Wironegoro

suami dari Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi
Revisi sejak 17 Maret 2022 20.51 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8.6)

Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro, (disingkat KPH Wironegoro; lahir 28 April 1972) yang sebelumnya bernama Nieko Messa Yudha adalah suami dari GKR Mangkubumi, putri pertama Hamengkubuwana X dengan Ratu Hemas sekaligus Putri Mahkota dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Wironegoro
Kanjeng Pangeran Haryo
Pangeran Wironegoro saat di Pernikahan Agung GKR Hayu dan KPH Notonegoro
KelahiranNieko Messa Yudha
28 April 1972 (umur 52)
Indonesia Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Pasangan
(m. 2013)
Keturunan
  • Raden Ajeng Artie Ayya Fatimasari
  • Raden Mas Drasthya Wironegoro
Nama lengkap
Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro
WangsaHamengkubuwono
AyahKolonel Soedjatmoko
IbuRaden Ayu Moniek Sri Sriwidyatni

Masa Kecil dan Pendidikan

Pangeran Wironegoro dibesarkan di Surabaya dan Jakarta hingga menginjak bangku sekolah menengah atas di SMA Negeri 23 Jakarta dan SMA PSKD I Jakarta. Dia kemudian melanjutkan sekolahnya ke Program DIII di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung atau yg biasa disebut NHI. Setelah lulus, Wironegoro melanjutkan kuliahnya ke International Hotel Management Institute di Luzern, Swiss. Selanjutnya dia melanjutkan ke programme S-2 untuk Tourism Management di University of Surrey di Inggris. Setelah menikah, Wironegoro masih melanjutkan studi di sela-sela kesibukkannya dan meraih gelar Doktor dari Universitas Gadjah Mada.

Pernikahan

Pangeran Wironegoro menikah dengan Ratu Mangkubumi pada tanggal 28 Mei 2002. Berhubung calon istri beliau adalah putri tertua dari Sultan Hamengkubuwono X, pernikahan tersebut mendapat banyak perhatian dari publik.

Sebelum menikah, sesuai dengan adat keraton, calon pengantin pria mendapat yang pada waktu itu bernama Nieko Messa Yudha, dianugrahi gelar Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro karena calon istrinya telah pula menerima gelar dan nama baru dari sebelumnya Gusti Raden Ajeng Nurmalitasari menjadi Gusti Kanjeng Ratu Pembayun. Pemberian gelar ini dilangsungkan melalui upacara wisuda yang digelar di keraton Yogyakarta.

Rentetan acara pernikahan diawali dengan prosesi "Nyantri" [1] dimana calon pengantin pria mulai masuk ke Keraton pada tanggal 27 Mei 2002.

Sesuai dengan adat yang berlaku di Keraton, Sri Sultan Sendiri yang menikahkan puterinya dengan KPH Wironegoro. Prosesi "panggih" pernikahan dihadiri oleh pejabat tinggi negara, termasuk Presiden Megawati Soekarnoputri serta Duta-duta besar perwakilan negara-negara sahabat.[2] Karena istrinya adalah seorang Putri Raja, maka Wironegoro harus menjalani prosesi "pondongan" dimana dia dibantu salah seorang paman dari mempelai wanita GBPH Yudhaningrat memondong (mengangkat) istrinya sebagai simbol "meninggikan" posisi seorang istri. Beberapa berita melaporkan bhw prosesi panggih ini diliputi oleh suasana "magis" berkaitan dengan angin kencang yang bertiup di dalam tembok keraton serta petir yang menggelegar di siang hari bolong.[3]

Usai panggih, kedua mempelai kemudian dikenalkan kepada masyarakat melalui prosesi "kirab". Sebagai putri pertama, Ratu Mangkubumi harus dikirab keliling benteng Keraton, menggunakan kereta pusaka Kanjeng Kyai Jongwiyat, sesuai dengan adat istiadat yang berlaku. Prosesi Kirab yang sudah tidak pernah dilaksanakan lagi sejak zaman pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII ini dihadiri oleh ratusan ribu warga yogyakarta.[4] Pernikahan agung Keraton Yogyakarta ini mengikuti tradisi yang dipertahankan sejak ratusan tahun dan diteruskan hingga adik-adik dari Ratu Mangkubumi yaitu Ratu Maduretno, Ratu Hayu dan Ratu Bendoro.

Pernikahan Pangeran Wironegoro dengan Ratu Mangkubumi dikaruniai dua orang anak: 1) Raden Ajeng Arti Ayya Fatimasari Wironegoro dan 2) Raden Mas Drasthya Wironegoro. Putri pertamanya "Artie" sudah cukup dewasa untuk menjalani upacara adat "tetesan" pada tanggal 22 Desember 2013. Upacara ini menandai bahwa seorang anak perempuan sudah menginjak dewasa.[5]

Pekerjaan

Wironegoro mengawali bisnisnya sebagai pengusaha distributor minyak pelumas di Jakarta.[3] Setelah menikah, Wironegoro mengikuti istrinya Ratu Mangkubumi tinggal di Yogyakarta di mana dia aktif di beberapa kegiatan.

Selaku Pangeran Keraton Yogyakarta yang menjadi pusat kebudayaan, Wironegoro sangat aktif di bidang seni dan Budaya. Sejak tahun 2003, dia menjabat sebagai ketua Yayasan Yogyakarta Seni Nusantara yang kemudian memprakarsai berdirinya Jogja National Museum (JNM).[6] Jogja National Museum adalah museum seni kontemporer pertama di Indonesia yang bergerak dalam bidang pelestarian dan pengembangan seni budaya.[7]

Aktivitas Sosial[8]

  • Ketua DPD HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia)
  • Ketua Yayasan Edukasi Anak Nusantara
  • Ketua Yayasan Yogyakarta Seni Nusantara

Peranan di Keraton

Pangeran Wironegoro aktif di keraton selaku Pengageng II dari Tepas Parentah Hageng yang bertugas antara lain mengurus kepangkatan dan jabatan abdi dalem keraton [9]

Referensi

  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-05-09. Diakses tanggal 2014-01-17. 
  2. ^ http://www.tempo.co/read/news/2002/05/28/05811565/Presiden-dan-Pejabat-Tinggi-Negara-Hadiri-Pernikahan-Puteri-Sultan-HB-X
  3. ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-16. Diakses tanggal 2014-01-17. 
  4. ^ http://news.liputan6.com/read/34992/kirab-pengantin-keraton-yogyakarta-disambut-meriah
  5. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-16. Diakses tanggal 2014-01-17. 
  6. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-18. Diakses tanggal 2014-01-17. 
  7. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-19. Diakses tanggal 2014-01-17. 
  8. ^ "Daftar Riwayat Hidup Bakal Calon Anggota DPR: KPH Wironegoro" (PDF). KPU. 1 April 2013. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-08-25. Diakses tanggal 6 Januari 2016. 
  9. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-18. Diakses tanggal 2014-01-17.