Kilotoraks
Kilotoraks adalah akumulasi abnormal kilus, sejenis getah bening yang kaya lipid, di ruang sekitar paru-paru. Limfatik dari sistem pencernaan biasanya mengembalikan lipid yang diserap dari usus halus melalui saluran toraks, yang naik di belakang kerongkongan untuk mengalir ke vena brakiosefalika kiri. Jika drainase duktus thorakalis normal terganggu, baik karena obstruksi atau ruptur, kilus dapat bocor dan menumpuk di dalam ruang pleura yang bertekanan negatif. Pada orang dengan diet normal, kumpulan cairan ini kadang-kadang dapat dikenali dari penampakannya yang keruh dan putih susu, karena kilus mengandung trigliserida yang teremulsi.
Kilotoraks | |
---|---|
Tiga botol kilus dialirkan dari kilotoraks | |
Informasi umum | |
Spesialisasi | Pulmonologi |
Tipe | Luaran rendah, luaran tinggi |
Penyebab | Komplikasi pembedahan, trauma, kanker, infeksi, kelainan pembuluh limfe |
Aspek klinis | |
Gejala dan tanda | Tidak ada, sesak napas |
Komplikasi | Dehidrasi, malnutrisi, tingkat elektrolit abnormal, sistem imun melemah |
Diagnosis | Rontgen sinar X, CT scan, MRI toraks, pengambilan sampel cairan |
Perawatan | Menghilangkan lemak dari diet, mengurangi aliran getah bening, selang dada, bedah |
Pengobatan | Octreotide, midodrine, dan sirolimus |
Prognosis | ~10% risiko kematian |
Kilotoraks adalah penyakit yang jarang tetapi serius, karena menandakan kebocoran saluran toraks atau salah satu anak salurannya. Terdapat berbagai perawatan, baik bedah maupun konservatif.[1] Sekitar 2-3% dari semua kumpulan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura) adalah kilotoraks.[2] Penting untuk membedakan kilotoraks dari pseudokilotoraks (efusi pleura dengan tinggi kolesterol), yang memiliki penampilan yang serupa secara visual tetapi disebabkan oleh proses inflamasi yang lebih kronis dan memerlukan perawatan yang berbeda.
Tanda dan gejala
Gejala kilotoraks bergantung pada ukuran dan penyebab yang mendasarinya. Kilotoraks kecil mungkin tidak menimbulkan gejala apa pun dan hanya terdeteksi pada rontgen dada yang dilakukan karena sedang dilakukan pemeriksaan penyakit lain. Kilotoraks besar dapat menyebabkan sesak napas atau perasaan tertekan di dada, disebabkan oleh cairan yang membatasi ekspansi paru-paru. Kilotoraks yang besar dapat tetap tanpa gejala jika kilotoraks terakumulasi secara perlahan, karena paru-paru telah terbiasa terhadap tekanan seiring waktu. Demam atau nyeri dada biasanya tidak berhubungan dengan kilotoraks, karena kilus tidak menimbulkan peradangan dengan sendirinya.[3]
Pada pemeriksaan, kilotoraks dapat menyebabkan penurunan suara napas pada sisi yang terkena, berkaitan dengan suara tumpul saat dada diketuk atau ditabuh. Dalam kasus kilotoraks pasca operasi, tanda pertama mungkin drainase persisten dari saluran interkostal.[1] Kilotoraks besar dapat menyebabkan tanda-tanda yang berhubungan dengan hilangnya nutrisi, termasuk ciri-ciri malnutrisi, atau penurunan kemampuan untuk melawan infeksi. Kilotoraks yang terakumulasi dengan cepat dapat menyebabkan penurunan volume darah secara tiba-tiba, yang menyebabkan tekanan darah rendah.[4]
Penyebab
