Dialek Indramayu
Halaman pengalihan
Mengalihkan ke:
TIDAK PERLU BUAT ARTIKEL TANDINGAN, KEMBANGKAN ARTIKEL YANG NUDAH ADA
Sejarah
Catatan tentang wilayah indramayu (Kerajaan Manukrawa) ada dalam naskah wangsakerta, kerajaan kecil itu berada dibawah Kerajaan Tarumanegara, pada abad ke-5 wilayah indramayu juga pernah menjadi bagian kerajaan sunda, kemudian sumedang larang.
Bahasa Jawa di Indramayu mulai dicatat ketika pengelana Portugis Tom pires pada tahun sekitar 1512-1515. berkunjung ke pelabuhan cimanuk salah satu dari enam pelabuhan yang dikunjungi, lima lainya banten, pontang, tangerang dan sundakelapa. Tome pires juga menyaksikan Sungai Cimanuk yang indah, penduduknya berbahasa jawa di sebelah timur sungai dan berbahasa sunda di sebelah barat, tetapi kedua suku itu sudah biasa berinteraksi dan berniaga. Tom pires juga memaparkan adanya kerajaan sunda dan kerajaan jawa , ia menyebutkan pada masa sebelumnya kerajaan jawa dipimpin prabu brawijaya(kerajaan majapahit). kaitan cimanuk hilir (indramayu) dengan majapahit sejalan dengan bukti arkeologis di Desa Dermayu , Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu kini, yakni berupa makam di sekitar tepi Sungai Cimanuk pada pusara tersebut, menurut penelisik arkeolog nanang saptono (2000). terdapat ukiran pada batu pusara tersebut berupa "Surya Majapahit" yaitu lambang negara majapahit, kompleks makam tersebut dijaga petugas dari cagar budaya wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta dan Serang dibawah Ditjen Kebudayaan Kemdikbud RI, makam tersebut berkaitan dengan tokoh ternama arya dillah atau arya damar , Bupati Palembang pada masa Majapahit.
Kaitan arya damar dihubungkan pula dengan nama raden kusen / kin san (adik raden patah demak) yang juga putra arya damar, seperti yang dicatat dalam babad mertasinga yang dipaparkan filolog Raffan S.Hasyim, Raden Kusen menjalani hukuman agar mendalami agama islam disekitar Sungai Cimanuk, setelah peristiwa terbunuhnya sunan ngundung (ayah sunan kudus) di wilayah Kesultanan Demak Raden susen yang juga adik raden patah berbeda ayah , akhirnya menetap disekitar Sungai Cimanuk, bahkan beristri penduduk sekitar dan menurunkan silsilah hingga pada Ki Geden Penganjang dan Ki Geden Paoman.
Realitas seperti itu memiliki kaitan dengan tersebarnya Bahasa Jawa disekitar Indramayu yang cenderung dari pengaruh masa Majapahit abad ke-15 hingga sekarang kata-kata Bahasa Jawa kuno dan pertengahan masih digunakan penduduk Indramayu, seperti kata "Reyang" (Saya untuk laki2), Dermaga yang artinya Jalan raya, Kuwu (Kepala desa), Lebu (Balai desa), Manjing (Masuk), Rabi (Istri), Laki (Suami), Kisik (Pantai), Umah (Rumah), Miyang (Pergi) Dan sebagainya.
Bahasa Jawa di Indramayu juga semakin mendapatkan pengaruh setelah majapahit runtuh karena pengaruh Walisongo melalui Kesultanan Demak dan Cirebon, bahkan sebelumnya pengaruh kuat dalam syiar islam di Indramayu oleh uwak Sunan Gunung Jati, yakni mbah kuwu cerbon atau walangsungsang atau cakrabuana, ki somadullah , abdullah iman, syiar itu bersama-sama Ki Gedhen itu berada di kompleks pemakaman gunung jati, Cirebon. disitu Bahasa Jawa di Indramayu mengikuti fase Bahasa Jawa pertengahan, kemudian mulai tahun 1628-1629 pengaruh fase Bahasa Jawa baru masuk dari Kesultanan Mataram (sultan agung) yang saat itu menguasai hampir seluruh Pulau Jawa pada saat itu terjadi penyerbuan ke Batavia tetapi dua kali penyerangan itu mengalami kekalahan, salah satu laskar Sultan Agung dari bagelan bernama Wiralodra Kemudian diangkat menjadi adipati dermayu (indramayu) catatan Belanda menyebutnya angka tahun 1678.
Bahasa Jawa di Indramayu sekarang menjadi dialek sendiri berdasarkan pengaruh dari fase Jawa kuno pertengahan dan baru, tidak hanya pengaruh dari Mataram, sultan agung yang merupakan fase jawa baru, demikian pula tidak ada dari pengaruh dari Jawa Banyumas, pada awalnya hanya saja, pada tahun 1920 ketika belanda selesai membangun waduk di wilayah barat indramayu banyak terjadi migrasi dari Brebes, Tegal, Cirebon dan Wilayah timur Indramayu ke wilayah barat Indramayu yang subur. Adanya migrasi tersebut menjadi penduduk di wilayah barat Indramayu , sehingga penyebutan diri di Indramayu ada yang menyebut dirinya "Inyong", "Isun", Dan Reyang, Wilayah Inyong Ada dibeberapa blok atau desa atau sekitar 10% secara umum dan keseluruhan, di kabupaten indramayu untuk penyebutan diri adalah "Reyang" yang mempunyai arti (Saya untuk laki-laki), Dan "Kita" (Saya untuk laki-laki dan perempuan).[1]
Referensi
- ^ Supali Kasim, Kamus Hidup Budaya Dermayu Kompas, Diakses tanggal 3 April 2020.
Pranala luar
- Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa (PUEBJ)
- Leksikon bahasa Jawa di Sastra.org
- Bausastra Jawa oleh W.J.S. Poerwadarminta
- Kamus bahasa Indonesia-Jawa
- Kamus bahasa Jawa-Inggris di SEAlang Projects