Etika politik

Revisi sejak 8 Desember 2021 07.06 oleh Elis (WMID) (bicara | kontrib) (Membalikkan revisi 19522506 oleh Elis(WMID) (bicara))

Etika politik adalah praktik pemberian nilai terhadap tindakan politik dengan berlandaskan kepada etika.[1] Kajian etika politik melingkupi filsafat dan etika.[2] Tindakan politik di dalam etika politik dinilai menggunakan filsafat politik dengan berdasarkan pada kebaikan dan keburukan yang ditimbulkannya.[3] Etika politik merupakan salah satu jenis dari etika sosial.[4] Fungsi dari etika politik adalah sebagai salah satu pengatur keseimbangan di dalam pemisahaan kekuasaan antara lembaga legislatif dan eksekutif.[5] Etika politik dikatakan mengambil peran dalam budaya politik jika memiliki kemampuan untuk mengendalikan lembaga-lembaga dan mekanisme politik.[6] Manfaat dari etika politik adalah tercapainya nilai kebangsaan yang dilandasi oleh norma dan kaidah politik.[7]

Tujuan

Etika politik bertujuan untuk bertujuan untuk mempertahankan prinsip-prinsip moral yang digunakan untuk mengatur politik di dalam masyarakat. Tujuan etika politik berkaitan dengan cara pertanggungjawaban politikus terhadap tindakan politiknya dan legitimasi moral. Etika politik juag bertujuan memberikan aturan-aturan dalam pemberian pengakuan wewenang agar tetap sesuai dengan kehidupan masyarakat.[8]

Ruang lingkup

Di dalam suatu bangsa, etika politik merupakan salah satu etika yang membentuk kehidupan berbangsa.[9] Etika politik mengkaji tentang tanggung jawab manusia sebagai warga negara sekaligus sebagai manusia. Ruang lingkup etika politik terbatas pada teori-teori yang membahas tentang cara yang bertanggung jawab dalam kegiatan legitimasi politik. Etika politik tidak dibangun melalui prasangka dan emosi yang bersifat apriori. Prinsip pembentukan etika politik ialah argumentasi yang rasional dengan sudut pandang yang objektif. Etika politik juga tidak turut serta dalam kajian politik praktis, tetapi hanya memberikan penilaian objektif terhadap permasalahan ideologi politik.[10]

Ukuran

Etika politik bersifat rasional dan nyata karena dapat diukur menggunakan kebaikan umum sebagai acuannya.[11] Ukuran yang digunakan dalam etika politik adalah moral. Peran moral adalah menentukan nilai dari suatu tindakan politik termasuk etis atau tidak etis. Suatu tindakan politik dikatakan etis ketika terdapat sikap toleransi, menghargai perbedaan pendapat, dan mengutamakan kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan golongan atau egoisme.[12]

Prinsip

Subsidiaritas

Prinsip subsidiaritas merupakan salah satu prinsip etika politik yang mengharuskan segala urusan politik untuk dikelola oleh kekuasaan politik yang lebih rendah. Kekuatan politik atau pemerintah dengan kekuasaan yang lebih tinggi tidak harus ikut serta dalam menangani urusan politik. Prinsip ini umumnya diwujudkan dalam delegasi kekuasaan politik melalui desentralisasi. Tujuan dari prinsip subsidiaritas adalah pembagian kekuasaan politik. Pembagian kekuasaan ini akan mempermudah pemerintah dalam memenuhi kepentingan masyarakat khususnya pada pelayanan publik. [13]

Peran

Legitimasi kekuasaan politik

Kekuasaan politik dapat memperoleh legitimasi politik dengan mematuhi etika politik. Dalam membentuk kekuasaan politik, etika poltik mempunyai dua peran yaitu sebagai filsafat moral dan sebagai tata krama. Sebagai filsafat moral, etika politik mengatur bagaimana aspek politik yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Sementara sebagai tata krama, etika politik menjadi acuan moral dalam sifat segala tindakan politik yang dilakukan oleh manusia.[14]

Pencegahan konflik

Etika politik dapat menjadi alat pencegahan konflik di dalam masyarakat jika dibangun atas dasar nilai kebangsaan.[15] Peran nilai kebangsaan adalah sebagai alat pengendali terhadap individu di dalam masyarakat dan individu yang diberikan hak kepemimpinan. Pengendalian dari nilai kebangsaan berbentuk pengendalian atas tanggung jawab pemimpin dan masyarakat sebagai warga negara.[16]

