Inersia kognitif (cognitive inertia) adalah kecenderungan untuk orientasi tertentu dalam cara individu berpikir tentang suatu isu, keyakinan ataupun strategi untuk menolak perubahan. Dalam literatur klinis dan ilmu saraf dapat didefinisikan sebagai kurangnya motivasi untuk menghasilkan proses kognitif yang berbeda yang diperlukan untuk mengatasi masalah atau isu. Inertia ditandai dengan karakteristik yang menyebabkan suatu kebiasaaan[1] dan pola masalah bersifat fundamental.[2] Secara istilah fisika inersia adalah untuk menekankan kekakuan dan resistensi terhadap perubahan dalam metode pemrosesan kognitif yang telah digunakan untuk waktu yang cukup lama. Biasanya karena bingung dengan keyakinan ketekunan, sehingga dapat diartikan dimana inersia kognitif sebagai ketekunan bagaimana seseorang menafsirkan informasi selain dari ketekunan dari keyakinan itu sendiri. Misalnya, dalam ilmu manajemen dan organisasi, ungkapan "Inersia kognitif" menggambarkan fenomena bahwa manajer mungkin gagal untuk mengevaluasi kembali situasi bahkan dalam menghadapi maupun mengubah situasi tersebut.[3]

Inersia kognitif telah secara kausal terlibat dalam mengabaikan ancaman yang akan datang terhadap kesehatan atau lingkungan seseorang, nilai-nilai politik yang bertahan lama dan defisit dalam pengalihan tugas. Ketertarikan pada fenomena tersebut sebagian besar diambil oleh psikolog ekonomi dan industri untuk menjelaskan resistensi terhadap perubahan loyalitas merek, brainstorming kelompok dan strategi bisnis.[4] Dalam pengaturan klinis, inersia kognitif telah digunakan sebagai alat diagnostik untuk penyakit neurodegeneratif, depresi, dan kecemasan. Kritikus telah menyatakan bahwa istilah tersebut terlalu menyederhanakan proses pemikiran yang resisten dan menyarankan pendekatan yang lebih integratif yang melibatkan faktor motivasi, emosi dan perkembangan.

Sejarah dan metode

Awal mula

Inersia kognitif berawal pada epistemologi filosofis dimana berasal dalam pengurangan kelembaman kognitif yang ditemukan dalam dialog Socrates yang ditulis oleh Plato. Socrates membangun argumennya dengan menggunakan keyakinan pencela sebagai premis kesimpulan argumennya. Dengan melakukan hal itu, Socrates mengemukakan bahwa kekeliruan pemikiran posesif yang mendorong untuk berubah pikiran atau menghadapi kenyataan bahwa proses pemikiran mereka bertentangan.[5] Cara untuk memerangi kegigihan gaya kognitif juga terlihat dalam metode silogistik Aristoteles yang menggunakan konsistensi logis dari premis untuk meyakinkan individu tentang validitas kesimpulan.[6]

Pada awal abad kedua puluh, dua pakar paling awal dalam psikolog eksperimental yakni Müller dan Pilzecker, mengemukakan bahwa ketekunan pemikiran sebagai "kecenderungan gagasan, setelah sekali memasuki kesadaran, untuk bangkit kembali secara bebas dalam kesadaran". Müller menggambarkan ketekunan dengan menggambarkan ketidakmampuannya sendiri untuk menghambat strategi kognitif lama dengan tugas pergantian suku kata, sementara istrinya dengan mudah beralih dari satu strategi ke strategi berikutnya. Salah satu peneliti kepribadian paling awal, W. Lankes, mendefinisikan ketekunan secara lebih luas sebagai "terbatas pada sisi kognitif" dan mungkin "dilawan oleh kemauan yang kuat". Ide awal ketekunan ini adalah pendahulu bagaimana istilah inersia kognitif akan digunakan untuk mempelajari gejala tertentu pada pasien dengan gangguan neurodegeneratif, ruminasi dan kemurungan.[7][8]

