Ponding-Ponding, Tinangkung Utara, Banggai Kepulauan

desa di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah
Revisi sejak 30 November 2021 04.38 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: disekeliling → di sekeliling (WP:BAHASA))

HISTORY VILLAGE PONDING-PONDING

Oleh : Andri Wahyudin A. Saikim Bagian I

 MASA TONGGOL

Ponding-ponding adalah nama sebuah desa yang terdapat di kecamatan tinangkung utara Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah yang kurang lebih 20 km dari kota salakan kabupaten banggai kepulauan adapun asal usulnya dese tersebut ialah

A. Asal Mula Masyarakat Desa Ponding-Ponding Pada zaman dahulu yaitu Kurang lebih pada tahun 1.200 an , pada waktu itu desa ponding-ponding belum ada penghuninya yang ada hanyalah semak belukar, yang dalam hal ini adalah termasuk wilayah kekuasaan tomundo/raja bongganan. Pada suatu waktu raja bongganan dibuatkan sebuah kebun padi oleh rakyatnya disuatu tempat yang bernama momo, setelah padi menguning salah seorang putri dari raja bongganan yang bernama Seyamin ingin berekreasi/ jalan-jalan dikebun padi ayahnya lalu ia meminta izin kepada ayahnya, setelah di izinkanoleh ayahnya maka pergilah ia dan diiringi/desertai oleh beberapa dayang-dayang-Nya, setelah mereka sampai dikebun padi tersebut tiba-tiba teerjadi hujan gerimis/hujan panas turun dari langit disertai dengan gumpalan pelangi yang dimana ujung dari pelangi tersebut menuju pada tempat sang putri berada.

Tiba-tiba munculah seorang putra misterius yang berasal dari kayangan dan sedang mengendarai pelangi tersebut, lalu putra kayangan tersebut turun dihadapan putri bongganan, yang kemudian secara tiba-tiba demikian juga sang putra kayangan tersebut merasa jatuh cinta kepada sang putri, lalu dengan izin ALLAH SWT maka terjadilah hubungan percintaan antara mereka berdua yang disaksikan oleh beberapa pengawal/dayang-dayang-Nya.

Oleh karena putra kayangan itu adalah berasal dari makhluk gaib/halus maka hanya dengan tatapan mata yang di iringi oleh cinta kasih dengan izin ALLAH SWT maka terjadilah kehamilan, setelah beberapa bulan kemudian raja/tomundo bongganan telah mengetahui kehamilan anaknya diluar perkawinan maka tomundo bongganan sangat marah yang kemudian mengambil tindakan yaitu dikumpulkanlah semua pemuda-pemuda didalam wilayah kerajaan-Nya tersebut lalu dipanggillah putrinya untuk menunjuk siapa yang telah menghamilinya, sekian banyak banyaknya pemuda-pemuda yang dikumpulkan oleh ayahnya itu tidak ada seorang pun yang ditunjuk/dipilih olehnya, lalu sang putri menceritakan kejadian yang sebenarnya telah terjadi kepadanya. Dan begitu pula dengan Dayang-dayang/pengawal yang mengikuti sang putri dikebun mereka pun membenarkan kejadian tersebut dan mereka berani bersumpah dihadapan raja bongganan bahwa sang putri tidak melakukan perzinaan, disebabkan karena mereka tidak pernah berpisah dengan sang putri disaat itu, karena setelah terjadinya peristiwa itu tiba-tiba sang putra kayangan telah kembali melalui pelangi tersebut, Raja Bongganan (Kambalong) sangat malu karena kehamilan anaknya tanpa melalui pernikahan itu didalam dan diluar kerajaan-Nya.

Beberapa lama kemudian sang putri telah melahirkan seorang anak laki-laki yang berselendangkan pelangi dan anak tersebut diberi nama Mardin/ Laso Tandalo setelah beberapa bulan kehamilan mardin raja tetap marah dan mengambil keputusan bahwa anaknya Seyamin dan cucunya Mardin/Laso Tandalo tersebut harus diasingkan diluar kerajaan/istana Bongganan. Kemudian Raja bongganan mengutus 12 kepala keluarga untuk menemani anak dan cucunya dalam perasingan yang kemudian mereka ditempatkan disebelah utara kerajaan bongganan yang sekarang tempat tersebut bernama labotan ponding-ponding. Dan kemudian mereka diberikan wilayah kekuasaan Ponding ponding oleh tomundo bongganan mulai dari batu gong (perbatasan kautu salakan) sampai perbatasan luksagu dan ponding ponding yaitu sungai tatakalai (paisu babasal). Itulah asal mula masyarakat Ponding Ponding

