Sungai Balantiak, Akabiluru, Lima Puluh Kota
Nagari Sungai Balantiak berada di Kecamatan Akabiluru, Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatra Barat. Luas Sungai Balantiak: 8,45 kilometer persegi atau 8,96 persen dari luas wilayah Kecamatan Akabiluru, Lima Puluh Kota}}
Sungai Balantiak | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Sumatera Barat | ||||
Kabupaten | Lima Puluh Kota | ||||
Kecamatan | Akabiluru | ||||
Kodepos | 26252 | ||||
Kode Kemendagri | 13.07.13.2005 | ||||
Luas | ... km² | ||||
Jumlah penduduk | ... jiwa (2010) | ||||
Kepadatan | ... jiwa/km² | ||||
|
Nagari sungai balantiak berjarak 5 kilo meter dari pusat kecamatan dan 34 kilo meter dari kota kabupaten sarilamak.
Nagari Sungai Balantiak berpenduduk 1.370 jiwa (2018), yang terdiri dari 677 laki-laki dan 693 perempuan.
Nagari Sungai Balantiak terdiri dari 2 jorong, yakni:
Ateh Bawah Fasilitas Pendidikan: 1 sekolah SD berdiri tahun 1930. 1 sekolah madrasah. Fasilitas umum nagari : 1 kantor wali nagari Kantor wali nagari awal nya menyatu dengan kantor KAN, kemudian di pisah dan kantor wali nagari di pindah dan memiliki kantor sendiri di wilayah sidarek. Kantor wali nagari di bangun tahun 2018 di danai oleh negara melalui proposal anggaran nagari. 1 kantor KAN ( kerapatan adat nagari ) Kantor KAN berdiri tahun 1820. Pertama kantor KAN di buat berundak di bagian tengah aula pertemuan di buat ruang 3 x 4 meter lebih tinggi 1.2 meter dari aula, naik ke ruangan VIP ada tangga naik ke ruangan khusus VIP 4 kelapa suku tertinggi di nagari. Di ruangan khusus tersebut ada sebuah pustaka mini menyimpan data dan file nagari, berupa sejarah dan ranji ( silsilah nagari ). Kemudian tahun 1930 balai adat KAN di rombak, semua ruangan di ratakan, undakan di hilangkan dan file file penting termasuk ranji/silsilah nagari yang ada di pustaka mini di bakar oleh wali nagari zaman itu bernama ahmad dtk panduko tuan, sebab beliau tidak termasuk kepala suku pucuk tertinggi di nagari sungai balantiak, sejak ranji nagari di bakar banyak tatanan nagari di rubah sesuai keinginan wali nagari ahmad dtk panduko tuan, sampai sekarang masyarakat sungai balantiak kehilangan sejarah berakibat pada kekacauan tatanan adat nagari, hak waris harta pusaka tinggi dan silsilah keturunan tiap tiap suku sekarang berdasarkan tutur waris di terima turun temurun secara estafet dari niniak turun ke mamak, dari mamak turun ke kemanakan ( warih bajawek ). Dari warih bajawek di tuturkan dan di tulis ke anak kemanakan secara sembunyi sembunyi, menghindari perpecahan antara penghuni penerima waris yang sah dan pendatang yang angkat jadi saudara di rumah gadang tiap tiap suku/marga. Penghuni rumah gadang lazim di sungai balantiak memiliki dua dapur, dapur mudik ( sebelah barat ruang utama ) ruangan di sisi barat di huni pemilik sah, dan dapur hilir ( sebelah timur rumah gadang dekat pintu turun naik rumah ) di peruntukan pendatang. Pembagian dapur dan ruangan rumah gadang ini sebabkan sedikit nya penduduk sungai balantiak di tahun 1700-1800 an, di tambah kegetiran sejarah membuat trauma mendalam pada masyarakat sungai balantiak di masa itu di sebabkan perang berdarah darah dengan gerombolan perompak, di fihak yang di pimpin datuak bagak ( datuk pemberani ) di tahun 1805, situasi rentan keamanan di sungai balantiak banyak nya perompakan ingin menjarah, efek dari kekacauan kerajaan pagaruyung yang di landa perang saudara perebutan kekuasaan yang di bantu belanda, hingga banyak terjadi penjarahan dan pembakaran di pusat kerajaan pagaruyung, berimbas hilang nya kendali kerajaan atas keamanan di wilayah kerajaan pagaruyung termasuk nagari sungai balantiak.
Dapur mudik ( sebelah barat ) di peruntukan pada penghuni pertama pemilik hak waris yang sah atas rumah gadang dan harta pusaka tinggi berupa tanah ulayat : sawah, lahan perkebunan, lokasi perkuburan suku/marga. Dapur hilir ( bagian timur di rumah gadang dekat pintu turun naik ke rumah gadang ) di peruntukan ke pendatang yang di angkat jadi saudara, tidak memiliki hak atas warisan rumah gadang dan harta pusaka tinggi/tanah ulayat suku. Penghuni penghuni rumah gadang sangat menjaga dan mengutamakan kerukunan, meminimalkan perbedaan sampai pemilik waris mau memeri harta sedikit lahan bahkan sebagian lahan pertanian nya di bagi ke pendatang penghuni rumah gadang bagian timur ( dapur hilir) untuk penghidupan mereka kemudian di wariskan turun temurun, dalam rentang waktu beberapa keturunan generasi kemudian, perbedaan antara pendatang dan pemilik hak waris yang sah kian samar. Tidak sedikit sampai menimbulkan perselisihan hak waris, sehingga banyak terjadi penyerobotan, perampasan secara sembunyi semunyi dan terang terangan atas objek lahan yang menimbulkan sengketa lahan.
