Ajang kelicung
Ajang kelicung | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Divisi: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | Diospyros
|
Spesies: | D. macrophylla
|
Ajang kelicung ialah tumbuhan khas Indonesia khususnya Nusa Tenggara Barat.[1] Ajang kelicung di daerah NTB dikenal dengan sebutan kayu kelicung.[1] Nama ilmiah dari ajang kelicung adalah Diospyros macrophylla.[2] Tanaman ini termasuk dalam divisi ''Magnoliophyta'' yaitu tumbuhan berbunga.[2] Selain itu, ajang kelicung juga termasuk dalam suku ''Ebenaceae'' dengan genus ''Diospyros''.[2] Ajang kelicung memiliki beberapa sinonim untuk nama ilmiahnya yaitu Diospyros cystopus Miq, Diospyros pachycalyx Merr, Diospyros cystopus Miq, dan Diospyros suluensis Merr.[3]
Status Perlindungan
Keberadaan ajang kelicung di Nusa Tenggara Barat saat ini sudah hampir punah.[1] Awalnya tanaman ini tumbuh liar di hutan yang terletak di Pulau Lombok dan Sumbawa.[2] Penebangan secara liar yang terjadi secara terus menerus menyebabkan populasi ajang kelicung semakin menyurut.[2] Selain karena penebangan liar, menurunnya populasi ajang kelicung karena pertumbuhan tanaman ini sangat lambat sehingga saat dibududayakan juga lama tumbunya.[2] Mahalnya harga kayu ajang kelicung membuat kayu ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga banyak yang ingin menjualnya.[2]
Penggunaan
Sebagai flora identitas Indonesia dari Nusa Tenggara Barat, Ajang kelicung pernah digunakan sebagai gambar pada perangko tempel yang ada di Indonesia.[1] Tumbuhan ini juga digunakan sebagai flora identitas dari Provinsi Nusa Tenggara Barat.[1] Tanaman ajang kelicung sering dimanfaatkan bagian kayunya.[1] Kayu ajang kelicung memiliki kualitas yang bagus yaitu kuat dan pola serat kayunya juga indah.[1] Kayu ajang kelicung dimanfaatkan untuk membuat aneka mebel seperti kursi, almari, dan meja.[1] Pembuatan kusen, jendela, pintu, jembatan dan kapal juga sering menggunakan kayu jenis ini.[1] Masyarakat setempat memanfaatkan kayu ini untuk membuat berbagai kerajinan tangan seperti patung dan ukiran.[1]
Habitat
Tempat hidup ajang kelicung adalah di daerah tepi sungai, dengan tanah datar tetapi tidak tergenang air.[4] Tanaman ini juga hidup di daerah dengan tanah liat, tanah masir, dan berbatu yang ada di hutan asli.[4] Persebaran ''species'' ajang kelicung tersebar hampir ke seluruh pulai besar di Indonesia yaitu ke Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.[4] Tanaman identitas NTB tersebut hidup pada ketinggian 5 sampai 800 meter di atas permukaan laut.[4]
Batang
Pohon ajang kelicung dapat mencapai tinggi 46 meter dengan diameter batang 60 meter.[4] Kulit pohon ajang kelicung berwarna merah coklat dan kayunya berwarna putih bersih.[4] Ajang kelicung termasuk tanaman dengan batang bercabang, cabang tanaman ini antara 9 sampai 30 meter.[4] Bagian batang kadang-kadang juga tumbuh akar papan dengan panjang mencapai satu setengah meter.[4]
Daun
Daun ajang kelicung termasuk daun tunggal karena setiap tangkai hanya menyokong satu helai daun.[3] Daun ajang kelicung berbentuk bulat memanjang atau jorong.[3] Ukuran helaian daun ajang kelicung ialah 7 – 35 cm X 3,5 –19 cm.[3] Permukaan daun berwarna hijau dan bagian bawah daun terdapat bulu-bulu halus.[3] Sistem pertulangan daun dari tumbuhan ini adalah menyirip.[5]
Bunga dan buah
Bunga ajang kelicung berwarna putih serta memiliki bau yang harum.[6] Pohon ini biasa berbunga saat bulan April hingga Oktober.[6] Buah ajang kelicung berbentuk agak bulat, berwarna kemerah-merahan dengan ukuran 5-6,5 X 5-7,5 cm.[6]
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j "Kayu Kelicung Maskot NTB Terancam Punah". Harian Sinar Harapan. 18 Maret 2013. Diakses tanggal 9 Mei 2014.
- ^ a b c d e f g "Kayu Hitam (Diospyros macrophylla)". Inaturalist. 2012. Diakses tanggal 9 Mei 2014.
- ^ a b c d e "Diospyros macrophylla Blume". Asia Plant. Diakses tanggal 9 Mei 2014.
- ^ a b c d e f g h "AJAN KELICUNG". Kementrian lingkungan hidup. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-08. Diakses tanggal 9 Mei 2014.
- ^ "Diospyros macrophylla A.Chev". The Plant List. Diakses tanggal 9 Mei 2014.
- ^ a b c "Key To The Javanese Woods On The Basis Of Anatomical Features". Hindrik Haijo Janssoniu. Diakses tanggal 9 Mei 2014.