B. Asal Usul Nama Ponding-Ponding Asal-usul nama desa ponding-ponding yaitu ketika kemudian disuatu saat ditempat ponding-ponding pertama kali berada yaitu disuatu hutan rimba yg sekarang bernama labotan ponding-ponding (bertempat di atas desa kautu) yang kemudian mereka menemukan suatu sehelai akar kayu yang bergerak gerak sendiri meskipun tidak tertiup oleh angin maka mereka pun tertarik dengan kayu akar tersebut yg bergerak gerak sendiri maka dengan saat itu mereka menamakana tempat mereka itu adalah Pondi Ponding (yang artinya bergerak gerak) maka pada waktu itu juga mereka menamakan tempat tinggal mereka dengan nama Pondi-Ponding, yg kemudian berubah menjadi Ponding Ponding. kemudian kurang lebih pada tahun 1.300an mereka berpindah tempat tinggal yang awalnya dari Labotan Pondi-Ponding menuju ke wilayah lenggetan dikarenakan untuk mempermudah mendapatkan pasokan air. dan pada saat itu seorang yang diberikan kepercayaan untuk memimpin yaitu anak dari Seyamin atau cucu dari tomundo Bongganan yang bernama Mardin (Laso Tandalo) selanjutnya Mardin menikahi salah satu rakyat dan melahirkan Nggobus, selanjutnya Nggobus melahirkan 4 orang anak yang bernama 1. Tuang 2. Tambaikon 3. Pinulut 4. Salo. Kemudian anak dari Nggobus yang bernama Salo dinikahi oleh Andi Praja (menurut ceritanya Andi Praja adalah seorang putra Raja Bone yang menghilang dari kerajaan Bone). Dari hasil pernikahan tersebut kurang lebih pada abad ke 16 maka Andi Praja di nobatkan menjadi Tonggol (sekarang kepala desa), dan hasil pernikahan dari Salo dan Andi Praja melahirkan seorang anak yang bernama Sobit, Sobit pun melanjutkan kepemimpinan Ayahnya menjadi Tonggol. Selanjutnya Sobit menghasilkan dua orang anak yang masing-masing bernama Kuantum dan Bansung, dan putranya yang bernama Kuantum lah yang meneruskan kepemimpinan ayahnya dan kemudian jabatan tonggol di ambil alih oleh anak Kuantum yaitu Tamai Kolutok.

C. Masa Perjuangan

Tiba saatnya basalo songulolua menjadi basalo tinangkung kurang lebih pada tahun 1824 masyarakat tinangkung adalah keturunan sebahagian kecil dari rakyat kerajaan bongganan yang dahulu mereka diperintahkan raja untuk berkebun di wilayah tinangkung dan lama kelamaan mereka telah menjadi suatu desa yang sekarang bernama desa tinangkung. Dilain sisi ponding-ponding sudah berkembang sehingga sudah membuat perkampungan perkampungan kecil yang masih terpisah pisah tetapi bersatu dalam satu pemerintahan yang dipimpin oleh seorang tonggol dibawah kekuasaan basalo tinangkuung. Suatu kekeliruan yang pernah dilakukan oleh basalo tinangkung yaitu basalo Songulolua dalam menjalankan pemerintahan terhadap rakyatnya yang tinggal didesa ponding-ponding akhirnya yang menyebabkan ponding-ponding bertindak untuk berdiri sendiri dalam pemerintahan yaitu ingin berpisah dari babasaloan tinangkung

