Ilmu keolahragaan
Ilmu keolahragaan (disingkat IKOR) adalah pengetahuan sistematis dan terstruktur tentang fenomena olahraga yang dibangun melalui proses penelitian ilmiah. Sebagai disiplin ilmu tersendiri, cakupan penelitian ilmu keolahragaan dapat didasarkan pada studi ontologis, epistemologis dan aksiologis. Studi ontologis dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang apa keunikan dan kebaruannya dari disiplin lain, sedangkan studi aksiologis dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang nilai-nilai apa yang sebenarnya diberikan untuk kemaslahatan manusia.[1][2][3][4][5][6][7][8][9]
Pada hakikatnya, ilmu keolahragaan berakar pada pengetahuan multidimensi tentang hidup dan kehidupan manusia. Sedikitnya terdapat tiga dimensi dalam hidup dan kehidupan manusia, yakni dimensi lahir (tumbuh, berkembang, dan mati), dimensi fisik, mental dan emosional, dimensi biologis (pribadi, dan perilaku), dimensi individu dan sosial, dimensi ruang dan waktu, dimensi alam, humanistik, dan budaya. Ilmu keolahragaan mempelajari fenomena keolahragaan yang dilakukan dan nomenanya adalah manusia, sehingga ilmu keolahragaan memiliki dimensi kajian yang sangat kompleks sesuai dengan kompleksitas keberadaan manusia itu sendiri. Ilmu keolahragaan berkembang dari ilmu-ilmu terdahulu yang mengkaji tentang aktivitas manusia dengan berfokus pada manusia yang berolahraga, olahraga yang dilakukan dan faktor-faktor yang ada di dalamnya.
Kajian keolahragaan merupakan kajian ilmu yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan dan dinamika kegiatan keolahragaan dalam skala nasional, regional maupun internasional. Implementasi ilmu keolahragaan dalam ranah empiris terlihat dalam partisipasi ilmuwan yang menguasai secara teknis, metodologis, praktis dan teoritis untuk mendesain pengembangan keolahragaan. Di dalam ranah praktis, ilmuwan mulai menelusuri perkembangan teknis keolahragaan, manajemen penyelenggaraan keolahragaan dan sistem pelatihan keolahragaan.
Sejarah
Kerangka historis ilmu keolahragaan tidak dapat dilepaskan dari yang terjadi di dunia Timur maupun Barat. Pada zaman Mesir Kuno, di kota Sparta dan Athena sudah dikenal aktivitas jasmani yang sistematis dan terstruktur dalam rangka membentuk tubuh yang bagus, kuat, tahan, lincah, dan tangguh. Aktivitas itu disebut gimnastik. Gimnastik berarti atletis atau bentuk latihan yang dilakukan di gimnasium. Istilah ini kemudian digunakan oleh beberapa negara seperti Jerman, Swedia, Denmark, dan Amerika untuk pengertian yang lebih spesifik, yaitu suatu latihan formal, kalistenik, dan aktivitas yang menggunakan alat-alat.
Pada abad ke-18 muncul istilah kultur fisik (physical culture) yang digunakan untuk menamai kajian tentang ilmu dan seni latihan tubuh, atau pemeliharaan dan pengembangan fisik yang sistematis dan terstruktur. Kajian ini berawal dari terbitnya sebuah buku di Boston tahun 1904 karya Charles Wesley Emerson berjudul Physical Culture. Pada abad ke-19 muncul istilah latihan fisik (physical training) yang digunakan di Amerika untuk latihan militer. Latihan militer adalah penamaan untuk program latihan dan aktivitas fisik yang dirancangkan guna meningkatkan perkembangan dan kondisi fisik, serta keterampilan gerak. Selanjutnya masih pada abad ke-19 muncul istilah pendidikan fisik (physical education) yang digunakan di perguruan tinggi di Amerika Serikat. Istilah ini kemudian semakin populer dan digunakan sampai saat ini selain istilah-istilah lain yang muncul.
Dalam perkembangannya, muncul pemikiran bahwa istilah pendidikan fisik sebagai nama suatu disiplin akademik tidak logis dan perlu dicari nama lain yang lebih tepat. Ilmu keolahragaan kemudian mulai terfokus ke dalam ranah kajian-kajian etimologis. Hal ini diungkapkan oleh Rosalind Cassidy dan Thomas D. Wood pada tahun 1927 dalam buku mereka yang berjudul The New Physical Education, dan diungkapkan kembali pada tahun 1938 dalam buku mereka yang berjudul New Directions in Physical Education. Selanjutnya, di tahun 1935 S. C. Staley menulis sebuah buku berjudul The Curriculum in Sport, dan pada tahun 1939 ia menulis buku lagi berjudul Sport Education. Kedua publikasi tersebut menandai adanya satu istilah baru dalam penamaan terhadap kajian keilmuan yang berkaitan dengan aktivitas fisik manusia ini. Alhasil, kedua hasil kajian tersebut mempopulerkan istilah olahraga (sport). Akhirnya, di tahun 1971 dalam Konvensi Detroit dibuat pernyataan agar istilah-istilah yang ada disepakati untuk dibawa ke dalam kurikulum sekolah sehingga istilah pendidikan fisik harus diganti. Pernyataan tersebut mendapat sambutan positif secara luas karena memang dirasakan bahwa nama pendidikan fisik tidak sesuai lagi dengan luasnya spektrum penelitian dan studi serta keragaman layanan profesional yang dapat berkembang kemudiannya. Konvensi merekomendasikan American Academy of Physical Education untuk mengkaji dan mencari nama baru untuk subjek dari keilmuan ini.
Pada tahun 1973 American Academy of Physical Education memulai kajian mendalam untuk mencari istilah baru, dan memunculkan beberapa alternatif yaitu, Kinesiologi, Kinetiks, Pendidikan Fisik dan Olahraga, Pendidikan Fisik dan Tari, dan Seni Pergerakan dan Ilmu Pengetahuan. Dari 5 alternatif istilah tersebut, nama Seni Pergerakan dan Ilmu Pengetahuan dinilai paling tepat untuk dipilih dan digunakan. Selanjutnya, muncul pemikiran lain yang populer, yakni dari dua orang Profesor. Pertama, bernama Herbert Haag asal Jerman yang mengembangkan konsep ilmu keolahragaan (sport sciences), dan kedua bernama K. Rijsdorp asal Belanda yang mengembangkan konsep gimnologi (gymnologie). Tidak berhenti di situ, seorang peneliti bernama Claude Bouchard asal Kanada mengembangkan konsep ilmu aktivitas fisik (physical sctivity sciences).
