Krisis identitas

Revisi sejak 7 Februari 2022 13.33 oleh Kayla Aghita (bicara | kontrib) (menambahkan isi)

Krisis identitas (Identity Crisis) merupakan peristiwa perkembangan yang melibatkan seseorang mempertanyakan diri sendiri atau keberadaan mereka di dunia. Konsep ini berasal dari karya psikolog perkembangan Erik Erikson, yang percaya bahwa pembentukan identitas adalah salah satu konflik terpenting yang dihadapi orang. Faktor-faktor tersebut termasuk masalah kesehatan, stres, dan dukungan sosial. Memiliki kondisi kesehatan mental seperti depresi, gangguan bipolar, dan gangguan kepribadian ambang juga dapat meningkatkan kemungkinan mengalami krisis identitas[1].

Masalah kepribadian ini dapat terjadi terhadap siapa pun, terlepas dari berapa usianya dan apa latar belakang kehidupannya. Masa remaja merupakan transisi yang bisa dibilang cukup krusial karena ada berbagai hal untuk dipelajari. Dimulai dari masa puber sehingga terjadi perubahan fisik pada anak remaja. Ada kemungkinan, hal tersebut akan membuat tidak nyaman atau tidak percaya diri. Krisis identitas pada remaja berasal dari tekanan hidup, sehingga mengakibatkan stres dan depresi. Penyebab yang bisa terjadinya krisis identitas yang perlu diketahui orangtua adalah masalah akademik, tekanan karena pergaulan, perceraian orangtua, mengalami peristiwa traumatis, kehilangan orang yang dicintai, dan kehilangan pekerjaan. Karena masa remaja merupakan masa dimana anak merasakan perubahan suasana hati yang tidak menentu. Maka dari itu sensitivitas nya menghadapi suatu hal pun cukup tinggi[2].

Referensi

  1. ^ Andryanto, S. Dian (5 Oktober 2021). "Cari Tahu Soal Krisis Identitas, Istilah yang Sering Digunakan Milenialis". Tempo.co. Diakses tanggal 29 Januari 2022. 
  2. ^ Adlina, Atifa (7 Juni 2021). "Krisis Identitas, Konflik Diri yang Bisa Dialami Remaja". hellosehat. Diakses tanggal 29 Januari 2022.