Windusengkahan, Kuningan, Kuningan

kelurahan di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat

Windusengkahan adalah desa di kecamatan Kuningan, Kuningan, Jawa Barat, Indonesia.

Windusengkahan
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Barat
KabupatenKuningan
KecamatanKuningan
Kode Kemendagri32.08.09.1004 Edit nilai pada Wikidata
Luas-
Jumlah penduduk2391 jiwa
Kepadatan-

Sejarah

Windusengkahan sering disebut nama singkatnya saja yaitu Sengkahan, entah kenapa nama lengkapnya Windusengkahan mungkin karena pengaruh nama kelurahan sebelahnya Winduhaji. Windusengkahan disusun dari dua kata windu dan sengkahan, windu adalah ukuran waktu dalam rentang delapan tahun (satu windu sama dengan delapan tahun), sedangkan sengkahan asal katanya yaitu sengkah yang mendapat akhiran an.

Pemerintahan

Windusengkahan adalah salah satu kelurahan di kecamatan Kuningan jadi wilayah ini dikepalai oleh seorang lurah. Sebagai aparatur negara lurah dibantu oleh kepala dusun, aparatur kelurahan dan hansip. Satu dusun atau kampung biasanya merupakan satu RW (Rukun Warga) yang membawahi beberapa RT (Rukun tetangga). RW dipimpin oleh Ketua RW dan RT dipimpin oleh Ketua RT.

Profil Daerah

Batas Wilayah

Batas wilayah kelurahan Windusengkahan

  • Di sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Cijoho.
  • Di sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Winduhaji.
  • Di sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Awirarangan
  • Di sebelah timur berbatasan dengan desa Karangtawang.

Geografis

Kelurahan Windusengkahan dilewati oleh sungai Surakatiga di sebelah selatan. Wilayahnya rata hampir tidak ada yang berbukit. Keadaan iklim kelurahan Windusengkahan dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18° C - 32° C serta curah hujan berkisar antara 2.000 mm - 2.500 mm per tahun. Pergantian musim terjadi antara bulan November - Mei adalah musim hujan dan antara bulan Juni - Oktober adalah musim kemarau.

Ekonomi

Orang-orang Windusengkahan dikenal sebagai pebsinis ulung dan banyak berpetualang. Salah satu tokoh yang sukses merintis bisnis sampai ke Jakarta dan disegani bukan hanya oleh penduduk Windusengkahan tapi juga se Kabupaten Kuningan adala Bapak Mashud Wisnu Saputra.

Pertanian

Seperti daerah lainnya di Kuningan kebanyakan pertanian yang berkembang adalah tanaman padi dan palawija.

Perkebunan

Hasil perkebunan yang biasanya dibudidayakan kebanyakan dari jenis buah-buahan seperti:pisang, mangga dan rambutan

Demografi

Penduduk kelurahan Windusengkahan berjumlah 2391 orang, terdiri dari:

  • 1209 orang laki-laki
  • 1182 orang perempuan

Penduduk kelurahan Windusengkahan 100% beragama Islam. Banyak orang-orang juga Windusengkahan yang berdagang di Pasar Baru Kuningan, selain sebagai petani, PNS dan wiraswasta.

Kode Pos 45515

Pendidikan

Selain Sekolah Dasar di Windusengkahan juga terdapat kampus Universitas Kuningan (UNIKU). Pondok Pesantren Nurul Huda dan Pondok Pesatren Syamsul Huda. Sekolah-Sekolah yang ada di kelurahan Windusengkahan antara lain:

  • SDN Windusengkahan I (terletak di Jl. Abah Madkur No.40 )
  • SDN Windusengkahan II (terletak di Jl. Abah Madkur)
  • TKA & TPA Al Fatah terletak di Jln. Abah Madkur

Akses Transportasi

Untuk mencapai Kelurahan Windusengkahan memang agak sulit. Ada beberapa angkutan umum yang melewati jalan raya Windusengkahan yaitu:

