Doping
Doping adalah berasal dari kata dope, yakni campuran candu dengan narkotika yang pada awalnya digunakan untuk pacuan kuda di Inggris. Doping merujuk pada pemberian obat atau bahan secara oral tau parenteral kepada seorang olahragawan dalam kompetisi, dengan tujuan utama untuk meningkatkan prestasi secara tidak wajar. Bahan asing atau obat yang dikonsumsi pun tentunya dalam jumlah yang abnormal atau diberikan melalui jalan yang abnormal.[1] Menurut IOC (Komite Olimpiade Internasional) pada tahun 1990, doping adalah upaya meningkatkan prestasi dengan menggunakan zat atau metode yang dilarang dalam olahraga dan tidak terkait dengan indikasi medis. Alasannya terutama mengacu pada ancaman kesehatan atas obat peningkat performa, kesamaan kesempatan bagi semua atlet dan efek olahraga "bersih" (bebas doping) yang patut dicontoh dalam kehidupan umum. Selain obat, bentuk lain dari doping ialah doping darah, baik melalui transfusi darah maupun penggunaan hormon eritropoietin atau steroid anabolik tetrahidrogestrinon.
Olahragawan yang terkenal atas penggunaan doping adalah medalis emas dari Kanada Ben Johnson, olahragawan Rusia Anton Galkin, pelontar peluru Irina Korzhanenko, petinju asal Kenya David Munyasia, pemain sepak bola Diego Armando Maradona dan Claudio dari Argentina, Rodrigo Lara, Paulo César Chávez, Aarón Galindo dan Salvador Carmona dari Meksiko, Clarence Acuña dan Fabián Guevara dari Chili, Josep Guardiola dari Spanyol, petenis Petr Korda, olahragawan Maroko Yunus al-'Ainawi, Bohdan Ulihrach dari Republik Ceko, Guillermo Coria, Mariano Puerta, Juan Ignacio Chela, Guillermo Cañas, Martín Rodríguez dan Mariano Hood dari Argentina, Viktor Chisleann dari Moldavia pembalap sepeda Roberto Heras dan Tyler Hamilton Serta pembalap sepeda motor Andrea Iannone
Sejarah
Istilah dope pertama kali dikenal pada tahun 1889, yaitu dalam suatu perlombaan balap kuda di Inggris. Kata dope itu sendiri berasal dari suatu suku bangsa di Afrika Tengah. Pada saat itu, doping belum menjadi masalah. Kasus kematian karena doping pertama kali terjadi pada tahun 1886 (pada saat itu belum dikenal istilah doping), yaitu pada olahraga balap sepeda dari kota Bordeaux di Perancis ke Paris yang menempuh jarak sejauh 600 km. Seorang pembalap meninggal karena diberikan obat untuk meningkatkan kemampuan oleh pelatihnya. Sejarah penggunaan doping dalam olahraga dimulai lebih kurang sejak abad ke-19 pada olahraga renang, dan yang paling sering dijumpai adalah pada olahraga balap sepeda. Saat itu, obat-obat yang populer adalah jenis kafein, gula yang dilarutkan ke dalam ether, minuman beralkohol, nitrogliserin, heroin, dan kokain. Pada tahun 1910, gerakan anti doping pada olahraga mulai timbul setelah seorang Rusia menemukan cara pemeriksaan doping, dan pada saat itu doping mendapat tantangan dari masyarakat karena bahaya yang ditimbulkan. Setelah mengetahui akan bahayanya, kampanye pemberantasan doping mulai diadakan. Selanjutnya, masyarakat mulai mengerti pentingnya pencegahan doping pada atlet sehingga tahun 1972 diadakan pemeriksaan doping secara resmi pada Olimpiade Musim Dingin di Grenoble. Akan tetapi, meskipun cara pemeriksaan doping ataupun bahayanya telah diketahui, hingga saat ini penggunaan doping tetap dilakukan oleh para atlet dengan alasan bahwa atlet tidak mengerti/tidak mau mengerti akan bahaya doping, keinginan atlet untuk menang dengan cara apa pun, rangsangan hadiah bila menang, atlet merasa yakin bahwa obat yang mereka pergunakan adalah hal baru yang tidak dapat dideteksi dalam air seninya.[2]
Rujukan
Pranala luar
- (Spanyol) Web Esport Net Diarsipkan 2015-02-08 di Wayback Machine.
- (Spanyol) Ajedrez y dopaje. Los controles anti-doping en la Olimpiada de Bled[pranala nonaktif permanen]
- (Inggris) Tennis Anti-Doping Program[pranala nonaktif permanen]
- (Spanyol) Doping dalam olahraga Diarsipkan 2005-02-13 di Wayback Machine.
- (Spanyol) Dokumen tentang doping
- ^ Nurliani; Asyhari, Hasbi (2021). Gizi Olahraga. Pekalongan: Penerbit NEM. hlm. 89. ISBN 9786235668185.
- ^ Giriwijoyo, Santosa; Ray, Hamidie Ronald Daniel; Sidik, Dikdik Zafar (2020). Kesehatan, Olahraga, dan Kinerja. Jakarta: Bumi Medika. hlm. 141. ISBN 978-602-6711-10-6.