Ada tiga jenis utama kilotoraks: non-traumatik, traumatik, dan idiopatik. Secara historis bentuk kilotoraks yang paling umum yaitu non-traumatik, tetapi kilotoraks traumatis saat ini mewakili sebagian besar kasus, dengan sebagian besar timbul sebagai komplikasi pasca operasi.[5][6] Penyebab paling umum dari kilotoraks non-trauma adalah kanker.[1] Kilotoraks juga dapat digolongkan sebagai output rendah atau output tinggi berdasarkan laju akumulasi kilus: kilotoraks output rendah mengakumulasi <500 mL kilus per 24 jam, sedangkan kilotoraks output tinggi mengakumulasi >1000 mL per 24 jam.[7]
Non-traumatik
Keganasan merupakan penyebab paling sering dari kilotoraks non-trauma. Kanker seperti leukemia limfositik kronis, kanker paru-paru, limfoma, sarkoma Kaposi, karsinoma metastatik, atau kanker esofagus merupakan penyebab potensial kilotoraks. Infeksi juga dapat menyebabkan kilotoraks, paling sering ditemukan di negara berkembang. Penyebab paling umum dari kilotoraks karena infeksi yaitu komplikasi limfadenitis tuberkulosis. Infeksi penyebab lainnya termasuk aortitis, histoplasmosis, dan filariasis. Kilotoraks juga bisa bawaan dari lahir, dan dapat terjadi bersamaan dengan malformasi limfatik lain seperti limfangiektasis dan limfangiomatosis. Penyakit lain seperti tuberous sclerosis, penyakit jantung bawaan, trisomi 21 (sindrom Down), sindrom Noonan, atau sindrom Turner (kehilangan kromosom X) juga merupakan kemungkinan penyebab kilotoraks bawaan. Penyebab lain yang lebih jarang dari kilotoraks bawaan termasuk penyakit Castleman, sindrom kuku kuning, makroglobulinemia Waldenström, sarkoidosis, trombosis vena, radiasi toraks, makroglobulinemia, amiloidosis, dan gondok. Penyakit ini menyebabkan kilotoraks dengan menghalangi atau menghancurkan saluran toraks. Selain itu, nutrisi parenteral dapat menjadi penyebab karena pemberian dosis cepat dapat membanjiri saluran toraks, menyebabkan kilus bocor ke ruang pleura sekitarnya.[1]
Traumatik
Siklotoraks iatrogenik pasca operasi merupakan jenis siklotoraks yang paling umum.[1] Siklotoraks jenis ini merupakan komplikasi umum dan serius dari pneumonektomi.[8] Kondisi ini sering terjadi pada operasi yang membutuhkan pemotongan mediastinum.[4] Probabilitas siklotoraks bergantung pada jenis operasi. Operasi dengan risiko siklototraks tertinggi yaitu esofagostomi, dengan risiko 5-10% siklotoraks. Reseksi paru dan bedah nodus mediastinum memiliki risiko tertinggi kedua dengan risiko 3-7%. Operasi lain seperti reseksi tumor mediastinum, perbaikan aneurisma toraks, simpatektomi, dan operasi lain yang dilakukan di leher bagian bawah atau mediastinum dapat menyebabkan siklotoraks. Siklotoraks setelah trauma dan bukan setelah operasi juga telah ditemukan setelah penempatan jalur sentral, implantasi alat pacu jantung, dan embolisasi malformasi arteriovenosa paru. Trauma tumpul pada daerah dada merupakan penyebab lain siklotoraks, yang terjadi setelah luka ledakan dan bahkan cedera sederhana akibat batuk atau bersin.[1]
Mekanisme
Mekanisme utama kilotoraks adalah bocornya kilus dari saluran toraks, biasanya disebabkan oleh gangguan yang mempengaruhi integritas struktural saluran toraks. Misalnya, penempatan kateter (alat akses) vena sentral dapat berpotensi mengganggu drainase getah bening (limfe) ke vena subklavia, diikuti oleh saluran toraks, mengakibatkan kilotoraks. Gangguan tersebut menyebabkan tekanan pada duktus torasikus meningkat. Segera setelah itu, akan terbentuk saluran kolateral, yang akhirnya mengalir ke dada.[4] Trauma yang mempengaruhi duktus toraks merupakan mekanisme gangguan yang paling umum.
