Sirahan, Cluwak, Pati

desa di Kabupaten Pati, Jawa Tengah

Sirahan adalah desa di kecamatan Cluwak, Pati, Jawa Tengah, Indonesia.

Sirahan
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenPati
KecamatanCluwak
Kode Kemendagri33.18.18.2005 Edit nilai pada Wikidata
Luas291.589 Ha
Jumlah penduduk3176
Kepadatan-


'SEJARAH PEMERINTAHAN DESA SIRAHAN'

Desa Sirahan terletak di wilayah perbatasan Kabupaten Pati - Jepara. Dikenal sebagai pusat pendidikan keagamaan. Dalam catatan sejarah desa, Kepala Desa Sirahan yang pertama bernama Sareman sekitar tahun 1638. Beliau seorang prajurit Mataram dan pernah terlibat dalam pertempuran melawan Belanda di Batavia.

Pendekatan logika penentuan awal pemerintahan Desa Sirahan sekitar tahun 1638 adalah, perang Mataram di Batavia tahun 1628, usia orang menjadi prajurit, sekitar usia 30 tahun dan usia orang terpilih menjadi Kepada Desa, sekitar 45 tahun. ( 1628 – 30 = 1598). Nama-nama Kepala Desa Sirahan adalah :

1. Sareman ( 1643 - ……) 2. Sakiyo ( ……. -1832 ) 3. Singodiwiryo ( 1833 - …….) 4. Sapar ( ……. - 1897) 5. Suyadi (1898) - 6 bulan. 6. Kromo Sapar (1899 -1925) – 26 tahun. 7. Singo Guno (1925 -1945) – 20 tahun. 8. Sariman (1945 -1969) – 24 tahun. 9. H Imam Muslim (1976 -1984) – 8 tahun. 10. H Fuad Zainuri (1985 - 2007) – 22 tahun 11. Fadhul Ulum (2008 - )

Catatan : Pada tahun 1969 - 1975 adalah pemerintahan karteker oleh H. Ali Ridlo merangkap Carik/Sekretaris Desa


SEKILAS TENTANG DESA SIRAHAN

Sareman, kepala desa Sirahan pertama adalah pemenang sayembara membongkar batu besar yang menghalangi penyempurnaan pembangunan irigasi yang diselenggarakan pemerintah Belanda yang merencanakan saluran irigasi mencapai wilayah Tayu, maka bendungan (sambong) yang sudah ada akan dipindah ke lokasi yang lebih atas (tinggi).

Hanya berbekal makanan buah pace, Sareman mampu menggempur batu-batu yang sebelumnya tidak mempan diledakkan dengan dinamit. Akhirnya batu itu berhasil disingkirkan dan bendungan pun pindah ke lokasi yang lebih tinggi. Sungai itu diberi nama “Kali Kontrak” berasal dari kata “kontrak” dengan Belanda dan pemenangnya memperoleh hadiah tujuh turunan bebas pajak.

Kisah tentang bebas pajak itu ada dua versi, yaitu yang bebas pajak hanya keturunan Mbah Sareman, namun ada yang mengatakan yang bebas pajak adalah seluruh masyarakat Desa Sirahan. Sayangnya, surat perjanjian itu hilang (terbakar). Sumber lain mengatakan sengaja dibakar oleh pihak-pihak tertentu agar ketentuan bebas pajak tidak berlaku.


'Putri Cina'

Pemerintahan Desa Sirahan terjadi pada masa kejayaan Mataram dibawah Raja ke-3, Sultan Agung. Mataram pada masa itu memiliki wilayah kekuasaan meliputi Jawa-Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat. Wilayah yang bukan pantai disebut “Mancaneraga”.