Psikologi kognitif

Dalam studi awal McGuire yang melibatkan inersia kognitif, peserta memberikan pendapat mereka tentang seberapa besar kemungkinan mereka mempercayai berbagai topik. Seminggu kemudian mereka kembali untuk membaca pesan yang berhubungan dengan topik yang telah mereka berikan pendapat mereka. Pesan-pesan disajikan secara faktual dan ditargetkan untuk mengubah keyakinan peserta tentang seberapa besar kemungkinan topik tersebut. Segera setelah membaca pesan, dan satu minggu kemudian, para peserta dinilai kembali tentang seberapa besar kemungkinan mereka mempercayai topik tersebut. Merasa tidak nyaman dengan inkonsistensi informasi terkait dari pesan dan peringkat awal mereka pada topik, McGuire percaya para peserta akan termotivasi untuk mengubah peringkat probabilitas mereka agar lebih konsisten dengan pesan faktual.[9] Namun, pendapat peserta tidak serta merta bergeser ke arah informasi yang disajikan dalam pesan. Sebaliknya, pergeseran ke arah konsistensi pemikiran informasi dari pesan dan topik semakin kuat seiring berjalannya waktu, sering disebut sebagai "rembesan" informasi.[10] Kurangnya perubahan itu disebabkan karena kegigihan dalam proses berpikir individu yang ada yang menghambat kemampuan mereka untuk benar mengevaluasi kembali pendapat awal mereka, atau sebagai McGuire menyebutnya, inersia kognitif.[11]

Referensi

  1. ^ Inter-American Development Bank (2016). Saving for Development: How Latin America and the Caribbean Can Save More and Better. US: Palgrave Macmillan. hlm. 226. ISBN 9781349949281. 
  2. ^ M. Sachs; A.R. Roy (2003). Mach's Principle: And the Origin of Inertia (PDF). Apeiron. hlm. ii. ISBN 9780973291100. 
  3. ^ Alós-Ferrer, Carlos; Hügelschäfer, Sabine; Li, Jiahui (2016). "Inertia and Decision Making" (PDF). Journal Frontiers in Psychology. 7: 1. doi:10.3389/fpsyg.2016.00169. PMC 4754398 . PMID 26909061. 
  4. ^ Jost, John T.; Sidanius, Jim. Key Readings in Social Psychology: Political Psychology (PDF). New York: Psychology Press. hlm. 1. ISBN 1-84169-069-4. 
  5. ^ Jones, Jean G.; Simmons, Herbert W. (2017). Persuasion in society (PDF). New York, NY: Routledge. ISBN 9781138825659. OCLC 975176277. 
  6. ^ Rapp, Christof (August 2012). "Chapter 22: Aristotle on the Moral Psychology of Persuasion". Dalam Sheilds, Christopher. The Oxford Handbook of Aristotle (PDF). Oxford University Press. hlm. 589–610. ISBN 9780195187489. 
  7. ^ Santangelo, Gabriella; D'Iorio, Alfonsina; Maggi, Gianpaolo; Cuoco, Sofia; Pellecchia, Maria Teresa; Amboni, Marianna; Barone, Paolo; Vitale, Carmine (2018). "Cognitive correlates of "pure apathy" in Parkinson's disease". Parkinsonism & Related Disorders. 53: 101–104. doi:10.1016/j.parkreldis.2018.04.023. ISSN 1353-8020. PMID 29706433. 
  8. ^ Koval, Peter; Kuppens, Peter; Allen, Nicholas B.; Sheeber, Lisa (2012). "Getting stuck in depression: The roles of rumination and emotional inertia". Cognition & Emotion. 26 (8): 1412–1427. doi:10.1080/02699931.2012.667392. ISSN 0269-9931. PMID 22671768. 
  9. ^ McGuire, William J. (1966). "The Current Status of Cognitive Consistency Theories". Dalam Feldman, Shel. Cognitive Consistency: Motivational Antecedents and Behavioral Consequents (PDF). Academic Press Inc. hlm. 1–46. ISBN 0122526503. 
  10. ^ Cook, Thomas D.; Burd, John R.; Talbert, Terence L. (1970). "Cognitive, Behavioral and Temporal Effects of Confronting a Belief with Its Costly Action Implications". Sociometry. 33 (3): 358–369. doi:10.2307/2786163. ISSN 0038-0431. JSTOR 2786163. 
  11. ^ McGuire, William J. (1960). "Cognitive consistency and attitude change". The Journal of Abnormal and Social Psychology. 60 (3): 345–353. doi:10.1037/h0048563.