Kejadian kilotoraks di ruang pleura kiri atau kanan merupakan konsekuensi dari lokasi anatomi duktus toraks dalam tubuh dan tergantung pada tingkat tempat duktus itu terluka. Jika duktus toraks terluka di atas vertebra torakalis kelima, maka dihasilkan kilotoraks sisi kiri. Sebaliknya, luka atau cedera duktus toraks di bawahnya akan menyebabkan pembentukan kilotoraks sisi kanan. Kilotoraks paling sering terjadi di rongga pleura kanan (50% kasus). Kilotoraks sisi kiri dan bilateral lebih jarang terjadi dan terjadi pada masing-masing 33% dan 17% kasus.[4]
Pada kasus kanker, invasi ke duktus toraks atau saluran getah bening kolateral dapat menyumbat getah bening. Pada kasus limfadenopati mediastinum, kelenjar getah bening yang membesar menyebabkan kompresi saluran limfatik dan saluran toraks. Hal ini menghambat drainase sentripetal aliran getah bening dari tepi parenkim paru dan permukaan pleura. Hal ini menyebabkan kilus merembes ke dalam rongga pleura secara luas, menyebabkan kilotoraks. Pada kasus sindrom kuku kuning (atau limfedema), kilotoraks disebabkan oleh hipoplasia atau pelebaran pembuluh getah bening. Pada kasus yang jarang terjadi, seperti pada kilotoraks hati, asites kilus melintasi diafragma ke rongga pleura. Pada kasus idiopatik seperti kelainan genetik, mekanismenya tidak diketahui. Jumlah kilus yang dapat dengan mudah mengalir ke rongga pleura bisa mencapai tiga liter per hari.[4]
Diagnosis
Rontgen dada dapat mendeteksi kilotoraks, yang akan tampak sebagai daerah padat dan homogen yang mengaburkan sudut kostofrenikus dan kardiofrenikus. USG juga dapat mendeteksi kilotoraks, yang tampak sebagai daerah echoic yang densitas sama tanpa septasi atau lokulasi. Namun, baik rontgen dada normal maupun USG tidak dapat membedakan kilotoraks dari jenis efusi pleura lainnya.[9]
Jenis limfogram lain yang lebih umum digunakan yaitu limfoscintigrafi nukleus. Prosedur ini membutuhkan asam pentetik manusia berlabel Tc99m untuk disuntikkan ke dalam lesi subkutan di kedua sisi dorsum kaki. Kemudian dua gambar, anterior dan posterior, diperoleh dengan menggunakan kamera sinar gamma. Tes ini dapat digunakan dengan integrasi CT scan dosis rendah dengan emisi foton untuk mendapatkan gambar yang lebih presisi. Setelah efusi pleura terdeteksi, dapat direkomendasikan torasentesis.[10]
Cairan kilotoraks mungkin tampak seperti susu, serosa, atau serosanguinosa. Jika penampilan cairan tidak seperti susu, itu tidak mengecualikan dari diagnosis kilotoraks. Karena kilus kaya akan trigliserida, efusi pleura yang kaya akan trigliserida (>110 mg/dL) dapat memastikan adanya kilotoraks, sedangkan efusi pleura dengan kandungan trigliseridanya rendah (<50 mg/dL) cenderung dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis.[11][12] Jika efusi pleura mengandung trigliserida antara 50-110 mg/dL, dianjurkan analisis kandungan lipoprotein dari efusi pleura untuk mengevaluasi kilomikron. Jika analisis tersebut dapat mendeteksi kilomikron dalam cairan, maka diagnosis kilotoraks terkonfirmasi. Kilotoraks biasanya eksudatif dan sering mengandung jumlah limfosit yang tinggi dan memiliki tingkat enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah. Namun, kilotoraks atipikal (tidak biasa) dapat terjadi dan transudatif pada 14% kasus. Penampakan cairan pleura seperti susu tidak cukup untuk mengkonfirmasi diagnosis kilotoraks, karena pseudosilotoraks dan empiema dapat meniru penampilan ini. Sebaliknya, tidak adanya penampakan seperti susu tidak berarti tidak ada kilotoraks, karena mungkin tampak serosa atau berdarah.[11]
Perawatan
Perawatan untuk kilotoraks tergantung pada penyebab yang mendasari. Perawatan meliputi modifikasi diet, obat-obatan untuk mencegah pembentukan kilus termasuk somatostatin atau octreotide, midodrine dan sirolimus, pleurodesis, dan perawatan bedah termasuk ligasi duktus toraks, pleurovenous or pleuroperitoneal shunting, atau embolisasi duktus toraks.[1]
Awal
Perawatan awal siklotoraks biasanya drainase cairan dari rongga pleura. Langkah ini diperlukan untuk mengembalikan fungsi paru-paru yang terganggu oleh tekanan yang diberikan oleh kilus pada paru-paru.[1] Pasien yang memiliki siklotoraks besar mungkin memerlukan dukungan nutrisi karena nutrisi yang hilang, terutama untuk memperbaiki kehilangan protein dan elektrolit. Setelah kondisinya stabil secara hemodinamik dan nutrisi, maka pengobatan khusus dapat dimulai.[4]
Konservatif
Perawatan konservatif dilakukan dengan mengubah diet untuk memasukkan lebih sedikit asam lemak rantai panjang, khususnya asam lemak bebas. Karena kilus terbentuk dari asam-asam ini, pembentukan kilus akan berkurang, mendorong untuk penyembuhan secara spontan. Namun, langkah ini dapat menyebabkan kekurangan lemak dan malnutrisi dari waktu ke waktu. Respons yang mungkin untuk kelemahan ini yaitu perdarahan lemak vena, yang mana asam lemak rantai pendek dan sedang diberikan melalui diet, dan asam lemak rantai panjang diberikan secara intravena. Torasentesis dan kateter menetap yang digunakan di rumah umumnya bertujuan untuk mengalirkan kilotoraks.[1] Jika terdapat kilotoraks neoplastik ganas, maka diperlukan pengobatan dengan radioterapi dan/atau kemoterapi.