Kajian atas etimologi yang berkembang ke ranah konseptual yang dihasilkan para ahli tersebut menunjukkan adanya keberagaman struktur dan sistematika yang terkandung di dalam ilmu keolahragaan baik secara historis dan secara empiris. Namun karena pada hakekatnya obyek kajiannya adalah sama, maka kesemuanya dapat ditarik benang merah dengan alur yang sejalan, tidak saling bertentangan, dan justru dapat saling melengkapi sehingga diakuilah istilah ilmu keolahragaan (sport sciences).
Di Indonesia catatan historis ilmu keolahragaan diperkiraan telah dimulai dari munculnya lembaga-lembaga yang menaungi dan mengajarkan bidang olahraga atau pendidikan jasmani di Indonesia. Misalnya, pada tahun 1941 di Surabaya didirikan Academisch Institut voor Lichamelijke Opvoeding (AILO) atau dalam bahasa Indonesia disingkat LAPD (Lembaga Akademi Pendidikan Jasmani) sebagai reaksi atas kelangkaan guru-guru pendidikan jasmani dari Belanda ke Indonesia untuk mengajarkan studi ini. Sekitar tahun 1950-an, lembaga ini berubah nama menjadi Akademi Pendidikan Jasmani (APD). Akademi ini pada tahun 1953 didirikan di Universitas Indonesia dan juga kemudian didirikan juga di Universitas Gadjah Mada. Pada tahun 1960-an, nama akademi disetarakan menjadi fakultas sehingga diubahlah menjadi Fakultas Pendidikan Jasmani. Khususnya, di tahun 1963 berbagai ragam pendidikan untuk guru pendidikan jasmani ini mengalami penyetaraan dan keseteraan program dan gelar sehingga terbentuklah Sekolah Tinggi Olahraga (STO) yang kemudian dilebur ke IKIP (pengembangan dari FKIP) dan menjadi Fakultas Keguruan Ilmu Keolahragaan (FKIK). FKIK kemudian berubah lagi menjadi Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan.
Kerangka historis ilmu keolahragaan di Indonesia lebih condong kepada pemikiran yang diutarakan Herbert Haag tentang ilmu keolahragaan (sport sciences), karena partisipasi dalam lokakarya internasional tahun 1975. Dalam historiografi, hasil lokakarya berdampak kuat pada pengembangan kurikulum Sekolah Tinggi Olahraga. Beberapa subdisiplin ilmu keolahragaan (misalnya, biomekanika olahraga, filsafat olahraga, fisiologi olahraga) dalam nuansa sendiri-sendiri (multidiscipline) mulai dikembangkan yang didukung oleh ilmu-ilmu pengantar lainnya dalam pendidikan (misalnya, psikologi pertumbuhan dan perkembangan) dan ilmu sosial lainnya (misalnya, sosiologi dan antroplogi) yang dipandang perlu dikuasai oleh para calon profesional di bidang ini.
Sementara itu, kajian mengenai fenomena keolahragaan di Indonesia cenderung mengikuti perkembangan yang terjadi secara internasional. Hasil kajian yang dipublikasi oleh para ahli dari negara-negara maju dan penemu istilah ini diadopsi dan digunakan sebagai referensi pengembangan kajian. Utamanya, dalam hal terminologi ilmu keolahragaan di Indonesia juga mengalami perkembangan. Awalnya, digunakan istilah Gerak Badan, kemudian berturut-turut berubah menjadi Pendidikan Jasmani, Pendidikan Olahraga, Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Selanjutnya, istilah yang digunakan untuk menamai disiplin akademik atau disiplin ilmunya adalah ilmu keolahragaan (IKOR). Seminar dan Lokakarya Nasional Ilmu Keolahragaan di Surabaya tahun 1998 menjadi penanda disepakati dan disetarakannya istilah ilmu keolahragaan. Dalam forum yang dihadiri oleh para ilmuwan keolahragaan dan juga para ilmuwan disiplin ilmu lain yang relevan, telah ditetapkan deklarasi yang mengukuhkan eksistensi ilmu keolahragaan. Forum itu menentapkan dibentuknya Komisi Disiplin Ilmu Keolahragaan beserta fungsi dan tugasnya. Komisi ini menghasilkan sebuah dokumen dalam bentuk buku yang berjudul Ilmu Keolahragaan dan Rencana Pengembangannya yang menjadi langkah awal dimulainya kajian ilmu keolahragaan yang multidimensi ini.
Hakikat
Pada hakikatnya, ilmu keolahragaan berakar pada pengetahuan yang mencakup hidup dan kehidupan manusia yang sifatnya multi dimensi. Cakupan multi dimensinya, antara lain: dimensi kelahiran, dimensi tumbuh-kembang dan kematian, dimensi jasmani, mental dan emosional, dimensi biologis, pribadi, dan tingkah laku, dimensi individual dan sosial, dimensi ruang dan waktu, dimensi alamiah, kemanusiaan, dan kultural. Ilmu keolahragaan mengkaji dimensi-dimensi tersebut, dan yang menjadi subjek adalah manusia sehingga dapat dikatakan bahwa bidang ilmu ini memiliki dimensi kajian yang sangat kompleks sejalan dengan kompleksnya keberadaan manusia itu sendiri. Dengan demikian, hubungan antara ilmu keolahragaan dan ilmu-ilmu terdahulu yang mengkaji tentang manusia dan dimensinya begitu erat, namun perbedaannya terletak dari fokus kajiannya. Ilmu keolahragaan berfokus pada manusia yang melakukan aktivitas olahraga, olahraga yang dilakukan, dan segala seluk-beluk yang terdapat di dalamnya.
Ilmu keolahragaan bergerak sebagai refleksi kehidupan suatu masyarakat dalam sebuah bangsa. Oleh karena itu, olahraga sebagai sebuah subjek dapat dilakukan oleh siapapun, kapanpun, dimanapun, tanpa memandang dan membedakan jenis kelamin, suku, ras, dan hal-hal yang sifatnya primordial. Di dalam ilmu keolahragaan tergambar aspirasi dan nilai-nilai luhur suatu masyarakat yang terpancar melalui hasrat mewujudkan diri untuk memperoleh keahlian di bidangnya. Hal inilah yang membuka ruang profesionalisme dalam ilmu keolahragaan bahwa kajiannya dapat mencetak insan manusia unggul, baik secara jasmani, mental, intelektual, sosial, serta mampu berfokus pada bidangnya. Dengan demikian, secara fungsional, ilmu keolahragaan mempengaruhi aspek perkembangan intelektual, emosional dan sosial dalam kehidupan.