Suku di sungai balantiak 1. Caniago
Dtk maradjo nan basikek omeh. Dtk mangkutak alam/ Dtk pado alam Dtk pangulu rajo. Dtk patiah. Dtk konduar. Dtk balopiah. Dtk lelo anso.
2. Piliang.
Dtk panduko/dtk indo marajo Dtk simarajo Dtk itam manih Dtk gomuak Dtk manjaindo Dtk ketumanggungan. Dtk sumajo nan putiah Dtk reno. Dtk rojo nan godang
3. Jambak
Dtk bosar/dtk rajo pangulu. Dtk indomo/ Dtk pangulu bosar. Dtk rajo malano. Dtk majo bosar Dtk maruhun nan tuo. Dtk maruhun nan di aceh Dtk maruhun. Dtk panduko rajo. Dtk panduko reno. Dtk sarimuliah.
4. Sambilan.
Dtk mandedekan. Dtk sati/dtk marasotiah. Dtk panjang lidah. Dtk gindo nan panjang Dtk panduko tuan. Dtk gindo marajo. Dtk sindo marajo. Dtk payuang/dtk tuduang Dtk pahlawan. Dtk bijo. Dtk rajo imbang.
Sungai balantiak berdiri awal tahun 1600 masehi, penduduk pertama adalah 4 kepala suku Datuak maradjo basikek omeh suku caniago, Datuak mandedekan suku koto sambilan, Datuak panduko suku piliang, Datuak bosar suku jambak. Datuak marajo datang dari sungayang tanah datar, Datuak dede dari batu sangkar, Datuak panduko dari kamang agam. Dtk bosar dari agam.
Koto tuo dan bukik badok. Di wilayah Sungai balantiak. Koto tuo merupakan wilayah pertama yang di diami masyarakat sungai balantiak, lazim bagi masyarakat minangkabau daerah pertama di diami koto tuo. Untuk menelusuri nenek moyang penduduk pertama di suatu wilayah adalah koto tuo, termasuk sungai balantiak koto tuo adalah kampung pertama untuk semua wilaya sungai balantiak di tahun 1600 awal. Nagari yang tidak memiliki koto tuo ( baca : kampung tua ), sudah bisa di pastikan wilayah atau nagari baru yang minta izin mendirikan pemukiman ke penduduk yang bermukim di koto tuo. Sebab lain nagari yang tidak memiliki koto tuo adalah wilayah buatan pemerintah belanda untuk memudahkan adminstrasi pemerintahan di zaman belanda. Wilayah sungai balantiak di tahun 1600 sampai 1890 meliputi sungai balantiak, suayan, simpang sugiran, sebahagian daerah talago dan sungai tolang bagian selatan sawah padang dan baruah andaleh. Ada beberapa fakta menguatkan luas wilayah sungai balantiak meliputi beberapa nagari yang sekarang eksis menjadi nagari administrasi mandiri sejak belanda membagi bagi wilayah lebih kecil untuk memudahkan pengelolahan administrasi wilayah. 1. Suayan, simpang sugiran, sungai talang, sawah padang tidak memiliki koto tuo, karena koto tuo empat daerah tersebut di ada di sungai balantiak. 2. Penduduk pertama yang mendiami nagari suayan, simpang sugiran, sungai talang, sawah padang, sariak laweh memiliki kekerabatan dan tali persaudaraan dengan salah satu suku/marga yang berada di sungai balantiak. 3. Ketika simpang sugiran sengketa wilayah dengan sariak laweh sekitar tahun 1850 empat kepala suku pendiri sungai balantiak di undang untuk mendamaikan dan menentukan patok batas wilayah antara simpang sugiran dan sariak laweh yang sah di terima kedua bela fihak nagari yang bersengketa, batas nagari tersebut masih di berlaku sampai sekarang. 4. Fakta ke empat orang sungai balantiak atau suku yang berada di sungai balantiak ada yang memiliki tanah atau lahan pusaka tinggi di sariak laweh, begitu juga di wilayah suayan banyak orang sungai balantiak memiliki harta pusaka tinggi di suayan.
Bukik ba adok ( bukit pertemuan ) Bukit ba adok ada di kaki rimba/hutan dalam gugusan bukit barisan, bukik ba adok berada di lingkungan koto tuo sungai balantiak tempat para datuak berempat bertemu dan memusyawarahkan daerah teritorial masing masing dari empat kepala suku penghuni pertama di sungai balantiak.
Sungai balantiak dan luhak 50 kota/luak 50 koto.