Penyebab sehingga masyarakat ponding-ponding ingin berdiri sendiri dari pemerintahan yaitu, apabila Raja Banggai meminta ayam pada tonggol ponding-ponding melalui perantara pemerintah basalo tinangkung tetapi ternyata yang disampaikannya pada tonggol ponding-ponding bahwa Raja Banggai meminta kambing, dan akhirnya kambingnya di tahan di tinangkung dan ayam dari tinangkung yang dikirim ke kerajaan Banggai, dan jika Raja Banggai meminta kambing pada ponding-ponding melalui perantara tinangkung maka utusan basalo tinangkung menyampaikan pada ponding ponding bahwa Raja Banggai meminta manusia (budak) pada tonggol ponding-ponding, lalu kambing yang ada di tinangkung yang akan dikirim ke banggai dan budak tersebut ditahan di tinangkung dan dipekerjakan ditinangkung. Demikianlah perlakuan basalo tinangkung untuk memeras kehidupan tonggol ponding-ponding. Setelah kebohongan besar tersebut di ketahui oleh tonggol ponding-ponding lalu tonggol ponding-ponding yang pada saat itu bernama Tamai Kolutok mengundang tokoh-tokoh masyarakatnya lalu mereka mengadakan suatu musyawarah bersama yang kemudian melahirkan satu keputusan bahwa ponding-ponding harus berdiri sendiri dan berpisah dari pemerintahan basalo tinangkung. Maka mulai pada saat itu mereka tidak mau lagi tunduk dibawah pemerintahan basalo tinangkung, untuk mengantisipasi kemarahan ataupun penyerangan dari basalo tiangkung terhdap ponding ponding maka mereka pun segera membuat sebuah pertahanan berupa benteng yang terbuat dari batu yang tersusun rapat dan tinggi dan batu tersebut di ambil dari kampung peley tua dengan cara potamba tambaikon (mereka berbanjar dari peley tua sampai ponding-ponding dan memberi berikan batu tersebut) yang kemudian diletakan diatas sebuah bukit yang sampai sekarang masih ada bekas-bekas dari benteng tersebut. Berbulan bulan mereka dalam permusuhan tibalah saatnya basalo tinangkung bersama rakyatnya menyerang masyarakat Pondi ponding dan merekapun telah mengepung di sekeliling benteng pertahanan tersebut namun basalo tinangkung dan rakyatnya tidak bisa memasuki benteng tersebut sebab dimuka pintu benteng pertahanan mereka itu dibentangkan sebatang pohon yang besar dengan maksud apabila basalo tinangkung bersama rakyatnya telah menyerbu sambil menaiki tangga benteng pertahanan mereka itu maka batang pohon besar yang dibentangkan itu seketika akan segera dilepaskan terguling kebawah dengan perhitungan (perkiraan) kemungkinan besar bahwa mereka pasti akan tertimpa dengan pohon tersebut, untunglah basalo tinangkung beserta rakyatnya masih banyak berpikir tidak tergesa-gesa dalam proses penyerbuannya itu, yang kemudian mereka hanya menantikan tonggol ponding poning bersama rakyatnya untuk keluar dari benteng pertahanan mereka itu. Berhubung tonggol ponding-ponding bersama rakyatnya sudah mulai kurangan bahan makanan sedangkan musuh mereka masi tetap menanti dibawah benteng pertahanan ponding-ponding , lalu mereka mengadakan suatu cara (taktik) yaitu sisa-sisa makanan yang masi tersisa mereke lemparkan kehadapan basalo tinangkung dan rakyatnya, Yang kemudian salah seorang diantara rakyatnya basalo tinangkung berkata lihatlah karena banyaknya perbekalan mereka makanan yang masih baik (bagus) mereka buang percuma saja, sedangkan kita juga sudah kehabisan perbekalan, olehnya itu marilah kita kembali saja ke tinagkung nanti permusuhan kita ini kita hadapkan dan laporkan kepada raja banggai bahwasanya ponding-ponding telah mengadakan perlawanan, lalu kembalilah mereka dengan membawa kekecewaan oleh karena usaha mereka tidak berhasil. Setelah raja banggai mengetahui permusuhan kedua bela pihak tersebut maka merekapun segera diundang untuk menghadap raja banggai disamping itu mereka dimintakan membawa seorang utusan tiap-tiap pihak yang berselisih sambil membawa satu benda yang dijadikan bahan taruan. Utusan tinangkung yang bernama tamai Yolundu menyediakan subuah bambu yang besar dan keras yang dalam bahasa banggainya dinamakan pontung sedangkan utusan ponding-ponding yang diwakili tonggolnya sendiri yaitu tamai kolutok membawa sebuah bambu kecil yang tidak berlubang yang dalam bahasa banggainya dinamakan talambatu. Aturan dari pertarungan tersebut adalah siapa yang dapat mematahkan atau menghancurkan bahan taruhan dari salah seorang lawan maka kemenangan berada ditangannya. Peristiwa itu disaksikan oleh banyak rakyat di kerajaan banggai dan rajanya pada waktu itu bernama Tomundo/Raja Laota (mbumbu doi tinombok) pada tahun 1825. Maka pertama utusan ponding-ponding yang memberikan bahan taruhannya yaitu talambau kepada utusan tinangkung agar supaya dapat dipatahkan atau dihancurkan, berulang kali tamai yolundu (utusan tinangkung) mencoba untuk mematahkan taruhannya tamai kolutok namun sayang ia tidak dapat mematahkannya, selanjutnya tiba giliran utusan ponding-ponding yaitu tamai kolutok untuk mematahkan bahan taruhannya utusan tinangkung, dengan keyakinan yang teguh bahwasanya mereka adalah tergolong pihak yang benar sambil meminta bantuan dari pilogot mereka tiba tiba kemasukanlah (kesurupan) tamai kolutok dengan roh roh halus dari orang orang terdahulu yang terkuat, yaitu roh yang mereka selalu puja puja sesuai dengan kepercayaan mereka terdahulu, maka bahan taruhan dari tinangkung itu dapat dipatahkan bahkan tamai kolutok menghancur leburkan bagaikan orang yang menghancurkan bibit sayur bayam. Kemudian tamai kolutok melihat sebuah batu besar yang terletak di dekat istana kerajaan banggai yang kemudian segera di ambilnya lalu dibelah dengan tangan nya sendiri dan akhirnya pecah dan terbelah menjadi dua bagian, lalu pecahan pertama dilemparkannya kelahan disebelah timur dan pecahan yang kedua dilemparkannya dilahan sebelah barat sambil ia mengucap sumpah sebagai berikut : nanti kedua pecahan batu besar tersebut telah bersambung sendirinya barulah rakyat ponding-ponding bisa bersatu kembali dengan rakyat tinangkung dan tujuh keturunan antara tinangkung dan ponding ponding tidak boleh mengadakan hubungan perkawinan. Mulai pada saat itu tomundo banggai menetapkan bahwasanya ponding ponding telah disahkan untuk berdiri sendiri dalam menjalankan pemerintahannya, sekembaliannya utusan ponding ponding dari banggai lalu dengan hasil kesepakatan antara tamai kolutuk bersama rakyat melalui musyawarah maka mereka menetapkan bahwasanya yang menjadi basalo (kepala desa) ponding ponding yaitu seorang keturunan dari tomundo (raja) bongganan maka dipilihlah SULIAN sebagai basalo pertama Ponding Ponding dan Sulian termasuk saudara sepupu dari tamai kolutok.Itulah sebabnya sehingga ponding ponding bisa berpisah dari pemerintahan basalo tinangkung.