Jane Ruseski (2014: 396 ) mengatakan dengan berolahraga atau melakukan aktifitas fisik yang teratur dapat mengurangi resiko penyakit kronis, mengurangi stress dan depresi, meningkat kesejahteraan emosional, tingkat energi, kepercayaan 15 diri dan kepuasan dengan aktivitas sosial. Douglas Hartmann, Christina Kwauk. (2011: 285) mengatakan pada dasarnya olahraga adalah tentang partisipasi. Olahraga menyatukan individu dan komunitas, menyoroti kesamaan dan menjembatani perbedaan budaya atau etnis. Olahraga menyediakan forum untuk belajar keterampilan seperti disiplin, kepercayaan diri, dan kepemimpinan dan mengajarkan prinsip-prinsip inti seperti toleransi, kerja sama, dan rasa hormat. Olahraga mengajarkan nilai usaha dan bagaimana mengatur kemenangan dan juga kekalahan. Saat ini aspek positif dari olahraga ditekankan, olahraga menjadi kendaraan yang kuat yang melaluinya. Berdasarkan penjelasan menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa olahraga merupakan suatu kegiatan yang bersifat fisik mengandung unsur-unsur permainan serta berisi perjuangan dengan diri sendiri dengan orang lain yang terkait dengan interaksi lingkungan atau unsur alam yang terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan kemampuan dan kesenangan. Kegiatan olahraga tergantung dari sikap sesorang dari mana dia memaknainya, karena beragam definisi olahraga disebabkan oleh karakteristik olahraga itu sendiri yang semakin berkembang, semakin lama semakin berubah dan semakin kompleks baik dari jenis kegiatannya, dan juga penekanan motif yang ingin dicapai ataupun konteks lingkungan sosial budaya tempat pelaksanaannya.
Dari perspektif sosiologis, olahraga dipandang sebagai bagian dari budaya, dan karena itu masyarakatlah yang membentuknya sebagai bagian dari hidupnya. Itulah sebabnya. dari waktu ke waktu definisi olahraga berubah sesuai dengan persepsi kelompok masyarakat. Misalnya, definisi olahraga yang disepakati pada era tahun 1960an lebih diwarnai oleh nuansa upaya perjuangan melawan unsur alam atau diri sendiri”. Seiring dengan gerakan olahraga yang bersifat inklusif, “Sport for All” sejak tahun 1972 di Eropa, Europe Council sepakat untuk mengartikan olahraga sebagai “aktivitas spontan, bebas dan dilaksanakan pada waktu luang.” Dengan kata lain, olahraga mencakup pengertian yang luas bukan hanya olahraga kompetitif yang berisi kegiatan perlombaan atau pertandingan untuk memperagakan prestasi yang optimal, tetapi juga kegiatan jasmani pada waktu senggang sebagai pelepas telah, misalnya untuk tujuan pembinaan kebugaran jasmani.
Definisi semacam ini terangkum dalam paparan Herbert Haag (1986) yang menyatakan bahwa olahraga tidak diartikan dalam lingkup sempit, olahraga kompetifif, tetapi maknanya adalah mencakup kegiatan jasmani, baik formal maupun informal sifatnya, dari bahkan juga dalam bentuk kegiatan fundamental seperti pembinaan kebugaran jasmani. Menghadapi kenyataan bahwa olahraga itu sangat kompleks, pakar Olahraga di Indonesia telah mencoba untuk menggolongkannya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai ’sehingga dikenal olahraga pendidikan (pendidikan jasmani) yang menekankan aspek kependidikan, olahraga rekreasi untuk tujuan yang bersifat rekreatif, olahraga kompetitif untuk tujuan mencapai prestasi. Jenis dan bentuk olahraga berkembang sesuai dengan motif kelompok masyarakat pelakunya. Meskipun amat beragam bentuk dan jenisnya, tetapi masih dapat diidentifikasi persamaan umum yang menunjukkan ciri khas, atau “inner horizon” olahraga.
Sisi bagian dalam olahraga, memimjam istilah Husserl (1972), merupakan medan penelaahan dari objek formal pengembangan ilmu keolahragaan. Namun kemudian, intinya yang paling hakiki ialah fenomena gerak yang ditampilkan dalam suasana bermain (play), sehingga kriteria penilaian tertuju pada adanya faktor kebebasan dan kesengajaan secara sadar untuk melaksanakannya. Dengan kata lain fenomena gerak itu didasarkan pada kesadaran manusia untuk menggerakkan dirinya. Dalam kaitan itu maka esensi lainnya dari olahraga ialah tindakan yang mengandung unsur kesukariaan(joy) dan kebabagiaan. Keseluruhan ciri yang disebutkan tadi menempatkan hakikat olahraga sebagai subsistem bermain. Persoalannya tidak berbenti sampai di situ. Dunia olahraga tentu berbeda banyak dengan dunia bermain atau berbeda pula dengan kegiatan permainan yang mengandung unsur kebetulan(misalnya, permainan domino) atau permainan yang lebih banyak mengandalkan kemampuan intelektual (misalnya, catur).
Gambaran yang lebih spesifik pada olahraga menekankan aspek gerak insani (human movement) sebagai unsur utama sebagai kegiatan yang nyata dan berkecenderungan untuk menampilkan performa. Orientasi fisikal, seperti yang tampak pada kegiatan olahraga merupakkan ciri yang utama, sehingga di dalamnya terlibat unsur gerak yang melibatkan daya tahan, kecepatan, kekuatan, power, dan keterampilan (skill) itu sendiri. Kegiatan olahraga. selalu menampakkan diri dalam ujud nyata kehadiran fisik, peragaan diri secara sadar bertujuan disertai dengan penggunaan alatalat konkret seperti bola, raket dan bentuk lainnya.Perwujudan gerak itu terkait dengan aspek dorongan pada manusia yang terkait dengan faktor sosial dan budaya, pengaruh suasana kejiwaan, emosi dan motif.
