Kilotoraks

keadaan medis

Kilotoraks adalah akumulasi abnormal kilus, sejenis getah bening yang kaya lipid, di ruang sekitar paru-paru. Limfatik dari sistem pencernaan biasanya mengembalikan lipid yang diserap dari usus halus melalui saluran toraks, yang naik di belakang kerongkongan untuk mengalir ke vena brakiosefalika kiri. Jika drainase duktus thorakalis normal terganggu, baik karena obstruksi atau ruptur, kilus dapat bocor dan menumpuk di dalam ruang pleura yang bertekanan negatif. Pada orang dengan diet normal, kumpulan cairan ini kadang-kadang dapat dikenali dari penampakannya yang keruh dan putih susu, karena kilus mengandung trigliserida yang teremulsi.

Kilotoraks adalah penyakit yang jarang tetapi serius, karena menandakan kebocoran saluran toraks atau salah satu anak salurannya. Terdapat berbagai perawatan, baik bedah maupun konservatif.[1] Sekitar 2-3% dari semua kumpulan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura) adalah kilotoraks.[2] Penting untuk membedakan kilotoraks dari pseudokilotoraks (efusi pleura dengan tinggi kolesterol), yang memiliki penampilan yang serupa secara visual tetapi disebabkan oleh proses inflamasi yang lebih kronis dan memerlukan perawatan yang berbeda.

Tanda dan gejala

Gejala kilotoraks bergantung pada ukuran dan penyebab yang mendasarinya. Kilotoraks kecil mungkin tidak menimbulkan gejala apa pun dan hanya terdeteksi pada rontgen dada yang dilakukan karena sedang dilakukan pemeriksaan penyakit lain. Kilotoraks besar dapat menyebabkan sesak napas atau perasaan tertekan di dada, disebabkan oleh cairan yang membatasi ekspansi paru-paru. Kilotoraks yang besar dapat tetap tanpa gejala jika kilotoraks terakumulasi secara perlahan, karena paru-paru telah terbiasa terhadap tekanan seiring waktu. Demam atau nyeri dada biasanya tidak berhubungan dengan kilotoraks, karena kilus tidak menimbulkan peradangan dengan sendirinya.[3]

Pada pemeriksaan, kilotoraks dapat menyebabkan penurunan suara napas pada sisi yang terkena, berkaitan dengan suara tumpul saat dada diketuk atau ditabuh. Dalam kasus kilotoraks pasca operasi, tanda pertama mungkin drainase persisten dari saluran interkostal.[1] Kilotoraks besar dapat menyebabkan tanda-tanda yang berhubungan dengan hilangnya nutrisi, termasuk ciri-ciri malnutrisi, atau penurunan kemampuan untuk melawan infeksi. Kilotoraks yang terakumulasi dengan cepat dapat menyebabkan penurunan volume darah secara tiba-tiba, yang menyebabkan tekanan darah rendah.[4]

Penyebab

Ada tiga jenis utama kilotoraks: non-traumatik, traumatik, dan idiopatik. Secara historis bentuk kilotoraks yang paling umum yaitu non-traumatik, tetapi kilotoraks traumatis saat ini mewakili sebagian besar kasus, dengan sebagian besar timbul sebagai komplikasi pasca operasi operasi.[5][6] Penyebab paling umum dari kilotoraks non-trauma adalah kanker.[1] Kilotoraks juga dapat digolongkan sebagai output rendah atau output tinggi berdasarkan laju akumulasi kilus: kilotoraks output rendah mengakumulasi <500 mL kilus per 24 jam, sedangkan kilotoraks output tinggi mengakumulasi >1000 mL per 24 jam.[7]