Karena jasanya dalam perang Mataram di Batavia itu, Sareman diberi hadiah Putri Cina. Pernikahan dengan Putri Cina itu menurunkan putra tunggal bernama Poting. Sareman juga memiliki keturunan yang diperkirakan hasil pernikahan dengan wanita pribumi bernama : Singodiwiryo, Tumpak dan Sukijah. Singodiwiryo belakangan menjabat Kepala Desa Sirahan Ke-3 dan memiliki empat keturunan bernama Kaseh, Sakinah, Sadino dan H Abdullah. Anak cucu mereka kini hampir “memenuhi” Desa Sirahan.


Akhir Masa Penjajahan'

Kepala Desa Sirahan terakhir yang mengalami masa penjajahan adalah Singo Guno. Pakaian dinas. Kamituwo dan kebayan berpakaian hitam dengan tanda khusus pada lengannya. Tugas utama Kepala Desa adalah menarik pajak yang berlangsung setiap hari Rabu. Setiap Desa pada masa itu memiliki brankas besi penyimpan uang pajak yang setiap saat diambil Petugas Kepolisian PP dari Setenan (Kecamatan).

Menjelang akhir masa jabatan Singo Guno, penduduk Sirahan mengalami penderitaan akibat penjajahan Jepang. Dibandingkan Belanda, pemerintahan Jepang lebih kejam. Mereka menguras habis bahan makanan sehingga penduduk kelaparan.


'Zaman Kemerdekaan.'

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya 17 Agustus 1945, sistem pemerintahan desa mengalami perombakan. Pemerintahan Singo Guno berakhir pada tahun itu juga.

Pemilihan Kepala Desa pertama pada zaman kemerdekaan diselenggarakan di halaman SR-Mojo (kini SDN Sirahan 01) dan diikuti lima calon. Yaitu : Sariman, Kusnan, Ruslan, Sutahar dan Tamsir.

Calon Kepala Desa dapat saja menyalonkan diri tanpa melalui ujian. Bahkan Sariman yang kemudian terpilih, semula tidak mempersiapkan diri. Beberapa malam menjelang atak (Pilkades) malah ikut jagong di rumah calon lain.

Tugas utama Kepala Desa hanya menarik pajak dan mengamankan desa. Sistem pemerintahan berjalan secara tradisional. Kepala Desa tidak pernah berpidato dihadapan masyarakatnya. Namun, penghormatan masyarakat terhadap Kepala Desanya masih tinggi.


'Musim Tikus'

Dibawah kepemimpinan Presiden pertama RI Ir Soekarno, taraf hidup masyarakat mulai meningkat. Setelah sedikit bernapas lega, penduduk Sirahan mengalami kelangkaan pangan karena musim tikus pada tahun 1963. Hampir satu tahun tikus mengganas menghabiskan seluruh tanaman, mulai ketela, jagung, padi, bahkan buah yang bergantung pada pohon pun dimakan.

Setelah musim tikus, tahun 1965 PKI (Partai Komunis Indonesia) berontak. Tahun 1966 terjadi lagi musim paceklik panjang. Musim tikus datang lagi untuk yang kedua kalinya, namun itu hanya berlangsung 3 bulan.

Secara umum, saat itu penduduk Sirahan hidup dibawah garis kemiskinan. Namun demikian, pada pertengahan tahun 60-an ini masyarakat tetap menjalankan tradisi keagamaan. Setiap tanggal 12 Maulid, seluruh penduduk berkumpul di kediaman Kepala Desa memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan masing-masing membawa tumpeng.

Acara itu identik dengan “pesta desa” yang dihadiri juga oleh penduduk dari luar desa. Pada acara itu Perangkat Desa dapat upeti dari masyarakat. Dengan mengedarkan bakul (cething) hadirin memasukkan uang logam.

Kondisi masyarakat Desa Sirahan mulai meningkat taraf kehidupannya pada akhir tahun 1970. Kehidupan beragama yang semula hanya berpusat di lingkungan tengah, mulai merambah ke pinggiran desa. Rumah tembok mulai banyak dibangun, kesadaran memberikan pendidikan pada anak-anak mulai tumbuh. ×