  • dari pusat kota : naik angkot 07 jurusan Pasar baru-Lengkong dilanjutkan angkot 08 jurusan terminal Cirendang-Lengkong
  • dari arah terminal :angkot 08 jurusan terminal Cirendang-Lengkong


Infra Struktur

Kelurahan Windusengkahan terbilang desa yang paling kecil di Kabupaten Kuningan. Tapi Kelurahan windusengkahan menpunyai sarana infrastruktur yang cukup bagus, jalanan desa yang berhotmix, Kantor Kelurahan dan Mesjid yang megah serta Stadion Olahraga yang cukup baik. Di sini pula kegiatan Olah Raga Sepak Bola(Mashud Cup)di pusatkan.

Tokoh

PUTRA DAERAH KUNINGAN : MASHUD WISNUSAPUTRA Pada 21 Desember 2006 lalu, berhembus kabar gembira dari bumi Solo untuk Kuningan, tepatnya dari Universitas Negeri 11 Maret Solo (UNS). Pada saat itu, universitas ini menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa kepada putra daerah Kuningan, Drs. H. Mashud Wisnusaputra. Tentunya hal ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi Kuningan, karena kiprah putra daerah Kuningan mendapat perhatian dan penghargaan luar biasa dari para pemerhati pembangunan, khususnya mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan. Dan yang lebih membanggakan lagi, selama 30 tahun UNS berdiri, baru kali ini UNS menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa dan kehormatan itu diberikan kepada Drs. H. Mashud Wisnusaputra.