Non-traumatik

Keganasan merupakan penyebab paling sering dari kilotoraks non-trauma. Kanker seperti leukemia limfositik kronis, kanker paru-paru, limfoma, sarkoma Kaposi, karsinoma metastatik, atau kanker esofagus merupakan penyebab potensial kilotoraks. Infeksi juga dapat menyebabkan kilotoraks, paling sering ditemukan di negara berkembang. Penyebab paling umum dari kilotoraks karena infeksi yaitu komplikasi limfadenitis tuberkulosis. Infeksi penyebab lainnya termasuk aortitis, histoplasmosis, dan filariasis. Kilotoraks juga bisa bawaan dari lahir, dan dapat terjadi bersamaan dengan malformasi limfatik lain seperti limfangiektasis dan limfangiomatosis. Penyakit lain seperti tuberous sclerosis, penyakit jantung bawaan, trisomi 21 (sindrom Down), sindrom Noonan, atau sindrom Turner (kehilangan kromosom X) juga merupakan kemungkinan penyebab kilotoraks bawaan. Penyebab lain yang lebih jarang dari kilotoraks bawaan termasuk penyakit Castleman, sindrom kuku kuning, makroglobulinemia Waldenström, sarkoidosis, trombosis vena, radiasi toraks, makroglobulinemia, amiloidosis, dan gondok. Penyakit ini menyebabkan kilotoraks dengan menghalangi atau menghancurkan saluran toraks. Selain itu, nutrisi parenteral dapat menjadi penyebab karena pemberian dosis cepat dapat membanjiri saluran toraks, menyebabkan kilus bocor ke ruang pleura sekitarnya.[1]

Traumatik

Siklotoraks iatrogenik setelah operasi merupakan jenis siklotoraks yang paling umum.[1] Siklotoraks jenis ini merupakan komplikasi umum dan serius dari pneumonektomi.[8] Kondisi ini sering terjadi pada operasi yang membutuhkan pemotongan mediastinum.[4] Probabilitas siklotoraks bergantung pada jenis operasi. Operasi dengan risiko siklototraks tertinggi yaitu esofagostomi, dengan risiko 5-10% siklotoraks. Reseksi paru dan bedah nodus mediastinum memiliki risiko tertinggi kedua, dengan risiko 3-7%. Operasi lain seperti reseksi tumor mediastinum, perbaikan aneurisma toraks, simpatektomi, dan operasi lain yang dilakukan di leher bagian bawah atau mediastinum dapat menyebabkan siklotoraks. Siklotoraks setelah trauma dan bukan setelah operasi juga telah ditemukan setelah penempatan jalur sentral, implantasi alat pacu jantung, dan embolisasi malformasi arteriovenosa paru. Trauma tumpul pada daerah dada merupakan penyebab lain siklotoraks, yang terjadi setelah luka ledakan dan bahkan cedera sederhana akibat batuk atau bersin.[1]

Mekanisme

Diagnosis

Perawatan

Perawatan untuk kilotoraks tergantung pada penyebab yang mendasari. Perawatan meliputi modifikasi diet, obat-obatan untuk mencegah pembentukan kilus termasuk somatostatin/ octreotide, midodrine dan sirolimus, pleurodesis, dan perawatan bedah termasuk ligasi duktus toraks, pleurovenous or pleuroperitoneal shunting, atau embolisasi duktus toraks.[1]

Awal

Konservatif

Bedah

Prognosis

Tingkat morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan kilotoraks telah menurun karena perawatan yang lebih baik. Kilotoraks ganas, bilateral, dan kronis memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan jenis lainnya.[4] Saat ini, angka mortalitas dan morbiditas sekitar 10% jika ditangani dengan pembedahan.[1] Jika kasus pasca operasi dan diobati secara konservatif, angka kematian mendekati 50%.[4]

Komplikasi

Komplikasi kilotoraks termasuk malnutrisi, imunosupresi, dehidrasi, dan gangguan pernapasan.[5] Tingkat keparahan komplikasi tergantung pada seberapa cepat kilotoraks terakumulasi, ukurannya, dan kronisitasnya.[9]

Epidemiologi

Kilotoraks jarang terjadi dan biasanya terjadi sebagai komplikasi operasi di leher dan mediastinum. Kilotoraks tidak memiliki kecenderungan khusus terhadap jenis kelamin atau usia. Kilotoraks terjadi pada 0,2-1% dari operasi kardiotoraks, 5-10% dari esofagostomi, dan 3-7% dari reseksi paru-paru.[1]

