Abdurrahman Baswedan

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan

AR Baswedan (Kota Surabaya 9 September 1908 - DKI Jakarta, 16 Maret 1986) adalah nama populer dari Abdurrahman Baswedan, seorang nasionalis, jurnalis, pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat dan juga sastrawan Indonesia. AR Baswedan pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Menteri Muda Penerangan RI pada Kabinet Sjahrir, Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), Anggota Parlemen dan Anggota Dewan Konstituante. AR Baswedan adalah salah satu diplomat pertama Indonesia dan berhasil mendapatkan pengakuan de jure dan de facto pertama bagi eksistensi Republik Indonesia yaitu dari Mesir.

Berkas:AR-Baswedan.png
AR Baswedan (1939)
Berkas:AR Baswedan.Lukisan.cropped.1947.jpg
AR Baswedan, Menteri Muda Penerangan (1947)
Berkas:AR Baswedan.Pas Foto.1970an.jpg
AR Baswedan (1970an)

AR Baswedan adalah seorang pemberontak di zamannya. Harian Matahari Semarang memuat tulisan Baswedan tentang orang-orang Arab, 1 Agustus 1934. AR Baswedan memang peranakan Arab, walau lidahnya pekat bahasa Jawa logat Surabaya, bila berbicara. Dalam artikel itu terpampang foto Baswedan mengenakan blangkon. Ia menyerukan pada orang-orang keturunan Arab agar bersatu membantu perjuangan Indonesia. Ia mengajak keturunan Arab, seperti dirinya sendiri, menganut asas kewarganegaraan ius soli: di mana saya lahir, di situlah tanah airku.

4 Oktober 1934, setelah pemuatan artikel yang menghebohkan itu, ia mengumpulkan para peranakan Arab di Semarang. Dalam kongres para pemuda perananakan Arab itu dikumandangkan Sumpah pemuda keturunan arab yang menyatakan Indonesia sebagai tanah air dan akan berjuang untuk mendukung tercapainya kemerdekaan Indonesia. Lalu berdirilah Partai Arab Indonesia (PAI), dan AR Baswedan dipilih sebagai ketua. Sejak itu ia tampil sebagai tokoh politik. Harian Matahari pun ditinggalkannya. Padahal, ia mendapat gaji 120 gulden di sana, setara dengan 24 kuintal beras waktu itu. Demi perjuangan, katanya.

Ia memang wartawan tangguh. Bekerja bukan untuk gaji. Di Sin Tit Po ia mendapat 75 gulden -- waktu itu beras sekuintal hanya 5 gulden. Toh ia tetap keluar dan memilih bergabung dengan Soeara Oemoem, milik dr. Soetomo dengan gaji 10-15 gulden sebulan. Karena itu, Soebagio I.N., dalam buku Jagat Wartawan, memilih Baswedan sebagai salah seorang dari 111 perintis pers nasional yang tangguh dan berdedikasi.

Sebagai wartawan pejuang Baswedan produktif menulis. Ia sastrawan, penyair, dan seniman. Pidatonya atraktif. Mahir dalam seni teater. Banyak sajak-sajak yang ia gubah. Ia menguasai bahasa Arab, juga bahasa Inggris dan bahasa Belanda, selain bahasa Indonesia tentunya. Karya AR Baswedan yang telah dibukukan antara lain: “Debat sekeliling PAI”, yang dicetak tahun 1939, beberapa catatan berjudul “Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab” (1934), “Rumah Tangga Rasulullah”, diterbitkan Bulan Bintang 1940. Selain itu buah pikiran dan cita-cita AR Baswedan yang diterbitkan oleh Sekjen PAI Salim Maskati. Dan “Menuju Masyarakat Baru”, sebuah cerita Toneel dalam 5 Bagian.

Perjuangan AR Baswedan berlanjut di republik baru. Bersama dengan Haji Agus Salim (Menteri Muda Luar Negeri), Rasyidi (Sekjen Kementrian Agama), Muhammad Natsir dan St. Pamuncak, AR Baswedan (Menteri Muda Penerangan) menjadi delegasi diplomatik pertama yang dibentuk oleh negara baru merdeka ini. Mereka melobi para pemimpin negara-negara Arab. Perjuangan ini berhasil meraih pengakuan pertama atas eksistensi Republik Indonesia secara de facto dan de yure oleh Mesir. Lobi panjang melalui Liga Arab dan di Mesir itu menjadi tonggak pertama keberhasilan diplomasi yang diikuti oleh pengakuan negara-negara lain terhadap Indonesia, sebuah republik baru di Asia Tenggara.

