Ptosis kelopak mata

Revisi sejak 25 Februari 2022 11.14 oleh PutraHP (bicara | kontrib)

Ptosis kelopak mata atau disebut juga blefaroptosis adalah suatu kondisi turunnya kelopak mata bagian atas (palpebra superior) di bawah kedudukan normal.[1]

Ptosis kelopak mata
Ptosis kelopak mata kiri (ptosis unilateral). Foto diambil oleh William Bell pada tahun 1852.
Informasi umum
Pelafalan
SpesialisasiOftalmologi, optometri, neurologi

Tanda dan gejala

  • Gejala utama ptosis adalah jatuhnya salah satu atau kedua kelopak mata bagian atas.
  • Wajah terlihat lelah
  • Mata kering, tetapi bisa juga berair.
  • Lapangan pandang terganggu karena kelopak mata menutupi bola mata.
  • Penderita mendongakkan kepalanya saat berbicara agar dapat mengintip dari celah kelopak mata.
  • Mata gatal dan terasa lelah karena penderita berusaha keras untuk mengangkat kelopak matanya agar dapat melihat dengan jelas.[2]
  • Kelelahan pada otot levator palpebra superior karena kompensasi mengangkat alis untuk memperluas lapangan pandang.[3]
  • Ptosis yang terjadi sejak lahir akan menyebabkan ambliopi atau mata malas.[1]
  • Ptosis pada anak akan menyebabkan astigmatisma

Penyebab

Usia

Kelainan bawaan

Trauma pada mata dan penyakit tertentu seperti tumor, kista, atau pembengkakan pada kelopak mata, kerusakan saraf pada otot mata, kelainan neurologis, dan komplikasi setelah penyuntikan botox.[3]

Faktor risiko

Mekanisme dan patofisiologi

Klasifikasi

Berdasarkan waktu timbulnya, ptosis terbagi menjadi dua yaitu ptosis kongenital dan ptosis dapatan. Ptosis kongenitan adalah ptosis yang diderita sejak lahir. Manifestasi klinisnya dapat berupa ptosis sederhana (miopatik), sindrom blefarifimosis, dan sindrom Marcus-Gunn. Sebagian besar ptosis kongenital berbentuk miopatik yang terjadi karena ketidaksempurnaan perkembangan otot levator palpebra.

Berdasarkan etiologinya, ptosis dapatan terbagi menjadi ptosis miogenik, aponeurosis, neurogenik, neuromiogenik, traumatikal, mekanikal, dan pseudoptosis.[7]

Ptosis miogenik disebabkan karena kelemahan otot levator palpebra atau karena gangguan transmisi impuls di sambungan neuromuskular seperti yang terjadi pada distrofi okulofaringeal, oftalmoplegi eksternal kronis yang progresif, sindrom blefarofimosis, ptosis kongenital, miopati okular, dan distrofi miotonik.[7][8]

Ptosis aponeurosis (disebut juga ptosis involusional) disebabkan karena defek pada levator aponeurosis yang disebabkan karena faktor penuaan, trauma, atau komplikasi operasi.[7][8]

Ptosis neuromiogenik disebabkan karena gangguan pada otot dan saraf seperti yang terjadi pada miastenia gravis dan ptosis akibat tindakan botox.[7]

Ptosis neurogenik disebabkan karena kelainan persarafan pada otot levator palpebra superior seperti pada palsi saraf kranialis III, sindrom Horner, fenomena Marcus Gunn, dan sklerosis mulltipel.[7][8]

Ptosis mekanikal terjadi akibat jaringan parut pada kelopak mata, tumor, lensa kontak yang berada di cekungan mata bagian atas, kalazion, dan enoftalmus.[7][8]

Ptosis traumatikal terjadi karena trauma pada otot levator aponeurosis, otot levator palpebra atau saraf kranialis III yang menyebabkan transeksi levator, pembentukan jaringan parut, laserasi kelopak mata, atau fraktur bagian atas rongga mata yang disertai dengan iskemik.[7][8]

Pseudoptosis adalah kondisi yang menyerupai ptosis yang sebenarnya seperti yang terjadi pada dermatokalasis, anoftalmus, ptisis bulbi, mikroftalmus, enoftalmus, hipotropia, retraksi kelopak mata kontralateral, dan proptosis kontralateral.[7]

Diagnosis

Anamnesis. Memuat informasi tentang waktu timbulnya keluhan, lamanya keluhan diderita, keluhan apa saja yang dirasakan, riwayat trauma, riwayat operasi di daerah wajah, dan riwayat pengobatan.