Atas penghargaan itu, Purbawisesa Crew menyambangi kediaman Mashud Wisnusaputra di Windusengkahan, awal Januari lalu, untuk menggali lebih dalam cerita di balik kesuksesan Pak Mashud, baik sebagai birokrat maupun pengusaha. Berikut adalah hasil liputan Purbawisesa Crew, Dian Rahmat Yanuar, Agus Mauludin, Donis Kadarisman, dan Tatiek Ratna Mustika. Dengan mengenakan pakaian gamis dan sorban di bahu, Pak Mashud menerima kami di ruang kerjanya, didampingi istri Ibu Nini Sjahnidar Sikar, serta Ibu. Hj. Utje Ch. Suganda yang menjadi fasilitator kami untuk bertemu dengan Pak Mashud. Perbincangan malam itu berlangsung hangat, walau usianya sudah senja, Pak Mashud masih lantang bertutur dan masih mampu mengingat secara detail peristiwa yang dialaminya berpuluh tahun yang lampau. Hal ini menandakan kemampuan berpikir dan bernalar yang berada di atas rata-rata orang seusianya, bahkan usia dibawahnya. Tidak mengherankan, karena sejak kecil Pak Mashud memang lebih menonjol dibanding rekan-rekannya. Pada saat Pak Mashud bersekolah di Sekolah Dokter Hewan pun selama 12 kwartal dia menduduki rangking pertama di kelasnya. Suatu prestasi yang sulit disamai rekan sebayanya pada masa itu. Uniknya, walaupun berlatar belakang pendidikan ilmu kehewanan, namun kariernya di dunia birokrasi diawali di bidang militer. Pendidikan kemiliteran awalnya diterima Pak Mashud saat bersekolah di Sekolah Kedokteran Hewan Bogor, yang menetapkan didikan militer yang keras. Karena dinilai cukup berbakat, Pak Mashud dikirim untuk mengikuti sekolah kemiliteran Seinen Korenso di daerah Bidaracina, Jatinegara, Jakarta. Pendidikan militer yang cukup berat berhasil dilaluinya, bahkan Pak Mashud diangkat sebagai komandan militer sekolah tersebut. Pak Mashud kemudian bergabung Batalyon I Brigade V Divisi Siliwangi, salah satu komandan batalyon I yang bermarkas di Cirebon Suardi Wikantaatmaja, memintanya untuk bertanggung jawab atas perbekalan anggota batalyon. Pemuda Mashud ternyata mampu menyuplai kebutuhan batalyon, bahkan permintaan yang sulit pun, seperti jas hujan yang hanya bisa dibeli di Jakarta, bisa dipenuhinya. Pada masa itu, mobilitas orang dari kota ke kota masih sulit dilakukan, mengingat Indonesia sedang dalam keadaan perang dan sering dicurigai sebagai mata-mata. Tapi Mashud muda dengan mudahnya bolak-balik Jakarta – Cirebon, ternyata statusnya sebagai mahasiswa membuatnya lolos dari kecurigaan penjajah. Kiprah Pak Mashud di dunia militer semakin terasah dengan berbagai pengalaman perjuangan yang dialaminya. Setelah terjadi Agresi I, Mashud kebetulan berada di Kuningan untuk melaksanakan praktek kerja lapangan. Pada saat terjadi Agresi I, Kuningan ditinggalkan oleh para polisi, sehingga Belanda yang akan menyerang Kuningan mundur ke Cirebon. Pengosongan kota ini sengaja dilakukan dengan harapan terjadi kekacauan, seperti yang terjadi di daerah Cilimus dan Caracas, dimana warga etnis Cina dibakar oleh massa. Dengan mengerahkan seluruh rekan-rekannya di PETA, Mashud berjaga-jaga di sekitar Pasar Kepuh dan Siliwangi yang merupakan daerah Pecinan saat itu. Mereka meredam keresahan masyarakat yang sudah bersiap-siap menyerang etnis Cina di Kuningan. Alhamdulilah, dengan kepiawaiannya berkomunikasi kerusuhan itu urung terjadi di Kuningan. Pengalaman dan pendidikan militer, mengantarkannya menjadi intelligence Indonesia. Pendidikan intelligence, diperolehnya setelah mengikuti Basic Military Training untuk infantri di pusat pendidikan militer Fort Benning (Georgia) dan dilanjutkan dengan pendidikan militer Fort Belvoir (Virginia). Pada tahun 1968, karier di birokrat sipil mulai dijalaninya, walaupun tujuan awalnya adalah untuk menyelamatkan Departemen Pertanian yang merupakan depertemen paling kaya dan sumber devisa negara. Saat itu, sektor pertanian dan keuangan di Indonesia sudah hampir dikuasai PKI, Pak Mashud memperoleh tugas berat untuk membersihkan departemen dari kekuasaan PKI. Pada tahun 1970, keamanan di Indonesia sudah lebih terjamin dan Depatemen Pertanian telah dibersihkan dari unsur PKI. Sekali lagi Pak Mashud berhasil membuktikan keahliannya sebagai security agent.

