Psikologi klinis

salah satu bidang ilmu psikologi selain psikologi pendidikan, psikologi industri dan organisasi, dan lain-lain.

Psikologi klinis ialah salah satu bidang ilmu psikologi selain Psikologi Pendidikan, Psikologi Industri dan Organisasi, dan lain-lain. Psikologi klinis menggunakan konsep-konsep psikologi abnormal, psikologi perkembangan, psikopatologi dan psikologi kepribadian, serta prinsip-prinsip dalam assesmen, diagnosis dan intervensi, untuk dapat memahami dan memberi bantuan bagi mereka yang mengalami masalah-masalah psikologis, gangguan penyesuaian diri dan tingkah laku abnormal.

Psikologi Klinis mempelajari orang-orang abnormal atau subnormal. Tugas utamanya adalah menggunakan tes yang merupakan bagian integral suatu pemeriksaan klinis yang biasanya dilakukan di rumah sakit. Namun secara luas, Psikologi Klinis adalah bidang psikologi yang membahas dan mempelajari kesulitan-kesulitan serta rintangan-rintangan emosional pada manusia, tidak memandang apakah ia abnormal atau subnormal. Menurut Phares (1992), psikologi klinis menunjuk pada bidang yang membahas kajian, diagnosis, dan penyembuhan (treatment) masalah-masalah psikologis, gangguan (disorders) atau tingkah laku abnormal.

Dari pengertian dan definisi di atas terlihat bahwa psikologi klinis mencakup assesmen atau psikodiagnostik, penelitian, dan terapi bagi masalah-masalah psikologis, gangguan penyesuaian diri, maupun perilaku abnormal.

Psikolog klinis

Psikolog klinis adalah ahli di bidang psikologi klinis yang memiliki latar belakang Sarjana Psikologi pada kurikulum lama; atau Magister Psikologi Profesi dengan bidang Psikologi Klinis pada kurikulum baru. Magister Profesi Psikologi Klinis (anak dan/dewasa) menempuh masa studi selama 5 (lima) semester atau minimal 2,5 (dua setengah) tahun, serta paling lama 10 (sepuluh) semester atau 5 (lima) tahun [1] dan memiliki gelar (M.Psi, Psikolog).

Psikolog klinis bertugas memberikan jasa dan praktik psikologi klinis untuk menolong individu atau kelompok dalam rangka pemeriksaan dan intervensi psikologis untuk upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif maupun paliatif pada masalah psikologi klinis. Psikolog klinis yang sah memiliki Surat Tanda Registrasi Psikolog Klinis (STRPK) dan Surat Izin Praktik Psikolog Klinis (SIPPK) dari pemerintah.[2] Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) adalah organisasi profesi resmi wadah berhimpunnya tenaga Psikolog Klinis di Indonesia.[3]

Pendekatan Holistik mengungkapkan bahwa seorang yang sakit fisik juga sekaligus sakit mental, karena hubungan resiprokal antara aspek fisik dan mental tidak dapat dimungkiri keberadaannya.[4] Dengan demikian, di samping perawatan medis seorang pasien sering membutuhkan pendampingan Psikolog Klinis untuk membantu pemulihan kesehatan aspek mentalnya.[4] Apalagi, ketegangan emosi seseorang yang mengalami kesulitan memecahkan masalah psikologis yang dihadapi sering memanifestasi dalam bentuk keluhan fisik.[4]

Istilah Dalam Psikologi Klinis

Yap Kie Hien (1968) mengemukakan beberapa istilah lain untuk “Psikologi Klinis”. Istilah-istilah tersebut adalah:

  • Psikopatologi, adalah bidang yang mempelajari patologi atau kelainan dari proses kejiwaan. Istilah ini digunakan dalam lingkungan psikiatri. Psikopatologi sebenarnya tidak masuk psikologi klinis, tetapi seorang psikolog klinis harus menguasai psikopatologi agar berhasil dalam pekerjaan diagnostiknya.
  • Psikologi medis, merupakan suatu penjabaran dari psikologi umum dan psikologi kepribadian untuk ilmu kedokteran. Tujuannya adalah untuk melengkapi pengetahuan dokter tentang gambaran biologis manusia dengan gambaran kehidupan kejiwaan, fungsi-fungsi psikis, berpikir, pengamatan, afek serta kehidupan perasaan pada manusia normal.
  • Psikologi abnormal, istilah ini baru populer pada tahun 50-an. Nama ini diciptakan oleh psikolog-psikolog yang ingin mengklasifikasi keadaan yang tidak normal yang mungkin terjadi pada individu.
  • Psikologi Konflik dan Patopsikologi, kedua nama ini diusulkan untuk menunjukkan bahwa seseorang yang membutuhkan pertolongan psikolog tidak selalu “sakit”. Pertolongan psikolog dapat diberikan kepada mereka yang mengalami kesulitan, misalnya konflik, ketegangan, dan sebagainya yang dapat mengganggu keseimbangan.
  • Kesehatan mental dan higienis mental. Istilah higienis mental lebih dekat dengan bidang kedokteran. Istilah ini lebih banyak membahas dari segi penyembuhan. Kesehatan mental lebih banyak membahas dari segi preventifnya. Higienis mental bertugas mempertahankan dan memelihara kesehatan mental dan mencegah terjadinya gangguan mental.

Disfungsi psikologis

Gangguan mental menurut model medis dan psikologis

Menurut model medis, penyakit mental adalah suatu penyakit dengan sebab yang natural yang dapat dikaji secara ilmiah dan dapat diobati. Konsep media mengenai disfungsi psikologis:

  1. Penyakit adalah akibat yang memiliki etiologi.
  2. Penyakit merupakan gangguan organik murni.
  3. Penyakit psikologis analog dengan penyakit fisik.
  4. Penderita mendapatkan penyakit bukan karena adanya kesalahan pada dirinya.
  5. Penyembuhan tergantung pada intervensi dari profesional yang terlatih
  6. Penyakit merupakan proses universal dan bukan kultural, meskipun manifestasinya dipengaruhi oleh kultural.