Evaluasi klinis. Pemeriksa memperhatikan penampakan penderita secara umum apakah terdapat kerutan di dahi, kepala yang didongakkan, pengangkatan alis, bekas luka di daerah mata, pembengkakan, struktur abnormal di sekitar kelopak mata, deviasi bola mata.

  • Tidak adanya lipatan di bagian atas kelopak mata menguatkan dugaan ptosis kongenital.
  • Pemeriksaan fungsi pupil, anisokoria dengan miosis pada salah satu pupil dapat ditemukan pada sindrom Horner dan palsi saraf kranial III memberikan gambaran midriasis.[9]
  • Penilaian motilitas bola mata untuk menilai kemungkinan adanya paresis saraf kranial III (saraf okulomotor).
  • Memeriksa adanya kedutan pada rahang untuk menyingkirkan kemungkinan fenomena Marcus Gunn.
  • Melakukan tes fenilefrin untuk menentukan jenis tindakan yang akan dilakukan. Fenilefrin tetes diberikan di celah mata bagian atas. Hasil positif berupa terangkatnya kelopak mata. Operasi koreksi terbaik untuk kondisi ini adalah reseksi otot konjungtiva Müller.[8][10]
  • Penilaian fungsi otot levator untuk mengukur jarak perubahan posisi palpebra superior saat melihat ke bawah kemudian ke atas.[8]
  • Pemeriksaan margin-reflex distance (MRD) 1 mengukur jarak antara margo palpebra superior dengan refleksi cahaya di kornea pada posisi primer. MRD 2 mengukur jarak antara margo palpebra inferior dengan refleksi cahaya di kornea pada posisi primer.[8][11]
  • Pemeriksaan tinggi fissura palpebra, yaitu jarak terlebar antara palpebra superior dan inferior. Dilakukan saat penderita melihat objek yang posisinya jauh. Tinggi fissura yang normal adalah 7-10 mm pada pria dan 8-12 mm pada wanita.[8][11]

Pengobatan

Penanganan untuk ptosis adalah dengan tindakan operatif. Operasi dilakukan dengan mempertimbangkan derajat gangguan yang ditimbulkan oleh ptosis terhadap kegiatan penderita sehari-hari. Gangguan ini timbul dari obstruksi aksis visual, penyempitan lapang pandang yang signifikan di bagian atas, dan kelelahan kelopak mata atas.

Algoritma penanganan ptosis dengan operasi adalah dengan menilai fungsi otot levator palpebra yang dimiliki oleh penderita.[12]

  • Fungsi otot levator yang baik (minimal 1-2 mm) akan dilanjutkan dengan tes fenilefrin.[13] Jika tes fenilefrin positif, jenis tindakan operasi yang dilakukan adalah reseksi otot konjungtiva Müller (reseksi otot tarsal superior). Jika hasilnya negatif, jenis tindakan operasi yang dapat dilakukan ada dua yaitu Servat Fasanella atau perbaikan levator aponeurosis.[12][14]
  • Fungsi otot levator sedang (minimal 3-4 mm) ditangani dengan teknik operasi perbaikan levator aponeurosis.[12][15]
  • Fungsi otot levator yang buruk (4-7 mm) ditangani dengan suspensi frontal dengan menggunakan fasia lata atau batang silikon (metode Crawford) jika ptosisnya bilateral.[12][16] Jika ptosisnya unilateral, ditangani dengan metode pengangkatan Whitnall dan tarsektomi atau suspensi frontal unilateral.[12][17]

Penatalaksanaan pada anak

Pilihan untuk koreksi ptosis pada anak adalah dengan tindakan operasi dengan tujuan untuk memperbaiki fungsi penglihatan dan mencegah ambliopi. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum tindakan operasi ptosis pada anak adalah usia, ptosis unilateral atau bilateral, tinggi kelopak mata, kekuatan otot kelopak mata, dan pergerakan mata.[1]