Pak Mashud menolak usulan tersebut karena akan kembali mengkerdilkan Departemen Pertanian yang sudah mulai solid. Akhirnya Pak Mashud mengeluarkan gagasan konsep bimas dan inmas, yang bertujuan untuk meningkatkan produksi beras Indonesia. Ternyata pola itu disetujui pemerintah dan akhirnya membuahkan hasil yang manis. Setelah 14 tahun berjuang, pada tahun 1984 Indonesia dinyatakan sebagai negara surplus beras dan bahkan sampai mendapatkan Penghargaan FAO - PBB yang diterima oleh Presiden Soeharto. Tahun 1973, pada usia 50 tahun, Pak Mashud memutuskan untuk berhenti sebagai pejabat birokrat dan memutuskan untuk menjadi pengusaha. Dia harus menampik tawaran sebagai duta besar dan duta di FAO Roma, Italia. Pak Mashud berpikir bahwa hidup harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Akhirnya, tahun itu Pak Mashud mendirikan PT Yunawati yang memproduksi dan mendistribusikan obat-obat pertanian dan pupuk. Nama Yunawati diambil dari gabungan nama ibunya, Ayunah dan salah seorang anaknya Ernawati. Pemikirannya sangat rasional. Saat ditanya apa yang menjadi prinsip hidupnya dan mengapa Pak Mashud memutuskan untuk menjadi enterpreneur dan menolak jabatan baru yang ditawarkan kepadanya. Dengan tegas dia menjawab, ”Dalam hidup kita tidak boleh bersandar pada kebaikan teman, keluarga bahkan anak kita sekalipun. Kita harus menyandarkan hidup kita pada kekuatan diri kita sendiri. Caranya kita harus berusaha agar kita kuat. Kita yang menentukan sendiri bagaimana hidup kita”. Sambil menerawang, Pak Mashud menekankan kembali, ”Jika kita berkuasa, maka kita hidup karena kekuasaan. Jika kita tidak punya kekuasaan, maka kita harus kuat dalam materi, artinya kekayaan harus dinaikkan. Saya berpesan pada generasi muda untuk berpikir mandiri, karena saat kita butuh bantuan belum tentu orang bisa membantu”. Lanjutnya, ”Suatu saat saya pasti harus berhenti karena kekuasaan itu tidak abadi. Saya harus membuat diri saya kuat. Dengan menjadi pengusaha saya yakin saya bisa kuat. Kebetulan saya memiliki bakat wiraswasta sejak muda. Dulu waktu masih sekolah saya sering membawa barang-barang dari Jakarta untuk dijual di Kuningan, atau sebaliknya. Selain itu, saya memiliki networking yang baik, maka dari itu saya memutuskan mendirikan PT Yunawati”. Prioritas pembangunan Indonesia pun berubah. Mulai 1970, kesejahteraan rakyat menjadi target utama. Sejak itu pula keahlian Pak Mashud di bidang pertanian mulai diuji. Pada masa itu Indonesia mengalami rawan pangan, kebutuhan beras Negara dipenuhi dengan banyak mengimpor beras dari luar. Muncul gagasan untuk memecah Departemen Pertanian. Pak Mashud juga memberikan wejangan yang sangat bermanfaat bagi para pengusaha, bahkan wejangan ini juga bisa diterapkan oleh Penikmat Purbawisesa. Pak Mashud memberikan masukan, ”Jika ingin berhasil, jangan terlalu memforsir diri jika tidak ada biaya. Support first, harus ada dukungan dana dulu. Kalau dana menyusul maka hasilnya tidak baik. Pada saat masa growth (pertumbuhan), adalah masa yang paling rentan dan merupakan kelemahan dari suatu usaha atau program. Pada masa itu banyak pesaing atau pemerhati yang ’menyerang’ usaha atau program kita. Kita harus berhati-hati menyiasati masa pertumbuhan ini. Pada saat kita berhasil melewati masa pertumbuhan ini, berhentilah membuat inovasi. Biarkan usaha kita stabil dulu. Ini yang disebut dengan masa survival, dimana kita harus memperkuat diri. Setelah yakin dengan kekuatan kita, kembali lakukan inovasi, back to growth. Itu strategi usaha, yang sudah saya alami sendiri”. Saat dimintai pendapatnya tentang kemajuan pembangunan di Kuningan, Pak Mashud menilai positif hasil pembangunan di Kuningan. ”Saya senang melihat banyak sekali kemajuan signifikan yang dicapai Kuningan di bawah kepemimpinan Bupati H. Aang Hamid Suganda. Banyak hal yang sebelumnya seperti sulit terealisasi, ternyata mampu diwujudkan”, ujarnya.