Pelaksanaan olahraga selalu melibatkan keterampilan yang dipelajari yang dapat dilakukan hanya melalui proses ajar, yang dalam pelaksanaannya melibatkan suasana van yang menjalin hubungan sosial. Karena itu di dalam proses itu ada unsur pendidik dan peserta didik bahkan juga ada unsur persaingan untuk menunjukkan ketangkasan atau kelebihan pribadi. Perilaku olahraga itu juga sering digambarkan sebagai sesuatu yang riil, bukan bersifat artifisial yang dirancang dalam lakon-lakon bertema (misalnya, dalam gulat professional “Smackdown” yang sering disebut olahraga sirkus), Kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang olahragawan atau atlet tidak samata-mata terpaku pada pokok peranan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan tugas gerak berupa teknik-teknik dasar. Yang terjadi ialah seseorang, bersama yang lain, memainkan sebuah permainan yang benar-benar nyata, tidak berpura-pura dalam semangat kesungguhan yang menyerap seluruh perhatian. Karena itu di dalamnya ada kesungguhan, bukan kepurapuraan, dan bahkan ada unsur kejutan, sehingga praktik “main sabun” dalam sepakbola misalnya, yang skornya sudah ditentukan sungguh dianggap sebagai tindakan sadar menghancurkan ciri permainan yang amat bertentangan dengan ciri olahraga.
Pada kebanyakan kegiatan olahraga maka prinsip performa dan prestasi begitu menonjol. Di dalamnya ada ketegangan karena melibatkan pengerahan tenaga yang melibatkan nuansa kejutan dan bahkan keberuntungan, sehingga hasil yang dicapai sukar diprediksi. Dalam kaitan ini maka prestasi yang meskipun diperagakan melalui faktor jasmaniah, tetapi pada dasarnya melibatkan diri manusia secara utuh. Kegiatan olahraga dilaksanakan secara suka rela,dan tertuju pada pengembangan diri.
Ruang lingkup
Mengacu pada Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 tahun 2005 Bab II pasal 4 menetapakan bahwa keolahragaan nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan, kebugaran, prestasi, kualaitas manusia, 16 menanmkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkokoh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa. Selanjutnya pada Bab VI pasal 17 menetapkan ruang lingkup olahraga itu sendiri mencakup tiga pilar, yaitu: olahraga pendidikan, olahraga prestasi, dan olahraga rekreasi.
Ketiga pilar olahraga tersebut dilaksanakan melalui pembinaan dan pengembangan olahraga secara terencana, sistematik, berjenjang, dan berkelanjutan, yang dimulai dari pembudayaan dengan pengenalan gerak pada usia dini, pemassalan dengan menjadikan olahraga sebagai gaya hidup, pembibitan dengan penelusuran bakat dan pemberdayaan sentra-sentra olahraga, serta peningkatan prestasi dengan pembinnaan olahraga unggulan nasional sehingga olahragawan andalan dapat meraih puncak pencapaian prestasi. Adapun ruang lingkup dari ketiga pilar olahraga dapat dijabarkan sebagi berikut: 1) Olahraga Pendidikan Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan sebagai proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani. Olahraga pendidikan sebagai bagian dari proses pendidikan secara umum yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan baik satuan pendidikan formal maupun non formal, biasanya dilakukan oleh satuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan, guru pendidikan jasmani dengan dibantu oleh tenaga olahraga membimbing terselenggaranya kegiatan keolahragaan.
Menurut Barrie Houlihan (2016: 171) dalam meningkatkan 17 prestasi olahraga, salah satunya adalah melalui jenjang sekolah dan juga sistem pendidikan yang baik. Kebijakan olahraga di dalam dunia pendidikan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan prestasi olahraga. Sehingga sangatlah penting dalam mempertimbangkan bagaimana perumusan dan kebijakan olahraga dalam dunia pendidikan, karena sekolah merupakan elemen yang penting dalam pembangunan olahraga di masa depan. Di Indonesia lebih dikenal dengan nama Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes), hal tersebut sesuai dengan yang diamanatkan dalam Standar Nasional Pendidikan (PP RI No. 19 Tahun 2005 pasal 7 ayat 8). Selanjutnya dijelaskan bahwa Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan didalamnya terkandung 3 (tiga) komponen isi yang seharusnya ada, yaitu: Pendidikan Jasmani; Pendidikan Olahraga; dan Pendidikan Kesehatan.
Olahraga Prestasi Olahraga prestasi adalah olahraga yang membina dan mengembangkan olahragawan secara khusus dengan cara, terprogram, berjenjang dan berkelanjutan melalui kompetisi yang dilakukan selanjutnya para olahragawan yang memiliki potensi untuk dapat ditingkatakan prestasinya akan dimasukan kedalam asrama maupun tempat pelatihan khusus agar dapat dibina lebih lanjut guna mendapatkan prestasi yang lebih tinggi dan dengan didukung bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan yang lebih modern. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan adalah peningkatan kualitas maupun kuantitas pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaedah dan teori ilmu pengetahuan yang telah 22 terbukti kebenarannya untuk peningkatan fungsi, manfaat dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada atau menghasilkan teknologi baru bagi kegiatan keolahragaan.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kristiyanto (2012: 12) yang menyatakan bahwa, “Dalam lingkup olahraga prestasi, tujuannya adalah untuk menciptakan prestasi yang setinggi-tingginya. Artinya bahwa berbagai pihak seharusnya berupaya untuk mensinergikan hal-hal dominan yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi di bidang olahraga. Untuk mendapatkan atlet olahraga yang berprestasi, disamping proses latihan yang terprogram dan terencana dengan menerapkan prinsip-prinsip latihan, juga harus memperhatikan asupan gizi para atlet, selain itu harus pula di barengi dengan pengadaan kompetisi-kompetisi secara rutin agar atlet dapat menerapkan teknik dan taktik yang diperoleh selama pelatihan di arena sesungguhnya dan itu dapat mengasah mental para atlet itu sendiri dalam menghadapi kompetisi yang sesungguhnya. Semakin banyak jam terbang atlet dalam suatu kompetisi maka akan semakin berpengalaman pula atlet itu dalam megnhadapi situasi yang berubah-ubah dalam pertandingan. Pembinaan olahraga prestasi bertujuan untuk mengembangkan olahragawan secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai yang prestasi yang tinggi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
Keterbatasan dari pemerintah menuntut cabang-cabang olahraga lain yang belum menjadi prioritas pendanaan pemerintah, perlu menggalang dana kolektif dari masyarakat dan swasta. Para pemerhati 23 olahraga di Indonesia perlu menyatukan suara guna membangun kejayaan olahraga. Salah satunya dengan menetapkan sebuah badan yang benar-benar independen dan hanya berfokus pada pembangunan olahraga di Indonesia serta bebas dari segala kepentingan politik di dalamnya. Pembinaan olahraga prestasi berbentuk segitiga atau sering disebut pola piramida adan berporos pada proses pembinaan yang berkelanjutan. Dikatakan berkelanjutan karena pola itu harus didasari cara pandang yang utuh dalam memaknai program pemassalan dan pembibitan dengan program pembinaan prestasinya.
