Anabaptis
Bagian dari seri |
Protestanisme |
---|
Portal Kristen |
Anabaptis (bahasa Yunani: ανα βαπτιζω - dibaptis kembali) adalah orang Kristen yang dimasukkan ke dalam kategori Reformasi Radikal. Mereka tidak memiliki suatu organisasi yang resmi dan memiliki berbagai-bagai variasi. Sepanjang sejarah ada banyak kelompok Kristen yang disebut sebagai Anabaptis, namun istilah Anabaptis khususnya menunjuk kepada kelompok Anabaptis pada abad ke-16 di Eropa.
Saat ini dari kelompok abad ke-16 tersebut yang masih tertinggal adalah kaum Amish, Hutterit, Mennonit, Gereja Persaudaraan, Persaudaraan Kristen, dan beberapa variasi Gereja Baptis Jerman lainnya.
Baptisan orang percaya merupakan salah satu ciri utama kepercayaan kaum Anabaptis, dan mereka menolak baptisan untuk anak bayi oleh orang tua mereka. Kepercayaan ini ditentang keras oleh kelompok Kristen Protestan lainnya pada periode itu, oleh sebab itu anggota kelompok ini dianiaya dan banyak yang dihukum mati selama abad ke-16 hingga abad ke-17.
Anabaptis dan Reformasi Protestan
Pada masa Reformasi Protestan banyak muncul sayap-sayap kekristenan yang baru, yang terkenal di antaranya Gereja Lutheran dan Gereja Reform dan Gereja Presbiterian dapat dikategorikan sebagai sayap yang konservatif. Mereka dapat dikatakan merupakan kelanjutan dari Gereja yang Katolik di wilayah mereka masing-masing. Pada prinsipnya, Lutheranisme hanya menolak hal-hal di dalam Gereja Katolik Roma yang dianggap terang-terangan dilarang di Alkitab. Gereja Reform bertindak lebih jauh lagi dengan hanya mengambil dari Gereja Katolik Roma hal-hal yang mereka anggap didasarkan dari Alkitab. Masing-masing berusaha untuk menjadi gereja untuk seluruh komunitas. Keduanya melanjutkan tradisi baptisan anak dan dengan hal tersebut maka mereka mengganggotakan ke dalam gereja yang nampak (atau gereja yang kelihatan, yakni suatu gereja yang spesifik) seluruh orang yang lahir di komunitas tersebut.
Tentang hal tersebut, sebenarnya Luther tidak sepenuhnya setuju karena hal tersebut tidak sepenuhnya sejalan dengan keyakinan dasarnya, yakni sola fide atau keselamatan hanya karena iman saja. Kalvin, yang teologinya menjadi dasar Gereja Reform, mengajarkan bahwa banyak yang dibaptis dengan cara demikian tidak berarti mereka orang-orang yang dipilih dan banyak di antara mereka yang tidak termasuk ke dalam gereja yang tak kelihatan (yakni mereka yang diselamatkan, atau masuk ke surga), yang keanggotaannya hanya diketahui oleh Allah saja. Namun masing-masing, baik Luther maupun Kalvin, menginginkan agar gereja yang terlihat dapat menjangkau seluruh komunitas di wilayah mereka masing-masing.
Dalam hubungannya dengan negara, meskipun mereka mengetahui bahwa negara tidaklah sempurna dan dipenuhi dosa, namun keduanya menjaga hubungan yang dekat dengan pemerintah negara, karena mereka percaya bahwa negara diberi kekuasaan oleh Allah. Kalvin dan Gereja Reform secara umum selangkah lebih jauh dari Luther dan menginginkan pemisahan Gereja dan negara. Namun keduanya bekerja sama dengan negara.
Kepercayaan Anabaptis
Anabaptisme, dalam berbagai wujudnya, merupakan sayap yang lebih radikal dari Lutheranisme maupun Kalvinisme, dan berada lebih jauh dari definisi umum iman kekristenan daripada cabang kekristenan yang lain. Namun demikian pengikut Anabaptis mereka memiliki beberapa persamaan-persamaan. Pada umumnya mereka percaya pada Alkitab, terutama Perjanjian Baru sebagai otoritas tertinggi mereka dan membuang segala yang tidak dapat mereka temukan di dalam kumpulan tulisan-tulisan tersebut. Mereka ingin untuk kembali ke bentuk kekristenan purba (gereja mula-mula) pada abad pertama, maka dari itu mereka cenderung menolak banyak hal dalam kekristenan yang datangnya dari Gereja Katolik Roma, lebih daripada Gereja Lutheran dan Reform. Mereka percaya kepada gereja yang "dikumpulkan", berbeda dari komunitas pada umumnya, namun terdiri dari orang-orang yang telah mengalami kelahiran baru. Mereka menolak baptisan anak karena bertentangan dengan Kitab Suci, karena mereka menganggap satu-satunya baptisan yang sah adalah yang dilakukan pada orang percaya yang memiliki kesadaran. Dari situlah mereka mendapat julukan "Anabaptis", yang membaptis dua kali, walaupun bagi mereka julukan tersebut sebenarnya tidak tepat, karena menurut mereka baptisan bayi bukan merupakan baptisan. Mengenai bentuk baptisan, di mata mereka bukan merupakan hal yang terpenting. Bagi kebanyakan, bentuk yang mereka pakai bukanlah baptisan selam, melainkan baptisan percik.
