Tarigan
Tarigan (Karo: ᯗᯒᯪᯎᯉ᯳ atau ᯗᯒᯫᯎᯉ᯳) adalah >
Kisah Rakyat Mengenai Tarigan
Marga Tarigan ini tadinya berdiam di sebuah Gunung, yang kini berubah menjadi Danau Toba.[1] Mereka disebut sebagai bangsa Umang.[1] Pada suatu hari, istri manusia Umang Tarigan ini mengeluarkan banyak darah saat melahirkan.[1] Darah ini tiba-tiba menjadi kabut, dan kemudian jadilah sebuah danau.[1] Cerita ini menggambarkan terjadinya Danau Toba dan migrasi orang Tarigan dari daerah tersebut ke Purba Tua, Cingkes, dan Tongtong Batu.[1] Tiga orang keturunan marga Tarigan kemudian sampai ke Tongging yang waktu itu diserang oleh burung Sigurda-gurda berkepala tujuh.[1] Untuk itu Tarigan, memasang seorang anak gadis menjadi umpan guna membunuh burung Sigurda-gurda tersebut.[1]
Di bawah gadis itu digalilah lubang tempat sebagai benteng marga Tarigan.[1] Ketika burung Sigurda-gurda datang dan hendak menerkam anak gadis itu, maka Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menyumpit (eltep) kepala burung garuda itu.[1] Enam kepala kena sumpit, akan tetapi satu kepala tesembunyi di balik dahan kayu.[1] Salah seorang marga Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menusuk kepala itu dengan pisau.[1] Melalui kisah ini, marga Tarigan dikenal tangguh dan dapat mengalahkan musuh.[1]
Beberapa generasi setelah kejadian ini, tiga orang keturunan marga Tarigan ini diberi nama menurut keahliannya masing-masing, yakni:[2]
- Tarigan Pertendong (ahli telepati).[2]
- Pengeltep (ahli menyumpit).[2]
- Pernangkih-nangkih (ahli panjat).[2]
Tarigan pengeltep kawin dengan beru Ginting Manik.[1] Diadakanlah pembagian wilayah antara penghulu Tongging dengan Tarigan Pengeltep.[1] Tarigan menyumpitkan eltepnya sampai ke Tongtong Batu.[1] Tarigan lalu pergi kesana, dan itulah sebabnya pendiri kampung (Simantek Kuta) di Sidikalang dan sekitarnya adalah Tarigan Gersang.[1] Tarigan Pertendong dan Tarigan Pernangkih-nangkih tinggal di Tongging dan keturunannya kemudian mejadi Tarigan Purba, Sibero, dan Cingkes, baik yang di Toba maupun yang di Simalungun.[1] Beberapa generasi kemudian berangkatlah dua orang marga Tarigan dari Tongtong Batu ke Juhar, yang kemudian di Juhar dikenal sebagai Tarigan Sibayak dan Tarigan Jambor Lateng.[1] Tarigan Sebayak mempunyai nama rurun Batu (laki-laki) dan Pagit (perempuan).[1] Sementara nama rurun Tarigan Jambor Lateng adalah Lumbung (laki-laki) dan Tarik (perempuan).[1] Kemudian datang pulalah Tarigan Rumah Jahe dengan nama rurun Kawas (laki-laki) dan Dombat (perempuan).[1]
Submarga Tarigan
- Tarigan Tua kampong asalnya di Purba Tua dekat Cingkes dan Pergendangen.[3]
- Tarigan Bondong di Lingga.[3]
- Tarigan Jampang di Pergendangen.[3]
- Tarigan Gersang di Nagasaribu dan Beras Tepu.[3]
- Tarigan Gana-gana di Batu Karang.[3]
- Tarigan Peken di Sukanalu dan Namo Enggang.[3]
- Tarigan Tambak di Cingkes, Kebayaken dan Sukanalu.[3]
- Tarigan Purba di Purba, Cingkam.[3]
- Tarigan Sibero di Juhar, Kuta Raja, Keriahen Munte, Tanjong Beringen, Selakar, dan Lingga.[4]
- Tarigan Silangit di Gunung Meriah (Deli Serdang).[4]
- Tarigan Kerendam di Kuala, Pulo Berayan dan sebagian pindah ke Siak dan menjadi Sultan disana.[4]
- Tarigan Tegur di Suka.[4]
- Tarigan Tambun di Rakut Besi dan Binangara.[4]
- Tarigan Sahing di Sinaman.[4]
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u (Indonesia)Bangun, Roberto. 1989. Mengenal orang Karo.Jakarta: Yayasan Pendidikan Bangun.
- ^ a b c d (Indonesia)Peranginangin, Marthin Luther. 2004. Orang Karo Di antaraOrang Batak.Jakarta: Pustaka Sora Mido.
- ^ a b c d e f g h (Indonesia)Ginting, Nalinta. 1984. Turi-turin Beru Rengga Kuning: Turi-turin Adat Budaya Karo.Deli Tua: Toko Buku Kobe.
- ^ a b c d e f (Indonesia)Tarigan, Henry Guntur dan Jago Tarigan. 1979. Bahasa Karo.Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.