Program tersebut memandang arti penting pemassalan dan pembibitan yang bisa jadi berlangsung dalam program pendidikan jasmani yang baik, diperkuat dengan program pengembangannya dalam kegiatan klub olahraga sekolah, dimatangkan dalam berbagai aktivitas kompetisi intramural dan idealnya tergodok dalam program kompetisi intersklastik, serta dimantapkan melalui pemuncakan prestasi dalam bentuk training camp bagi para bibit atlet yang terbukti berbakat. Membangun strategi pembinaan olahraga secara nasional memerlukan waktu dan penataan sistem secara terpadu. Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Pemuda dan Olahraga tidak dapat bekerja sendiri tanpa sinergi dalam kelembagaan lain yang terkait dengan pembinaan sistem keolahragaan secara nasional. Penataan olahraga prestasi harus dimulai dari pemassalan olahraga dimasyarakat yang diharapkan memunculkan bibit-bibit atlet berpotensi dan ini akan didapat pada atlet yang dimulai dari usia sekolah.
Pembinaan olahraga prestasi harus berjangka waktu kehidupan atlet, dimulai 24 pada saat merekrut seorang anak untuk dikembangkan menjadi seorang atlet. Dalam merekrut calon atlet, postur dan struktur tubuhnya harus dilihat apakah tubuh (termasuk kemampuan jantung dan paru-paru) calon atlet itu bisa dibentuk dengan latihan-latihan untuk menjadi kuat, cepat dan punya endurance atau daya tahan. Untuk dapat menggerakan pembinaan olahraga harus diselenggarakan dengan berbagai cara yang dapat mengikutsertakan atau memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga secara aktif, berkesinambungan, dan penuh kesadaran akan tujuan olahraga yang sebenarnya.
Pembinaan olahraga seperti ini hanya dapat terselenggara apabila ada suatu sistem pengelolaan keolahragaan nasional yang terencana, terpadu, dan berkesinambungan dalam semangat kebersamaan dari seluruh lapisan masyarakat. Pembinaan atlet usia pelajar sering kali tidak terjadi kesinambungan dengan pembinaan cabang olahraga prioritas. Hal ini bisa dilihat dari berbagai cabang olahraga yang merupakan andalan untuk meraih medali emas tidak dibina secara berjenjang. Untuk itu perlu dilakukan penyusunan program pembibitan atlet usia dini dengan cabang olahraga yang menjadi prioritas. Sebagai langkah berikutnya perlu melakukan kerja sama antara Menteri Pemuda dan Olahraga dengan Komite Olahraga Nasional Indonesia Pusat serta induk organisasi cabang olahraga untuk membicarakan cabang-cabang olahraga yang menjadi prioritas utama baik didaerah, nasional maupun internasional. 25
3) Olahraga Rekreasi Olahraga rekreasi adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk kesehatan, kebugaran dan kegembiraan. Hal ini sejalan dengan pasal 19 Bab VI UU Nomor 3 Tahun 2005 dinyatakan bahwa “olahraga rekreasi bertujuan untuk memperoleh kesehatan, kebugaran jasmani dan kegembiraan, membangun hubungan sosial dan atau melestarikan dan meningkatkan kekayaan budaya daerah dan nasional”. Selanjutnya dinyatakan bahwa pemerintah daerah dan masyarakat berkewajiban menggali, mengembangkan dan memajukan olahraga rekreasi. Menurut Kristiyanto (2012: 6) berpendapat bahwa “olahraga rekreasi terkait erat dengan aktivitas waktu luang dimana orang bebas dari pekerjaan rutin. Waktu luang merupakan waktu yang ridak diwajibkan dan terbebas dari berbagai keperluan psikis dan sosial yang telah menjadi komitmennya”. Kegiatan yang umum dilakukan untuk rekreasi adalah pariwisata, olahraga, permainan, dan hobi dan kegiatan rekreasi umumnya dilakukan pada akhir pekan. Kegiatan rekreasi merupakan salah satu kegiatan yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Kegiatan tersebut ada yang diawali dengan mengadakan perjalanan ke suatu tempat dan sebagainya. Secara psikologi banyak orang yang di lapangan merasa jenuh dengan adanya beberapa kesibukan dari masalah, sehingga mereka membutuhkan istirahat dari bekerja, tidur dengan 26 nyaman, bersantai sehabis latihan, keseimbangan antara pengeluaran dan pendapatan, mempunyai teman bekerja yang baik, kebutuhan untuk hidup bebas, dan merasa aman dari resiko buruk. Melihat beberapa pernyataan di atas, maka rekreasi dapat disimpulkan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan sebagai pengisi waktu luang untuk satu atau beberapa tujuan, diantaranya untuk kesenangan, kepuasan, penyegaran sikap dan mental yang dapat memulihkan kekuatan baik fisik maupun mental. Beragam jenis olahraga rekreasi yang merupakan kekayaan asli dan jati diri bangsa Indonesia perlu dilestarikan, dipelihara dan diperkenalkan kepada generasi muda penerus, serta didokumentasikan dengan serius dan cermat, sehingga aset budaya dan jati diri bangsa Indonesia tidak hilang atau diakui oleh bangsa lain. Disamping itu, gerakan sport for all, yang menjadikan olahraga sebagai bagian dari upaya mendukung pembangunan kualitas sumber daya manusia, pendidikan, kesehatan dan kebugaran masayarakat serta aspek lain yang dibutuhkan oleh pembentukan karakter dan jati diri suatu bangsa, menjadikannya sebagai kekuatan yang ampuh dalam upaya memepersatukan bangsa Indonesia dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Struktur
Prof. Haag dari Universitas Kiel, Jerman Barat, sejak tahun 1979 membagi ilmu keolahragaan menjadi tiga kelompok utama, yang meliputi tujuh bidang teori (Lutan, Rusli, 1991:24). Ketujuh bidang teori yang dimaksud meliputi:
- Ilmu kedokteran keolahragaan. Ilmu kedokteran keolahragaan merupakan bidang teori dalam olahraga yang mengkaji tentang cara mendiaknosis suatu cedera, cara pencegahan cedera, cara penanganan cedera, dan rehabilitasi cedera yang dialami saat berolahraga. Penerapan ilmu kedokteran ke dalam bidang olahraga berkembang pesat, teruatama dalam kegiatan olahraga kompetitif. Penelaahan kemampuan biologic, pencarian paramerter kemampuan biloigs, penggunaan data medik untuk meramalkan presetasi atau kemampuan mengatasi beban latihan misalanya, merupakan kajian dari sport medicine. Yang banyak berkecimpung di wilayah ini yakni para dokter, seperti kecenderungan yang terjadi di Indonesia. Persoalan tentang gizi, proses rehabilitasi cidera, juga termasuk dalam sport medicine.
