][2] Terdapat berbagai macam tafsiran mengenai makna filosofis dan esoteris yang konon terkandung dalam urutan dan legenda asal-usul hanacaraka.[3][4]



[2]

Dalam bahasa setempat, surat Ulu bermakna "aksara dari hulu". Dinamai demikian karena aksara ini pada mulanya berkembang di kawasan hulu-hulu sungai di Pegunungan Bukit Barisan.[3]

Para sarjana Barat lazim menyebut aksara ini sebagai aksara Rencong (bahasa Belanda: Rentjong-schrift) karena bentuk huruf-hurufnya yang serong.[4][5][6] Penamaan yang mirip bisa ditemukan di beberapa daerah. Di Alam Pasemah misalnya, aksara ini disebut surat ʁincung.[7] Jaspan dkk. menamai aksara ini sebagai aksara Kaganga karena aksara ini menggunakan urutan Panini yang dimulai dari huruf Ka-Ga-Nga.[8]

Penggunaan

Surat Ulu lazim ditulis pada bambu, kulit kayu, tanduk, dan kertas.[3]

Galeri

Aksara Incung

Aksara Lampung

Aksara Rejang

Aksara Pasemah


Catatan

  1. ^ Mengenai penamaan aksara Rencong dan Surat Ulu, Westenenk menulis sebagaimana berikut:

Rujukan