BAGIAN II MASA BASALO Sistem pemerintahan penduduk desa ponding ponding pada masa penjajahan belanda sudah mengalami pemerintahan yang teratur dan memiliki kurang lebih 3.000 jiwa penduduk yang tersebar di 15 perkampungan kecil, dan masyarakat ponding ponding yang terdiri dari lima belas kelompok perkampungan kecil yang dalam bahasa daerah banggai di istilahkan benseno yang dipimpin satu kepala desa yang digelari basalo (orang yang besar/ terkemuka), berikut adalah nama nama kampung kecil tersebut. 1.Lenggetan 9. Kengkeng 2.Lesak 10. Tolopo 3.Teteno 11. Piudi 4.Lepan 12. Tokoang 5.Bakoatan 13. Libuak 6.Sipit 14. Lepan 7.Kadingis 15. Panapi 8.Unas

Masyarakat desa ponding ponding yang tadinya tinggal di pedalaman dan terbagi dalam 15 kelompok kecil dan kemudian mereka diajak untuk turun berkampung didekat pantai maka dari ke 15 kelompok tersebut di gabung menjadi 2 perkampungan yang dipisahkan oleh sungai dan dua kampung tersebut bernama popidolon dan bit, meskipun tempat mereka berlainan nama bit dan popidolon tetapi nama desa dalam pemerintahan tetaplah bernama desa ponding ponding.