”Saya menilai ada eagerness untuk membangun Kuningan sebagai daerah asalnya. Semangat ini yang dimiliki Bupati H. Aang. Semangat ingin membangun Kuningan mendorongnya menjadi Bupati agar cita-citanya memajukan Kuningan dapat diwujudkan.” tegasnya. Pak Mashud melanjutkan, ”Semangat ini, membedakan cara kerja Bupati H. Aang dengan bupati lainnya. Berangkat dari latar belakang pengusaha, membuatnya memiliki perhitungan resiko atau calculaty risk yang baik. Buktinya pembangunan jalan lingkar Pramuka diatas lahan yang kurang berfaedah, malah membuat daerah tersebut menjadi lebih bermanfaat.” Pak Mashud hanya berpesan untuk tahun ini agar Pemkab segera menyelesaikan pembangunan yang belum selesai, lalu memeliharanya dengan baik. Karena terlalu memforsir diri juga tidak baik. Bagaimana pun hasil pembangunan yang telah dicapai harus dipelihara dengan baik agar masyarakat dapat terus merasakan hasil pembangunan dalam jangka waktu yang cukup lama. Pak Mashud memang cukup fasih berbicara masalah pembangunan di Kuningan. Tidak heran jika Pak Mashud dikukuhkan sebagai Sesepuh Pembangunan Kuningan. Sumbangsih Pak Mashud dalam pembangunan Kuningan juga tidak bisa disepelekan. Belum lama ini, Pak Mashud menghibahkan 171,3 hektar tanahnya yang berlokasi di desa Padabeunghar untuk kepentingan Kebun Raya Kuningan. Sebelumnya Pak Mashud juga telah membangun Gedung Serbaguna di Komplek Kodim Kuningan, Mesjid Al Mashud, aula dan ruang kuliah di STAI Al Ihya Cigugur. Dan yang paling monumental adalah stadion Mashud Wisnusaputra yang menjadi kebanggaan warga Kuningan. Apalagi pada tahun ini Pemkab Kuningan telah melengkapi prasarana stadion tersebut sehingga lebih representatif. Penambahan fasilitas itu berupa tribun penonton, gerbang masuk, lampu penerang stadion, fasilitas parkir, kantin, ruang ganti, serta fasilitas lainnya. Kepeduliannya dalam pembangunan juga menjadi salah satu dasar penilaian Pak Mashud untuk dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah karena Pak Mashud termasuk konseptor keberhasilan Indonesia dalam berswasembada pangan. Pak Mashud pun dianggap mampu membangun dan menyatukan Departemen Pertanian hingga mampu mewujudkan aspek security and welfare di bidang pertanian. Dharma bakti Pak Mashud di bidang sosial kemasyarakatan, seperti menjadi dewan penyantun di beberapa perguruan tinggi di Jawa Barat, pembina dan pemelihara kebudayaan Asmat dan budaya Sunda. Kesemuanya itu menjadi satu paket utuh yang membuat Pak Mashud dinilai layak mendapat gelar doktor kehormatan. Tak hanya sukses dalam karier, Pak Mashud bersama istri tercinta, Ibu Nini Sjahnidar Sikar, berhasil membina keluarga bahagia dan mengantarkan kedua anaknya menjadi mandiri. Kini masing-masing anaknya sedang merintis perusahaan sendiri. Pada tahun ini Pak Mashud dan Ibu Nini Sikar akan merayakan Ulang Tahun Perkawinan Emas mereka. Walaupun terdapat perbedaan usia sampai 11 tahun, keduanya bisa saling mengisi, mengayuh biduk rumah tangga selama 50 tahun. Saat ditanya tentang kesan mendampingi Pak Mashud, Ibu Nini hanya berucap singkat, ”Yang jelas saya bangga sekali mendampingi Bapak selama ini. Saya merasakan benar bagaimana Bapak seperti mengasuh saya. Walau saya mendampingi Bapak sebagai ibu rumah tangga saja”. Bukan Ibu saja yang bangga, kami warga Kuningan pun bangga dengan segala prestasi dan sumbangsih yang telah diberikan Pak Mashud. Selamat Pak, semoga Bapak sehat selalu.