Bedah
Pembedahan ditujukan jika kasusnya pasca-trauma, iatrogenik, atau tidak mempan terhadap perawatan lain (refrakter), dalam hal ini pembedahan mengurangi kematian hingga 40%. Salah satu intervensi bedah invasif disebut ligasi saluran toraks, melibatkan penutupan saluran toraks.[1] Peurodesis bedah adalah pilihan lain dan dapat dilakukan jika individu gagal untuk merespons pengobatan konservatif dan bukan merupakan kandidat untuk intervensi bedah.[13]
Pilihan perawatan lainnya yaitu pleuroperitoneal shunting (membuat saluran komunikasi antara rongga pleura dan rongga peritoneum). Jika bedah untuk menutup kebocoran tidak dapat diandalkan, maka dapat direkomendasikan pleurodesis (mengeluarkan cairan pleura). Pada studi kasus 19 orang dengan siklotoraks ganas refrakter karena limfoma, cara ini menghasilkan keberhasilan untuk semua individu yang terkena.[4] Pleurodesis kimia merupakan alternatif,[14] karena kebocoran cairan limfatik dihentikan dengan mengiritasi paru-paru dan dinding dada, mengakibatkan peradangan steril. Hal ini menyebabkan paru-paru dan dinding dada menyatu, sehingga mencegah cairan limfatik bocor ke rongga pleura.[15]
Prognosis
Tingkat morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan kilotoraks telah menurun karena perawatan yang lebih baik. Kilotoraks ganas, bilateral, dan kronis memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan jenis lainnya.[4] Saat ini, angka mortalitas dan morbiditas sekitar 10% jika ditangani dengan pembedahan.[1] Jika kasus pasca operasi diobati secara konservatif, angka kematian mendekati 50%.[4]
Komplikasi
Komplikasi kilotoraks termasuk malnutrisi, imunosupresi, dehidrasi, dan gangguan pernapasan.[5] Tingkat keparahan komplikasi tergantung pada seberapa cepat kilotoraks terakumulasi, ukurannya, dan kronisitasnya.[13]
Epidemiologi
Kilotoraks jarang terjadi dan biasanya terjadi sebagai komplikasi operasi di leher dan mediastinum. Kilotoraks tidak memiliki kecenderungan khusus terhadap jenis kelamin atau usia. Kilotoraks terjadi pada 0,2-1% dari operasi kardiotoraks, 5-10% dari esofagostomi, dan 3-7% dari reseksi paru-paru.[1]
Hewan lainnya
Kilotoraks jarang terjadi pada kuda. Tanda dan gejala klinis pada anak kuda antara lain kesulitan bernapas, napas cepat, batuk, demam, dan lesu. Cairan umumnya tampak buram dan seperti susu tanpa bau apapun.[16] Batas cairan dikenali saat dada ditabuh dan ada suara paru yang berkurang. Untuk membedakan antara kilus dan pseudokilus, bahwa pseudokilus tidak terjadi pemisahan setelah sentrifugasi. Tidak banyak informasi tentang penanganan kilotoraks pada kuda. Perawatan suportif, antimikroba, drainase toraks, dan manajemen diet telah digunakan dengan sukses.[17] Pembedahan telah dilakukan pada hewan lain dengan keberhasilan terbatas, tetapi belum dilaporkan pada kuda. Meskipun keberhasilan telah dilaporkan, prognosisnya relatif tidak diketahui karena kurangnya data.
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j k l Rudrappa, Mohan; Paul, Manju (2022). Chylothorax. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 29083798.
- ^ "Chylothorax and Cholesterol Effusion". Pulmonology Advisor (dalam bahasa Inggris). 2019-01-23. Diakses tanggal 2022-02-26.