- Biomekanika keolahragaan. merupakan bidang teori yang mengkaji tentang gerak tubuh saat melakukan olahraga menggunakan hukum mekanika dan fisika, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih besar tentang pelaksanaan gerak pada olahraga, sehingga dapat memperagakan, menggambarkan, dan mengukur gerakan yang lebih baik. Bidang teori sport biomechanic, juga memberikan pemahaman tentang aplikasi prinsip-prinsip fisika dalam olahraga, seperti gerakan, perlawanan, momentum, dan pergesekan. Konsentrasi wilayah masalah ditekankan pada wilayah kajian aspek mekanika dari performan seseorang dalam olahraga. Analisa tentang bentuk dan arus gerak, berikut hukum-hukum mekanika yang tersangkut di dalamnya dalam rangka mencapai efisiensi gerak yang optimal merupakan wulayah kajian bio-mekanika olahraga. Dewasa ini, subdispilin biomekanika olahraga berkembang pesat dengan dukungan teknologi komputer. Degan menggunakan hasil rekaman performan tiga dimensi yang kemudian dihubungkan dengan program khusus komputer, para ahli dapat menganalisa struktur gerak secara teliti sehingga dapat mengetahui posisi anggota tubuh yang ideal atau kesalahan yang terjadi.
- Psikologi keolahragaan. Psikologi keolahragaan merupakan bidang teori olahraga yang mengkaji tentang psikologi atlet atau pelaku olahraga. Menurut divisi 47 American Psychological Association, sports psychology meliputi barisan topik mencangkup motivasi untuk tetap berusaha dan mencapai sukses, psikologis pertimbangan atau perhatian dalam cedera olahraga dan rehabilitasi, menasehati teknik atlet, menafsirkan bakat, latihan ketaatan and menjadi baik, memahami diri berhubungan dalam menuju keberhasilan, latihan olahraga, pemula dan peningkatan prestasi serta teknik pengaturan diri (Kendra Cherry, About.com Guide). Konsentrasi masalah ditekankan pada gejala psikologis terutama pada tingkat individual. Beberapa konsep seperti motivasi (termasuk motif berprestasi), kecemasa, arousal dalam kaitannya dengan fermorman seseorang termasuk dalam psikologi olahraga. Akhir-akhir ini juga berkembang pengetahuan tentang psikologi kepelatihan, yakni subdisiplin ilmu yang mengkhususkan perhatiannya apda aspek psikologis dalam kegiatan melatih olahraga kompetitif.
- Sosiologi keolahragaan. Sosiologi keolahragaan mengkaji tentang sosiologi dalam olahraga yang mencangkup kelakuan atau kebiasaan manusia, interaksi sosial yang tibul dalam aktifitas fisik, keterlibatan media dalam perkembangan olahraga. Biasanya tiap jenis olahraga dan juga even olahraga yang diadakan akan memberikan pengaruh sosial yang berbeda-beda pada masyarakat dan juga pelakuolahraga itu sendiri. Konsentrasi masalah terutama tentang gejala sosial budaya dalam olahraga. Sebagai contoh, apakah ada kaitan antara minat terhadap olahrga dengan status sosial ekonomi anak remaja tergolong kajian sosiologis. Proses pembentukan kelompok penggemar sepakbola, gejala perilaku agresif, identifikasi tokoh, penularan minat, perkembangan olahraga kemasyarakatan, masalah-masalah dalam tinju profesional misalnya, merupakan isu dalam sosiologi olahraga. Topik tertentu agak tumpang tindih dengan psikologi sosial, seperti misalnya kajian tentang sikap mahasiswa terhadap olahraga, atau peranan olahraga di kampus.
- Pedagogi keolahragaan. Bidang ini mengkaji tentang ilmu mendidik dalam olahraga. Mempersiapkan pemahaman dan pengertian yang tepat dalam aktifitas fisik sesuai dengan perkembangaan peserta didik dan menggunakan strategi untuk menemukan potensi yang ada pada peseta didik. Konsentrasi masalah yang dapat digali dari wilayah ini ialah isu olahraga yang bersifat kependidikan, termasuk proses belajar-mengajar keterampilan motorik. Pengembangan teori belajar-mengajar dengan berbagai aspek didalamnya (misalnya, transfer latihan, mental practice, gejala lupa, dan lain-lain) termasuk ke dalam pedagogi olahraga, meskipun kini subwilayah itu telah berkembang pesat sebagai subdisiplin ilmu yang semakin mandiri. Bagaimana meningkatkan efektifitas pengajaran, mempersiapkan tenaga guru olahraga, penyelengaraan program in-service misalnya, tergolong wilayah pedagogi.
- Sejarah keolahragaan. Bidang ini mengkaji tentang sejarah perkembangan olahraga, sejarah terbentuknya cabang- cabang olahraga yang ada saat ini, dan sejarah permulaan adanya even pertandingan dan perlombaan di seluruh dunia. Subwilayah ini banyak membahas isu sejarah. Kaitannya memang erat dan yang menajdi topik utama antara lain asal mulanya, siapa tokohnya, teori yang dikembangkan dan pengaruhnya dalam ilmu keolahragaan.