A. Kepercayaan/ Agama

Penduduk desa ponding-ponding pada saat menjalani proses kehidupan yaitu bercocok tanam dan memelihara ternak, mereka juga telah mengaku sebagai pemeluk agama islam tetapi islam-Nya mereka itu hanya sebagai simbol semata sementara dalam kebiasaan sehari hari mereka lebih dominan dalam proses penyembahan berhala yang biasa disebut Bapilogot sekalipun mereka telah mengaku sebagai pemeluk islam, nanti pada abad ke 16 setelah kedatangan seorang pemuda yang berasal dari kerajaan bone yang bernama Andi Praja kemudia beliau diangkat/ dilantik menjadi tonggol ponding-ponding karena telah memperistrikan salah seorang wanita yang berketurunan dari raja bongganan. Disamping beliau menjalankan roda pemerintahan ia juga mengajarkan ajaran islam yang diperdalamkan-Nya kedalam jiwa masyarakatnya. Kemudian zaman berganti zaman, setelah tiba saatnya pemerintahan basalo muada dan wakilnya bernama souon yaitu pada tahun 1915 maka masuklah salah satu organisasi islam yang bernama Sarikat Islam (SI) yang langsung dipelopori oleh kapitan souon sendiri, dengan masuknya organisasi SI di desa ponding-ponding ini maka penyembahan berhala tersebut mulailah berkurang. Kemudian Setelah pemerintahan H. Abdulah Laabani yaitu pada tahun 1948 maka masuklah satu organisasi lagi yang bernama Muhammadiyah dibawa pengaruh oleh langkai betus dari totikum, yang dimana Muhammadiyah ini sangat berperan dalam pengaruhnya didalam lingkungan tatanan sosial yang mengakibatkan masyarakat desa pondi—ponding yang awalnya mengikuti organisasi Sarikat Islam (SI) kemuddian berpinddah ke organisasi Muhammadiyah dibawahi oleh pimpinan H. Abdullah Laabani sendiri, dan penyembahan berhala dimasa itu segera diberantas secara berlahan lahan. Pada tahun 1950 muhamaadiyah pernah melakukan pembakaran rumah-rumah berhala sehingga lenyaplah penyembahan berhala didesa ini.

Berikut adalah susunan Nama –Nama Tonggol, Basalo Serta Kepala Desa Ponding-Ponding serta mencakup Lalong yang pada saat itu desa Lalong Masi Menjadi Sub Desa Ponding-Ponding.

Nama nama tonggol 1. Tonggol Nggobus ± 1530 – 1590 2. Tonggol Pinulut ± 1590 – 1630 3. Tonggol Andi Praja ± 1630 – 1680 4. Tonggol Sobit ± 1680 – 1720 5. Tonggol Kantum ± 1720 – 1777 6. Tonggol Tamai Kolutok ± 1777 – 1825

Nama nama basalo (Kepala Desa) 1. Basalo Sulian ± 1825 – 1840 2. Basalo Mbua Mbuang ± 1840 – 1848 3. Basalo Salobang ± 1848 – 1860 4. Basalo Bobungkut ± 1860 – 1870 5. Basalo Saluna ± 1870 – 1899 6. Basalo Muada ± 1899 – 1920 7. Basalo Delimo ± 1920 – 1923 8. Basalo Lapando ± 1923 – 1925 9. Basalo Launtung Kamagi ± 1925 – 1930 10.Basalo Kunak ± 1930 – 1932 11.Basalo Mindalan ± 1932 – 1936 12.Basalo H. Abdullah Laabani ± 1936 – 1938 13.Basalo Tes Tanggalang ± 1938 – 1940 14.Basalo H. Abdullah Laabani ± 1940 – 1948 15.Basalo Matong Kabikai ± 1948 – 1951 16.Basalo H. Adil Pase ± 1951 – 1959 17.Basalo H. Laba Mangadang ± 1959 – 1960 18.Basalo Madi L. Nihi ± 1960 – 1964 19.Kepala Desa H. Laba Mangadang ± 1964 – 1968 20.Kepala Desa Abdullah Molumu ± 1968 – 1976 21.Kepala Desa H. Laba Mangadang ± 1976 – 1980 22.Kepala Desa M. Tanggalang ± 1980 – 1990 23.Kepala Desa Nihan Dullah 1990 – 2000 24.Kepala Desa Halil Pasiki 2000 – 2005 25.Kepala Desa Halil Pasiki 2005 – 2012 26.Kepala Desa Arsin Sandibi 2012 – 2018 27.Kepala Desa Arsin Sandibi 2018 - Sekarang

Narasumber

1. Muh. Farid Molumu 2. Alm. Babo Hamidu Basan ( mantan kepala kantor urusan agama kec. tinangkung) 3. Alm. Imam Sulaiman Pantanemo 4. Alm. Haji Ali molumu 5. Alm. Sulaiman Peisu ( Kapitan/Kepala Jaga I Desa Lalong) 6. Alm. Launtung Kamagi ( Mantan Basalo Ponding Ponding/Lalong) 7. Alm. Bundel Kansi ( Tokoh Masyarakat Ponding ponding/ Lalong)