Gamelan Keraton Yogyakarta

Revisi sejak 25 Januari 2022 06.20 oleh Apandi0798 (bicara | kontrib) (perbaikan ejaan)

Gamelan Keraton Yogyakarta merupakan alat musik tradisional sekaligus salah satu benda pusaka. Sebagai alat musik tradisional, gamelan adalah ansambel bertangga nada pentatonis berlaras slendro atau pelog. Gamelan disebut juga gansa yang merupakan singkatan tiga sedasa (tiga dan sepuluh). Gangsa atau tiga sedasa merujuk pada bahan pembuat gamelan. Ia berupa perpaduan tiga bagian tembaga dan sepuluh bagian timah. Perpaduan tersebut dianggap sebagai bahan baku terbaik pembuatan gamelan dan biasa disebut perunggu.

Satu perangkat gamelan terdiri dari kendang, bonang, panerus, gender, gambang, suling, siter, clempung, slenthem, demung dan saron. Selain itu ada gong, kenong, kethuk, japan, kempyang, kempul dan peking.

Keraton Yogyakarta mempunyai sekitar 21 perangkat gamelan. Ke-21 perangkat gamelan tersebut terbagi menjadi dua, Gangsa Pakurmatan dan Gangsa Ageng. Gangsa atau gamelan Pakurmatan dimainkan terutama untuk mengiringi Hajad Dalem atau upacara adat keraton, upacara keneegaraan yang penting seperti Jumenengan (upacara penobatan) Sultan, menyambut tamu terhormat, pernikahan kerajaan, Gareber, perayaan Sekaten, kedatangan tamu keraton dan mengiringi latihan baris-berbaris prajurit putri. Gangsa Pakurmatan yang dimiliki Keraton Yogyakarta terdiri dari: Kanjeng Kiai Guntur Laut, Kanjeng Kiai Kebo Ganggang, Kanjeng Kiai Guntur Madu, Kanjeng Kiai Nagawilaga, Gangsa Carabalen.

Gangsa atau gamelan Ageng dimainkan terutama sebagai penggiring pagelaran seni budaya keraton. Ia dimainkan untuk mengiringi upacara Ngabekten, Krama Dalem Adipati Anom (Putra Mahkota), latihan acara Sekaten, mengiringi tari Bedhaya, Wayang Wong, wayang kulit, beksan (pertunjukan tari), uyon-uyon (karawitan). Gangsa Ageng yang dimiliki Keraton Yogyakarta antara lain: Kanjeng Kiai Surak, Kanjeng Kiai Kancil Belik, Kanjeng Kiai Guntur Sari, kanjeng Kiai Marikangeri, Kanjeng Kiai Panji, Kanjeng Kiai Pusparanca, Kanjeng Kiai Madukintir, Kanjeng Kiai Siratmadu, Kanjeng Kiai Medharsih, Kanjeng Kiai Mikatsih, Kanjeng Kiai Harjananagara, Kanjeng Kiai Harjamulya, Kanjeng Kiai Madumukti, Kanjeng Kiai Madu Kusumo, Kanjeng Kiai Sangumulya, Kanjeng Kiai Sangumukti.

Satu minggu sekali, setiap Jumat, salah satu gamelan dibersihkan dan diperiksa secara bergilir oleh Abdi dalem Kanca Gendhing. Perbaikan segera dilakukan apabila ditemukan kerusakan. Gamelan yang tidak bisa diperbaiki, dilebur untuk kemudian dibuat menjadi baru tanpa mengubah unsur logam pembuatnya.

Sebagai salah satu benda pusaka, Gamelan Keraton Yogyakarta dipercaya memiliki peran penting. Setiap pusaka selalu dikaitkan dengan tokoh-tokoh tertentu yang berkuasa dalam sejarah Jawa maupun Islam. Selain Gong Kiai Bicak yang dihubungkan dengan Sunan kalijaga, Gamelan Kiai Selsati yang dimainkan pada waktu perayaan Garebeg adalah pusaka Keraton Yogyakarta berupa alat musik yang paling terkenal. Nama pusaka dipersonifikasikan dan diberi gelar 'Kiai' yakni sebutan bagi seorang guru yang sangat dihormati.

Sumber:

  • Serial Khasanah Pustaka KHP Widyabudaya Bab Kagungan Dalem Gangsa lan Ringgit Yogyakarta, KRT Widyacandra Ismayaningrat, dkk, 2016.
  • R.M. Soedarsono, 1997. Wayang Wong: Drama Ritual Kenegaraan di Keraton Yogyakarta. Yogyakarta: gadjah Mada university Press Wawancara MI. Susilamadya pda November 2017.
  • Kosmologi Islam Kasultanan Ngayogyakarta hadiningrat, Lailatuzz Zuhriyah, Fak. Tarbiyah IAIN Tulungagung (Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam Volume 3 No. 1 Juni 2013)