Penatalaksanaan pada orang dewasa

Saat ini telah ada pengobatan terbaru untuk ptosis dapatan pada orang dewasa tanpa operasi yaitu oksimetazolin yang bekerja pada otot levator palpebra. Meskipun demikian, oksimetazolin tidak bekerja pada semua jenis ptosis terutama yang disebabkan oleh trauma atau gangguan pada saraf.[1]

Prognosis

Komplikasi

Referensi

  1. ^ a b c d DeAngelis, Kendra Denise (19 Februari 2021). "What Is Ptosis?". American Academy of Ophthalmology. Diakses tanggal 24 Februari 2022. 
  2. ^ "Ptosis Of The Eyelid". eyeinstitute.co.nz. Diakses tanggal 24 Februari 2022. 
  3. ^ a b c d e f g h Kandola, Aaron (18 Oktober 2018). Cobb, Cynthia, ed. "Droopy eyelid (ptosis): Causes, risk factors, and treatment". www.medicalnewstoday.com. Diakses tanggal 24 Februari 2022. 
  4. ^ "Ptosis". www.aoa.org. Diakses tanggal 24 Februari 2022. 
  5. ^ Charters, Lynda (23 Oktober 2021). "Causes of involutional ptosis". Ophthalmology Times. Diakses tanggal 24 Februari 2022. 
  6. ^ a b c d Thomas, Linda (13 Maret 2016). "Causes of Eyelid Drooping (Ptosis) | Florida Eye". floridaeye.org. Diakses tanggal 24 Februari 2022. 
  7. ^ a b c d e f g h Jordan, David R. (2016). "Ptosis In Adults". Dr. David R. Jordan. Diakses tanggal 25 Februari 2022. 
  8. ^ a b c d e f g h i Shahzad, Babar; Siccardi, Marco A. (2022). Ptosis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 31536311. 
  9. ^ Liao, Janice (5 Februari 2016). "Ptosis: Diagnostic Tips & Surgical Options". www.reviewofophthalmology.com. Diakses tanggal 25 Februari 2022. 
  10. ^ Koka, Kirthi; Patel, Bhupendra C. (2022). Ptosis Correction. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 30969650. 
  11. ^ a b "Blepharoptosis". www.aao.org. Diakses tanggal 25 Februari 2022. 
  12. ^ a b c d e Uzcategui, Nicolas; Iyengar, Srivinas S.; Dresner, Steven C (4 Juni 2016). "Ptosis surgery". Ento Key. Diakses tanggal 25 Februari 2022. 
  13. ^ Grace Lee, N.; Lin, Li-Wei; Mehta, Sonia; Freitag, Suzanne K. (13 September 2015). "Response to phenylephrine testing in upper eyelids with ptosis". Digital Journal of Ophthalmology : DJO. 21 (3): 1–12. doi:10.5693/djo.01.2015.05.001. ISSN 1542-8958. PMC 4902646 . PMID 27330465. 
  14. ^ Yom, Kelly H.; Ricca, Aaron M. (31 Juli 2018). "Phenylephrine Response in Upper Eyelid Ptosis". webeye.ophth.uiowa.edu. Diakses tanggal 25 Februari 2022. 
  15. ^ Waqar, Salman; McMurray, Catherine; Madge, Simon N. (14 Desember 2010). "Transcutaneous Blepharoptosis Surgery - Advancement of Levator Aponeurosis". The Open Ophthalmology Journal. 4: 76–80. doi:10.2174/1874364101004010076. ISSN 1874-3641. PMC 3041000 . PMID 21339900. 
  16. ^ Allen, Richard C. (Mei 2017). "5-Surgical Management of Ptosis and Brow Ptosis | PDF | Ophthalmology | Clinical Medicine". Scribd. Diakses tanggal 25 Februari 2022. 
  17. ^ Lee, Wendy W (13 Juli 2011). "Ptosis Repair: What to Choose". www.ophthalmologyweb.com. Diakses tanggal 25 Februari 2022.