Hewan lainnya

Kilotoraks jarang terjadi pada kuda. Tanda dan gejala klinis pada anak kuda antara lain kesulitan bernapas, napas cepat, batuk, demam, dan lesu. Cairan umumnya tampak buram dan seperti susu tanpa bau apapun.[10] Batas cairan dikenali saat dada ditabuh dan ada suara paru yang berkurang. Untuk membedakan antara kilus dan pseudokilus, bahwa pseudokilus tidak terjadi pemisahan setelah sentrifugasi. Tidak banyak informasi tentang penanganan kilotoraks pada kuda. Perawatan suportif, antimikroba, drainase toraks, dan manajemen diet telah digunakan dengan sukses.[11] Pembedahan telah dilakukan pada hewan lain dengan keberhasilan terbatas, tetapi belum dilaporkan pada kuda. Meskipun keberhasilan telah dilaporkan, prognosisnya relatif tidak diketahui karena kurangnya data.

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i Rudrappa, Mohan; Paul, Manju (2022). Chylothorax. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 29083798. 
  2. ^ "Chylothorax and Cholesterol Effusion". Pulmonology Advisor (dalam bahasa Inggris). 2019-01-23. Diakses tanggal 2022-02-26. 
  3. ^ Schild, Hans H; Strassburg, Christian P; Welz, Armin; Kalff, Jörg (2013–2014). "Treatment Options in Patients With Chylothorax". Deutsches Ärzteblatt International. 110 (48): 819–826. doi:10.3238/arztebl.2013.0819. ISSN 1866-0452. PMC 3865492 . PMID 24333368. 
  4. ^ a b c d Nair SK, Petko M, Hayward MP (2007). "Aetiology and management of chylothorax in adults". European Journal of Cardio-Thoracic Surgery. 32 (2): 362–9. doi:10.1016/j.ejcts.2007.04.024. PMID 17580118. 
  5. ^ a b Chalret du Rieu, M.; Mabrut, J.-Y. (2011-10). "Management of postoperative chylothorax". Journal of Visceral Surgery (dalam bahasa Inggris). 148 (5): e346–e352. doi:10.1016/j.jviscsurg.2011.09.006. 
  6. ^ Pillay, T. G.; Singh, B. (2016-03). "A review of traumatic chylothorax" (PDF). Injury. 47 (3): 545–550. doi:10.1016/j.injury.2015.12.015. ISSN 1879-0267. PMID 26776461. 
  7. ^ Senaati, A.; Braun, A. (2015-02). "Role of the interventional radiologist in the diagnosis and management of chylothorax: a review of traditional and novel methods". Journal of Vascular and Interventional Radiology (dalam bahasa Inggris). 26 (2): S226. doi:10.1016/j.jvir.2014.12.601. 
  8. ^ McGrath, Emmet E.; Blades, Zoe; Anderson, Paul B. (2010-01). "Chylothorax: Aetiology, diagnosis and therapeutic options". Respiratory Medicine (dalam bahasa Inggris). 104 (1): 1–8. doi:10.1016/j.rmed.2009.08.010. 
  9. ^ Kumar, Abhishek; Harris, Kassem; Roche, Charles; Dhillon, Samjot Singh (2014-11). "A 69-year-old woman with lymphoma and chylothorax. Looking beyond the usual suspect". Annals of the American Thoracic Society. 11 (9): 1490–1493. doi:10.1513/AnnalsATS.201406-251CC. ISSN 2325-6621. PMID 25423001. 
  10. ^ Groover, E. S.; Wooldridge, A. A. (2013-10). "Equine haemothorax: Equine haemothorax" (PDF). Equine Veterinary Education (dalam bahasa Inggris). 25 (10): 536–541. doi:10.1111/eve.12072. 
  11. ^ Scarratt, W. K.; Wallace, M. A.; Pleasant, R. S.; Sysel, A. M.; Feldman, B.; Jones, J. C. (1997-01). "Chylothorax and meconium impaction in a neonatal colt". Equine Veterinary Journal (dalam bahasa Inggris). 29 (1): 77–79. doi:10.1111/j.2042-3306.1997.tb01643.x.