AR Baswedan menikah dengan Sjaichun. Di tahun 1948 Sjaichun meninggal dunia di Kota Surakarta karena serangan malaria. Tahun 1950 AR Baswedan menikah lagi dengan Barkah Ganis, seorang tokoh pergerakan perempuan, di rumah KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta, Muhammad Natsir bertindak sebagai wali dan menikahkan mereka. Dia dikarunia 11 anak dan 45 cucu. AR Baswedan menyelesaikan naskah autobiografinya di Jakarta pada akhir bulan Februari 1986. Sekitar 2 minggu kemudian, kondisi kesehatan AR Baswedan menurun dan meninggal. AR Baswedan dimakamkan di TPU Tanah Kusir berdampingan dengan para pejuang Indonesia yang menolak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

Peninggalan AR Baswedan adalah koleksi buku-bukunya yang berjumlah lebih dari 5.000 buku. Wasiat AR Baswedan adalah buku-buku itu dijadikan perpustakaan. Buku-buku berbahasa Arab, Belanda, Inggris, dan Indonesia itu ditata rapi (dengan katalog modern) di kamar depan -yang dahulu menjadi ruang kerjanya- di rumahnya di Yogyakarta dan masyarakat luas (terutama kaum mahasiswa) bisa dengan mudah mengakses koleksi buku-buku peninggalan AR Baswedan ini. AR Baswedan banyak berinteraksi dengan anak-anak muda. Beberapa anak muda yang dekat dengan AR Baswedan diantaranya adalah Alm. Ahmad Wahib, Anhar Gonggong, Emha Ainun Nadjib, Gunawan Muhammad, Lukman Hakiem (PPP), Syu'bah Asa, Taufiq Effendi (MenPan), WS Rendra dan hampir semua aktivis muda di Yogyakarta pada periode 1960an s/d 1980an.

Pejuang ini sangat sederhana dan tidak pernah memikirkan harta material. Sampai akhir hayatnya AR Baswedan tidak memiliki rumah. Dia dan keluarga menempati rumah pinjaman di dalam kompleks Taman Yuwono di Yogyakarta, sebuah kompleks perumahan yang dipinjamkan oleh Haji Bilal untuk para pejuang revolusi saat Ibukota di RI berada diYogyakarta. Mobil yang dimilikinya adalah hadiah ulang tahun ke 72 dari sahabatnya Adam Malik, saat menjabat Wakil Presiden.

AR Baswedan wafat pada tanggal 16 Maret 1986 setelah beberapa hari sakit dan dirawat di Rumah Sakit Islam Jakarta dan jasadnya dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir Jakarta.

Galeri

Berkas:AR Baswedan.Mesir.Tandatangan.1947.jpg
Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Mesir menandatangani pengakuan Kemerdekaan dan Kedaulatan Republik Indonesia disaksikan HA Agus Salim (Menteri Luar Negeri) dan AR Baswedan (Menteri Muda Penerangan)
Berkas:AR Baswedan.Mesir.Diskusi.small.jpg
HA Agus Salim, Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Mesir, dan AR Baswedan sedang mendiskusikan isi naskah pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia

Pranala Luar

Di awal September 2008, media massa di Indonesia menuliskan kisah perjuangan AR Baswedan sebagai peringatan 100 tahun kelahirannya. Selain media nasional, puluhan koran daerah memuat riwayat perjuangannya. Berikut ini beberapa tulisan yang bisa diakses melalui internet:

Sumber

  • (Inggris) Huub De Jonge, Abdul Rahman Baswedan and the Emancipation of the Hadramis in Indonesia, Asian Journal of Social Science, Volume 32, Number 3, 2004 , pp. 373-400(28)
  • (Indonesia) Alwi Shahab, Sumpah Pemuda Arab, republika.co.id, 16 September 2007.
  • (Indonesia) Howard Dick, Surabaya the City of Work, a socioeconomic History 1900-2000, Center for International Studies, Ohio University, 2002.
  • (Indonesia) Suratmin, Abdurrahman Baswedan; Karya dan Pengabdiannya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Jakarta, 1989, hal 49-50.
  • (Indonesia) Apa dan Siapa; Abdur Rahman Baswedan, Pusat Data dan Analisa Tempo, www.pdat.co.id.
  • (Indonesia) Alwi Shahab, Partai Arab Indonesia, republika.co.id, 6 Januari 2002.
  • (Indonesia) Awal Sejarah Besar Itu dalam Profil Jama’ah Shalahuddin UGM, www.js.ugm.ac.id.
  • (Indonesia) Lihat catatan pendahuluan Djohan Effendi dalam buku Pergolakan Pemikiran Islam, Catatan Harian Ahmad Wahib yang diterbitkan Pustaka LP3ES, Jakarta, cetakan keenam, Februari 2003.
  • (Indonesia) AR Baswedan Dalam Pergerakan Nasional
  • (Indonesia) Sumpah Pemuda Arab
  • (Indonesia) Aljazair Anugerahkan Medali kepada 13 Tokoh RI

Lihat pula