Pluralisme

Pluralisme di dalam suatu negara digunakan untuk menyatukan berbagai kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan dalam bidang teologi, historiologi maupun sosiologi. Etika politik dapat membentuk pluralisme jika disertai dengan etika sosial. Sebaliknya, krisis ekonomi yang tidak disertai dengan etika politik akan menghasilkan pemberontakan dan perlawanan dari warga negara terhadap negaranya.[17]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Handoyo, E., Susanti, M. H., dan Munandar, M. A. (2016). Etika Politik (PDF) (edisi ke-2). Semarang: Widya Karya. hlm. 271. ISBN 978-602-8517-37-9. 
  2. ^ Magnis-Suseno, Franz (2016). Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 1. ISBN 978-602-03-3470-7. 
  3. ^ Darmadi, Hamid (2020). Putra, R. Masri Sareb, ed. Apa Mengapa Bagaimana Pembelajaran Pendidikan Moral Pancasila dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn): Konsep Dasar Strategi Memahami Ideologi Pancasila dan Karakter Bangsa. Jakarta: An1mage. hlm. 275. ISBN 978-602-6510-91-4. 
  4. ^ Pratama, Fidya Arie (2018). Nurdiawan, Odi, ed. Etika Profesi Sistem Informasi Akuntansi. Bantul: Penerbit K-Media. hlm. 5. 
  5. ^ Pimpinan dan Anggota DPRD Kalteng (2004). 45 Tahun Kiprah dan Pengabdian DPRD Kalimantan Tengah. Jakarta Timur: Penerbit Indomedia. hlm. 297. ISBN 979-97336-6-9. 
  6. ^ Lembaga Pemiihan Umum (1987). Buku Pelengkap X Pemiliihan Umum 1987: Yang Berhubungan dengan Kehumasan Pemilihan Umum Tahun 1987. Jakarta: Lembaga Pemilihan Umum. hlm. 767. 
  7. ^ Haryatmoko (2010). Dominasi Penuh Muslihat: Akar Kekerasan dan Diskriminasi. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama. hlm. 68. ISBN 978-979-22-5881-3. 
  8. ^ Setiawan, A. A., dkk. (2016). Demokrasi Bukan Democrazy. Malang: Media Nusa Creative. hlm. 41. ISBN 978-602-6931-16-0. 
  9. ^ Indrawan, Y., Suherman, A., dan Andana, T., ed. (2006). Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia: Sejarah, Realita, dan Dinamika. Jakarta: Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. hlm. 78. 
  10. ^ Rohani, Edi (2019). Wardani, Ida Kusuma, ed. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan: Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Perspektif Santri. Wonosobo: Gema Media. hlm. 152–153. ISBN 978-602-6957-87-0. 
  11. ^ Sandur, Simplesius (2019). Filsafat Politik dan Hukum Thomas Aquinas. Sleman: Penerbit PT Kanisius. hlm. 202. ISBN 978-979-21-5856-4. 
  12. ^ Kusuma, Mahendra (2020). Pergulatan Intelektual untuk Politik dan Demokrasi. Palembang: Bening Media Publishing. hlm. 114. ISBN 978-623-95571-6-4. 
  13. ^ Keraf, A. Sonny (2010). Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. hlm. 226. ISBN 978-979-709-526-0. 
  14. ^ Sulaiman (2016). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi (PDF). Banda Aceh: Yayasan PeNA Banda Aceh. hlm. 31. ISBN 978-602-1620-46-5. 
  15. ^ Butarbutar, Martua P. (2015). Waluyo, Dwitri, ed. Hedonisme Arus Balik Demokrasi. Jakarta: Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat. hlm. 28. ISBN 978-602-9888-04-1. 
  16. ^ Butarbutar, Martua P. (2021). Gerak UOUS: Idealisme, Komitmen, Intuisi, Cita. Martua P. Butarbutar. hlm. 133. 
  17. ^ Sahrasad, H., dan Mulky, M. A. (2020). Salahuddin, Zulfikar, ed. Agama, Politik dan Perubahan Sosial. Freedom Foundation dan Universitas Malikussaleh Press. hlm. 88. ISBN 978-1-71658-617-0.