- Filsafat keolahragaan. Bidang yang ketujuh ini merupakan salah satu bidang yang mempelajari tentang filsafat olahraga. Memberikan pemahaman terhadap hakekat dan kebenaran dalam olahraga, sehingga para pelaku olahraga dapat memanfaatkan, mempelajari, mengajarkan dan mengembangkan olahraga dengan baik dan benar. Falsafah olahraga membahas secara kritis isu olahraga. Analisis kritis tentang hakikat olahraga dalam konteks pendidikan atau pembangunan, apa tujuan yang ingin dicapai, apa makna olahraga itu sedniri, bagaimana kaitan jiwa dan badan misalnya merupakan kajian folosofis.
Metode penelitian
Ilmu Keolahragaan dapat diartikan sebagai pengetahuan yang sistematis dan terorganisasi tentang fenomena keolahragaan yang dibangun melalui sistem penelitian ilmiah. Sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri pada hakekatnya Ilmu Keolahragaan dapat didukung dengan kajian ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Kajian ontologis dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang apa sebenarnya yang menjadi obyek studi ilmu keolahragaan yang dianggap unik dan tidak dikaji oleh disiplin ilmu lain. Kajian epistemologis dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara dan sistem kajian yang dipergunakan untuk mengembangkan ilmu keolahragaan. Sedangkan kajian aksiologis dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang apa sebenarnya nilai-nilai yang diberikan oleh ilmu keolahragaan bagi kemaslahatan hidup umat manusia. Kajian ontologis dapat menunjukkan bahwa studi ilmu keolahragaan memiliki obyek material yaitu gerak manusia (human movement) dan obyek material yaitu gerak manusia dalam rangka pembentukan dan pendidikan.
Dengan obyek studi tersebut kajian ilmu keolahragaan Dimensi Kajian Ilmu Keolahraga Sport Science, Vol. 01 No. 01 5 menjadi sangat kompleks karena di dalam obyek studi itu terkandung dimensi biologis, psikologis, budaya, dan antropologis. Sementara itu, gerak manusia dalam rangka pembentukan dan pendidikan telah menjelma dalam spektrum aktivitas jasmani yang luas, yang meliputi: play, games, physical education and health, sport, dance, recreation and leisure. Kajian ilmu keolahragaan menjadi semakin kompleks ketika berbagai aktivitas jasmani tersebut berkorelasi dan berinteraksi dengan aspek-aspek sosial, budaya, ekonomi, ideologi, politik, hukum, keamanan, dan ketahanan bangsa. Kajian epistemologis dapat menunjukkan bahwa ilmu keolahragaan dapat dikembangkan melalui beberapa pendekatan kajian dan metode penelitian.
Ada 4 pendekatan kajian yang dapat digunakan yaitu pendekatan: 1) multi-disiplin; 2) inter-disiplin; 3) lintas-disiplin; dan 4) trans-disiplin. Pendekatan multi-disiplin merupakan pendekatan dimana berbagai disiplin ilmu dengan perspektifnya masing-masing tanpa kesatuan konsep mengkaji fenomena keolahragaan. Pendekatan interdisiplin merupakan pendekatan dimana dua atau lebih disiplin ilmu berinteraksi dalam bentuk komunikasi ide atau konsep yang kemudian dipadukan untuk mengkaji fenomena keolahragaan. Pendekatan lintasdisiplin merupakan pendekatan dimana aspek-aspek yang ada dalam fenomena keolahragaan menjadi pusat orientasi penyusunan konsep secara terpadu dengan menggunakan teori-teori beberapa disiplin ilmu yang relevan. Dengan pendekatan lintas disiplin, batas-batas disiplin ilmu sumbernya menjadi tersamar atau tidak tampak.. Pendekatan transdisiplin merupakan pendekatan yang relatif baru dalam pengembangan ilmu, yaitu pendekatan dimana suatu disiplin ilmu dikembangkan dengan menggunakan metode, teknik, atau cara-cara yang telah lazim digunakan oleh disiplin ilmu lain.
Dari aspek metodologis dalam penelitian keolahragaan dapat digunakan 3 pendekatan yaitu pendekatan: 1) positivistik-empirik; 2) fenomenologis; dan 3) hermeneutik. Pendekatan positivistik-empirik menekankan pada data empirik hasil observasi dengan menggunakan instrumen tertentu, dan dalam posisi terpisah antara peneliti dengan obyek yang diteliti. Pendekatan fenomenologis menekankan pada pengungkapan fenomena empirik melalui pengamatan langsung yang kemudian ditafsirkan dan diberi makna. Pendekatan hermeneutik menekankan pada pemaparan pengetahuan berdasarkan pemahaman dan penafsiran atas obyek kajian dengan menggunakan teori yang sudah ada. Dimensi Kajian Ilmu Keolahraga Sport Science, Vol. 01 No. 01 6 Kajian aksiologis dapat menunjukkan bahwa ilmu keolahragaan dan aplikasinya dalam bentuk aktivitas keolahragaan ternyata memiliki nilainilai positif berkenaan dengan realitas kehidupan individu maupun masyarakat luas secara universal. Disamping nilai-nilai pembentukan dan pendidikan sebagai nilai-nilai utama, nilai survival bagi kehidupan umat manusia merupakan nilai yang lebih esensial. Nilai-nilai lain sebagai nilai ikutannya adalah berpotensi untuk memberikan sumbangan dalam membentuk kehidupan masyarakat dan umat manusia dalam kebersamaan tanpa mamandang perbedaan suku, ras, bangsa, agama, dan budaya. Dalam skala yang lebih bersifat sektoral, memiliki nilai-nilai dapat menyumbang terbentuknya dinamika kehidupan sosial, budaya, ekonomi, ideologi, politik, hukum, keamanan, dan ketahanan bangsa.
Profesi keahlian
Ilmuwan olahraga dan olahraga membantu orang meningkatkan kinerja olahraga mereka, pulih dari cedera atau meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka secara umum. Biasanya ada tiga bidang utama di mana ilmuwan olahraga dan olahraga bekerja:
- Akuisisi keterampilan dan psikologi: Ini termasuk pemahaman tentang faktor-faktor yang terkait dengan pembelajaran dan transfer keterampilan motorik, serta sisi mental kinerja dalam olahraga, dan bagaimana pikiran bekerja dan apa yang mendorong perilaku yang berbeda. Misalnya, membantu atlet profesional untuk meningkatkan keterampilan mereka dan kembali ke olahraga setelah cedera parah atau trauma besar.
