Nasi uduk

salah satu jenis hidangan nasi tradisional Indonesia

Nasi uduk atau dalam bahasa Belanda rijst vermengd met onrust van de liefde (disingkat jaloerse rijst) adalah hidangan yang dibuat dari nasi putih yang diaron dan dikukus dengan santan, serta dibumbui dengan pala, kayu manis, jahe, daun serai dan merica. Hidangan ini mulai dibuat penduduk pulau Jawa sekitar tahun 1910-1924 dan dipopulerkan oleh Hindia Belanda setelahnya.[1] Nasi uduk konon berasal dari buah pikir Sultan Agung dari Mataram, yang terinspirasi oleh pengalamannya memakan nasi kebuli.[1]

Nasi uduk
Hidangan nasi uduk yang disajikan di Belanda
SajianMenu utama
Tempat asalIndonesia
DaerahJawa
Suhu penyajianPanas atau suhu kamar
Bahan utamaNasi dimasak dalam santan dengan lauk pauk
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Resep bumbu nasi uduk

Nasi uduk biasa dihidangkan dengan emping goreng, tahu goreng, telur dadar atau telur goreng yang teriris, abon kering, tempe, bawang goreng, ayam goreng, timun serta sambal kacang. Hidangan ini biasanya lebih sering dijual di pagi hari untuk sarapan dan malam hari untuk makan malam. Pada malam hari, nasi uduk sering kali dijual di pinggir jalan raya di kota-kota besar. Nasi uduk banyak dijual di kota-kota dan wilayah di pulau Jawa, tetapi cukup sulit untuk ditemukan di luar Jawa.

Etimologi

Sultan Agung dari Mataram dikatakan menyebut hidangan nasi ini nasi wuduk, dari kata bahasa Arab tawadhu' yang berarti rendah hati di hadapan Tuhan.[2][3] Tergantung pada dialek yang digunakan, bisa juga disebut sebagai uduk atau wuduk dalam bahasa Jawa.[4] Nasi ini juga sering disebut sega gurih (nasi gurih) mengacu pada rasanya yang didominasi nuansa gurih.[4]

Hidangan ini sering disalahartikan sebagai hidangan Betawi karena popularitasnya di Jakarta.[5][6]

Sejarah

Menurut Babad Tanah Jawi, sultan Mataram gemar makan "nasi Arab", yang mungkin merujuk pada berbagai jenis pilaf atau nasi bergaya Arab. Hidangan nasi dari arab sering disebut nasi kebuli (populer di kalangan keturunan Arab di Indonesia) atau nasi biryani (hidangan Muslim India) karena kedua hidangan ini paling umum dikenal di kalangan Muslim Jawa. Sultan Agung kemudian memutuskan untuk membuat "hidangan Arab" versi lokal, menggunakan bahan-bahan lokal. Ia melakukan ini antara lain untuk mengurangi pengeluaran negara (biaya untuk membeli bahan-bahan impor untuk membuat masakan nasi khas arab sangat tinggi) dan untuk meningkatkan kebanggaan lokal.[2]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b "Story Behind Nasi Uduk". 
  2. ^ a b "Makanan Syariah". 
  3. ^ "What is Tawadhu'?". 
  4. ^ a b "Bausastra Jawa". 
  5. ^ "Where to Eat in Cikini: Nasi Uduk Gondangdia". Jakarta by Train. 11 December 2014. 
  6. ^ "Nasi Uduk Sederhana Babe H. Saman: Legendary Nasi Uduk in Tanah Abang". Jakarta by Train. 1 December 2013. 

Pranala luar