Kebanyakan Anabaptis tidak berurusan dengan negara. Beberapa terang-terangan menolak bekerja sama dengan negara. Banyak di antaranya yang percaya bahwa orang Kristen tidak selayaknya maju perang. Mereka biasanya mengundurkan diri dari masyarakat dan membentuk komunitas tersendiri yang tidak terkontaminasi oleh dunia di sekitar mereka. Bentuk kebaktian mereka sederhana. Pada jaman keemasannya gerakan ini menciptakan banyak himne baru. Beberapa di antara mereka menantikan hari terakhir dalam sejarah dan datangnya Yesus yang kedua kalinya untuk mendirikan kerajaan seribu tahunNya. Banyak yang percaya bahwa pada mereka digenapi nubuatan dan bahwa Roh Kudus terus memimpin dan berbicara. Beberapa menolak ketuhanan Yesus dan menganggapnya hanya sebagai pemimpin dan contoh. Banyak yang menjadi misionaris, tidak hanya untuk menarik orang Kristen ke ajaran mereka, melainkan juga mencita-citakan agar Injil dapat disebarkan kepada seluruh umat manusia. Ajaran moral mereka sangat ketat dan makanan, pakaian, dan perkataan mereka sangat sederhana.
Kaum Anabaptis memiliki standar moralitas yang tinggi. Standar tersebut tidak hanya berasal dari ajaran agama, tetapi juga etika. Mereka tidak percaya keselamatan dapat diperoleh melalui usaha manusia, namun mereka mengajarkan bahwa jika keselamatan tersebut murni, maka dengan sendirinya akan membuahkan perbuatan-perbuatan yang baik. Mereka mengeluarkan dari persekutuan mereka orang-orang yang tidak memenuhi standar mereka. Di antara kritikus-kritikus mereka yang paling kritis pun tidak dapat membantah bahwa kaum Anabaptis adalah orang-orang yang jujur, suka damai, mampu mengendalikan diri dalam hal makan dan minum, menjauhi bahasa dan kata-kata kasar, bermoral baik, lemah lembut, dan tidak memiliki rasa iri, tamak, dan sombong. Banyak di antara mereka sama sekali tidak menyentuh minuman beralkohol. Mereka bersungguh-sungguh berusaha untuk hidup menurut standar etika yang diajarkan Yesus dalam apa yang disebut sebagai Kotbah di Bukit. Usaha mereka hampir sama dengan biarawan Katolik, yakni sama-sama mencari kesempurnaan melalui komunitas yang terpisah dari dunia, namun mereka tidak hidup selibat seperti biarawan, melainkan menikah dan berkeluarga.Tida
Tidak jarang kaum Anabaptis dianiaya secara pahit oleh kaum Protestan dan Katolik, karena bagi mereka Anabaptis dianggap kaum revolusioner yang membahayakan dan mengganggu aturan yang telah tertata. Beberapa wujud Anabaptis kemungkinan merupakan kelanjutan dari kelompok-kelompok yang dianggap sesat pada abad-abad pra-Reformasi. Penganiayaan yang mereka alami tidak menghapuskan jejak mereka di benua Eropa, dan beberapa dari mereka masih bertahan. Lebih lanjut, mereka juga berkontribusi terhadap kemunculan atau perkembangan gerakan-gerakan di Britania, terutama kaum Independen, Baptis, dan Quaker. Melalui kaum-kaum ini, terutama dua yang pertama, wajah kekristenan pada abad ke-18 dan ke-19 akan dipengaruhi secara besar-besaran.
Referensi
- Kenneth Scott LaTourette, A History of Christianity: Reformation to the Present (A History of Christianity Volume II: A.D. 1500-A.D. 1975), Peabody, MA, Prince Press, 1975, Cetakan keenam - Januari 2005, Bab 34, hal. 778-787.
Bibliografi Bab 34:- R. H. Bainton, The Travail of Religious Liberty. Nine Biographical Studies, Philadelphia, The Westminster Press, 1981, hal. 772.
- E. B. Bax, Rise and Fall of the Anabaptists, New York, The Macmillan Co., 1903, hal. 407. (tentang bab Münster).
- H. S. Bender, Conrad Grebel, c.1498-1526, the Founder of the Swiss Brethren Sometimes Called Anabaptists, Goshen, IN, The Mennonite Historical Society, 1950, hal. xvi, 326.
- H. S. Bender, Menno Simon's Life and Writings. A Quadricentennial Tribute 1536-1936, Scottdale, PA ,Mennonite Publishing House, 1936, hal viii, 110.
- A. Coutts, Hans Denck, 1495-1527, Humanist and Heretic, Edinburgh, Macniven & Wallace, 1927, hal. 262.
- H. E. Dosker, The Dutch Anabaptists, Philadelphia, The Westminster Press, 1921, hal. 310.
- R. Friedmann, Mennonite Piety Through the Centuries, Its Genius and Literature, Goshen, IN, The Mennonite Historical Society, 1949, hal. xv, 287.
- J. Horsch, Menno Simons, His Life, Labors, and Teachings, Scottdale, PA, Mennonite Publishing House, 1916, hal 324.
- J. Horsch, Mennonites in Europe, Scottdale, PA, Mennonite Publishing House, 1942, hal xiii, 425.
- R. J. Smithson, The Anabaptists: Their Contribution to Our Protestant Heritage, London, James Clarke & Co., foreword, 1935, hal 228.
- H. C. Vedder, Balthazar Hübmaier, The Leader of the Anabaptists, New York, G. P. Putnam's Sons, 1905, hal. xxiv, 333.
- F. L. Weis, The Life and Teachings of Ludwig Hetzer, a Leader and Martyr of the Anabaptists, 1500-1529, Dorchester, MA, Underhill Press, 1930, hal. 239.
- J. C. Wenger, Glimpses of Mennonite History and Doctrine, Scottdale, PA, Herald Press, 2nd ed., 1947, hal. 258.