- ^ Schild, Hans H; Strassburg, Christian P; Welz, Armin; Kalff, Jörg (2013–2014). "Treatment Options in Patients With Chylothorax". Deutsches Ärzteblatt International. 110 (48): 819–826. doi:10.3238/arztebl.2013.0819. ISSN 1866-0452. PMC 3865492 . PMID 24333368.
- ^ a b c d e f g h i Nair SK, Petko M, Hayward MP (2007). "Aetiology and management of chylothorax in adults". European Journal of Cardio-Thoracic Surgery. 32 (2): 362–9. doi:10.1016/j.ejcts.2007.04.024. PMID 17580118.
- ^ a b Chalret du Rieu, M.; Mabrut, J.-Y. (2011-10). "Management of postoperative chylothorax". Journal of Visceral Surgery (dalam bahasa Inggris). 148 (5): e346–e352. doi:10.1016/j.jviscsurg.2011.09.006.
- ^ Pillay, T. G.; Singh, B. (2016-03). "A review of traumatic chylothorax" (PDF). Injury. 47 (3): 545–550. doi:10.1016/j.injury.2015.12.015. ISSN 1879-0267. PMID 26776461.
- ^ Senaati, A.; Braun, A. (2015-02). "Role of the interventional radiologist in the diagnosis and management of chylothorax: a review of traditional and novel methods". Journal of Vascular and Interventional Radiology (dalam bahasa Inggris). 26 (2): S226. doi:10.1016/j.jvir.2014.12.601.
- ^ McGrath, Emmet E.; Blades, Zoe; Anderson, Paul B. (2010-01). "Chylothorax: Aetiology, diagnosis and therapeutic options". Respiratory Medicine (dalam bahasa Inggris). 104 (1): 1–8. doi:10.1016/j.rmed.2009.08.010.
- ^ Rudrappa, Mohan; Paul, Manju (2018). "Chylothorax". StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 29083798. Diakses tanggal 2019-03-05.
- ^ Rudrappa, Mohan; Paul, Manju (2018). "Chylothorax". StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 29083798. Diakses tanggal 2019-03-05.
- ^ a b Skouras, V; Kalomenidis, I (July 2010). "Chylothorax: diagnostic approach". Current Opinion in Pulmonary Medicine. 16 (4): 387–93. doi:10.1097/MCP.0b013e328338dde2. PMID 20410823.
- ^ Nadolski, G (December 2016). "Nontraumatic Chylothorax: Diagnostic Algorithm and Treatment Options". Techniques in Vascular and Interventional Radiology. 19 (4): 286–90. doi:10.1053/j.tvir.2016.10.008. PMID 27993324.
- ^ a b Kumar, Abhishek; Harris, Kassem; Roche, Charles; Dhillon, Samjot Singh (2014-11). "A 69-year-old woman with lymphoma and chylothorax. Looking beyond the usual suspect". Annals of the American Thoracic Society. 11 (9): 1490–1493. doi:10.1513/AnnalsATS.201406-251CC. ISSN 2325-6621. PMID 25423001.
- ^ Mierzejewski, Michal; Korczynski, Piotr; Krenke, Rafal; Janssen, Julius P. (2019-12). "Chemical pleurodesis – a review of mechanisms involved in pleural space obliteration". Respiratory Research (dalam bahasa Inggris). 20 (1): 247. doi:10.1186/s12931-019-1204-x. ISSN 1465-993X. PMC 6836467 . PMID 31699094.
- ^ Sonoda, Akinaga; Jeudy, Jean; White, Charles S.; Kligerman, Seth J.; Nitta, Norihisa; Lempel, Jason; Frazier, Aletta Ann (2015-05). "Pleurodesis: indications and radiologic appearance". Japanese Journal of Radiology (dalam bahasa Inggris). 33 (5): 241–245. doi:10.1007/s11604-015-0412-7. ISSN 1867-1071.
- ^ Groover, E. S.; Wooldridge, A. A. (2013-10). "Equine haemothorax: Equine haemothorax" (PDF). Equine Veterinary Education (dalam bahasa Inggris). 25 (10): 536–541. doi:10.1111/eve.12072.
- ^ Scarratt, W. K.; Wallace, M. A.; Pleasant, R. S.; Sysel, A. M.; Feldman, B.; Jones, J. C. (1997-01). "Chylothorax and meconium impaction in a neonatal colt". Equine Veterinary Journal (dalam bahasa Inggris). 29 (1): 77–79. doi:10.1111/j.2042-3306.1997.tb01643.x.