Namun menurut model psikologis, Psikopatologis bukan hanya penyakit pada fungsi psikologis tetapi juga sebagai disorder (gangguan) yang disebabkan oleh faktor psikologis yaitu faktor kesadaran dan ketidaksadaran. Orientasi terkini terhadap gangguan mental:

  • Gangguan mental sebagai kondisi biomedis dan harus dirawat di RS, intervensi dengan obat.
  • Gangguan mental sebagai kondisi psikologis dan sosial dan perawatan dengan psikoterapi.

Konsep normal dan abnormal

Seseorang dikatakan normal bila,

  1. Tidak sakit
  2. Dalam kondisi rata-rata seperti orang lain
  3. Memiliki konformitas terhadap norma sosial
  4. Memiliki kematangan secara ideal atau hampir ideal
  5. Sehat
  6. Kepribadian yang berfungsi sempurna

Adapun definisi abnormal sendiri adalah:

  1. Statistical Infrequency
  2. Disability or Dysfunction
  3. Personal Distress
  4. Violation of Societal Norms

PENYEBAB

a. Penyebab gangguan psikologis mempunyai 3 faktor, yaitu:

  1. Faktor Biologis: Keturunan genetis, Kondisi medis, Kerusakan otak, Paparan stimulus tertentu dari lingkungan.
  2. Faktor Psikologis: Pengalaman traumatis, Asosiasi yang dipelajari, Distorsi persepsi, Pola pikir irasional
  3. Faktor Sosiokultural: Hubungan intim, Interaksi social, Politik, Diskrimasi kelompok.

b. Prinsip Biopsikososial

Psikologi klinis menggunakan istilah BIOPSIKOSOSIAL untuk menjelaskan interaksi antara tiga dimensi penyebab abnormalitas, yaitu:

Faktor Biologis:

  • Genetik
  • Gangguan dalam fungsi fisik: Kondisi medis (contoh: hormon tiroid tidak seimbang)
  • Kerusakan otak: Stimulus lingkungan (contoh: racun)

Faktor Psikologis:

Pengalaman hidup yang bermasalah:

  • Interpersonal – antar individu (contoh: perceraian)
  • Intrapsikis – antara pikiran dan perasaan (contoh:interpretasi irasional)

Faktor Sosiokultural:

Siklus pengaruh sosiokultural:

  • Immediate circle – orang2 paling sering berinteraksi, contoh: pasangan.
  • Extended circle – hubungan yg lebih luas dibandingkan immediate circle, contoh: keluarga besar, teman sekolah.
  • Environment circle – orang2 di sekitar kita namun jarang berinteraksi, contoh: satpam.

c. Perspektif Biopsikososial

Diathesis-Stress Model:Setiap individu dilahirkan dengan membawa predisposisi (diathesis) masing-masing yang membuat mereka memiliki risiko mengalami gangguan psikologis bila mengalami pengalaman hidup tertentu.

Asesmen Psikologi Klinis

Asesmen dalam Psikologi Klinis ialah pengumpulan informasi untuk digunakan sebagai dasar bagi keputusan-keputusan yang akan disampaikan oleh penilai (Bernstein&Nietzel, 1980, hal.99).

Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya kesalahan dalam melakukan asesmen:

  • Inadequate information
  • Unrepresentative behavior
  • Stereotypes
  • Personal biases


Menurut Bernstein dan Nietzel (1980) ada empat komponen dalam proses asesmen psikologi klinis, yakni:

  1. Perencanaan dalam Prosedur Pengumpulan Data
  2. Pengumpulan Data Melalui Wawancara, Observasi dan Tes
  3. Pengolahan Data dan Pembentukan Hipotesis
  4. Mengomunikasikan data asesmen

Etika dalam Asesmen Psikologi Klinis

  • Proses pengumpulan informasi, pemrosesan data, dan penyusunan laporan asesmen membuat psikolog klinis memiliki informasi pribadi subjek
  • Informasi pribadi tersebut sering kali bersifat sensitif sehingga klien tidak ingin informasi tersebut diungkapkan pada orang lain
  • Psikolog klinis memiliki tanggung jawab etik untuk menggunakan dan menyajikan seluruh informasi yang terkumpul dengan hati-hati

Intervensi Psikologi Klinis

Secara umum intervensi adalah upaya untuk mengubah perilaku, pikiran atau perasaan seseorang. Psikoterapi merupakan salah satu intervensi dalam konteks hubungan antara psikolog dan klien atau pasien. Tujuan psikoterapi adalah untuk pemecahan masalah, untuk peningkatan kemampuan seseorang mengatasi masalahnya sendiri, pencegahan timbulnya masalah, peningkatan kemampuan seseorang untuk lebih berbahagia (Phares, 1992).

Referensi

  1. ^ https://ap2tpi.or.id/wp-content/uploads/2019/05/Keputusan-Bersama-AP2TPI-dan-HIMPSI-TENTANG-KURIKULUM-PROFESI.pdf (PDF). Diakses tanggal 2021-03-25
  2. ^ Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Psikolog Klinis
  3. ^ "IPK Indonesia". Ikatan Psikolog Klinis Indonesia. Diakses tanggal 2020-02-25. 
  4. ^ a b c "Mengenal Layanan Psikologi Klinis". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-02-02. Diakses tanggal 16 Juni 2011.