- Biomekanika: Ini adalah memahami fungsi dan gerak aspek mekanis tubuh manusia. Misalnya, mengembangkan teknik pukulan yang lebih baik dalam kriket untuk meningkatkan kinerja.
- Fisiologi: Ini adalah pemahaman fungsi organ dan sistem tubuh manusia dan bagaimana ini berubah selama olahraga dan olahraga. Misalnya, menganalisis respons sistem kardiovaskular seseorang terhadap olahraga dan mengembangkan program pelatihan yang sesuai.
Mempelajari gelar dalam olahraga akan membuka Anda ke dunia peluang karir yang menarik - seperti bekerja dengan atlet profesional dan klub yang mungkin mengarah untuk terlibat dalam acara olahraga besar, seperti Olimpiade dan Commonwealth Games. Karier lain dalam olahraga dapat mencakup pelatihan kebugaran, pelatihan, atau bergabung dengan angkatan bersenjata/polisi/pemadam kebakaran. Jenis-jenis profesi keahlian dari keilmuan olahragaan ialah sebagai berikut:
- Pelatih olahraga. Ini adalah salah satu karir paling umum yang bisa Anda masuki ... dan salah satu yang paling bervariasi juga! Pelatih olahraga diperlukan di berbagai olahraga dan usia yang berbeda, yang berarti Anda dapat berspesialisasi dalam olahraga yang Anda sukai dan bekerja di berbagai organisasi juga seperti sekolah, pembibitan, tim olahraga, operator perjalanan, atau pusat rekreasi. Anda akan menikmati peran ini jika Anda adalah individu yang sadar kesehatan dan positif yang bersemangat tentang olahraga, senang memotivasi dan mengembangkan orang lain untuk melakukan yang terbaik, komunikator yang jelas, dan calon pemimpin. Selain itu, Anda dijamin akan merasakan kepuasan kerja dalam peran ini – bekerja dengan berbagai orang dengan kemampuan berbeda untuk membantu mereka mencapai yang terbaik, berkat keterampilan dan keahlian Anda. Biasanya untuk memenuhi syarat berkarir sebagai pelatih olahraga, Anda dapat belajar gelar dalam Ilmu Olahraga dan Latihan, atau Pelatihan Olahraga dan Pendidikan Jasmani – tergantung apakah Anda ingin melatih tim olahraga atau bekerja di lingkungan sekolah.
- Guru atau Dosen. Setelah mempelajari gelar dalam olahraga, Anda mungkin memutuskan untuk belajar PGCE untuk mencapai Status Guru Berkualitas (QTS) untuk bekerja di sekolah dasar atau menengah, biasanya sebagai guru PE. Ada beberapa peluang fantastis dengan pilihan karir ini, karena memungkinkan kemajuan besar untuk menjadi lebih senior saat Anda mengembangkan pengalaman Anda. Biasanya, setelah mempelajari PGCE, Anda akan mulai sebagai guru yang baru memenuhi syarat dan dapat melanjutkan pekerjaan Anda hingga kepala tahun dan kepala departemen. Ini adalah pekerjaan yang sangat bermanfaat yang akan memungkinkan Anda untuk mempengaruhi dan memotivasi siswa Anda untuk menanamkan semangat dan antusiasme untuk olahraga.
- Ahli Nutrisi Olahraga. Ahli Gizi Olahraga bekerja dengan atlet elit dan tim olahraga profesional (dan harus terdaftar di SENr) atau dengan masyarakat umum untuk membantu mereka mencapai kinerja individu atau tujuan kesehatan mereka. Apakah Anda memilih untuk bekerja dengan atlet atau publik, peran Anda akan sangat bervariasi dan dapat mencakup membuat, menyampaikan, dan mengevaluasi rencana diet; menilai komposisi tubuh; atau melakukan analisis nutrisi untuk mendorong klien Anda membuat pilihan makanan yang lebih sehat untuk memberi manfaat bagi kinerja dan tujuan jangka panjang mereka. Anda harus bermotivasi tinggi dan menyesuaikan keterampilan dan layanan Anda untuk setiap individu, dan mampu memberikan saran, sumber daya, dan rencana spesialis untuk mendorong perubahan. Peran ini biasanya digunakan dalam klub olahraga profesional, lembaga pendidikan dan sektor kesehatan, tetapi juga merupakan peran yang besar untuk didirikan secara pribadi dan menjadi wiraswasta.
- Terapis Olahraga. Setelah berhasil menyelesaikan gelar dalam Terapi Olahraga, sebagai Terapis Olahraga Pascasarjana, Anda akan memiliki pengetahuan dan keterampilan klinis untuk menjadi percaya diri dan efektif dalam mencegah, menilai, merawat, dan merehabilitasi cedera muskuloskeletal. Anda dapat memilih untuk bekerja dalam olahraga profesional, semi-profesional, atau amatir. Atau, Anda mungkin ingin bekerja di praktik pribadi, merawat berbagai macam individu di klinik cedera olahraga. Ada banyak peluang dalam profesi ini - lihat saja kisah pemimpin kursus Terapi Olahraga kami dari Commonwealth Games 2018 di Australia.
Referensi
- ^ https://eprints.uns.ac.id/1977/1/158-288-1-SM.pdf
- ^ "Sejarah Ilmu Olahraga | PDF". Scribd. Diakses tanggal 2022-02-22.
- ^ "Ilmu Olahraga PDF | PDF". Scribd. Diakses tanggal 2022-02-22.
- ^ "Tugas Kajian Ilmu Keolahragaan | PDF". Scribd. Diakses tanggal 2022-02-22.
- ^ http://repositori.unsil.ac.id/1366/1/Prosedur%20Penelitian%20Keolahragaan.pdf
- ^ "What does a career in sport and exercise science look like?". www.murdoch.edu.au. Diakses tanggal 2022-02-23.
- ^ "Five careers you can do with a degree in Sport". Birmingham City University (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-23.
- ^ Rea, Simon (2015-12-03). Sports Science: A Complete Introduction: Teach Yourself (dalam bahasa Inggris). John Murray Press. ISBN 978-1-4736-1490-1.
- ^ http://eprints.uny.ac.id/66023/3/Bab%20II.pdf