Prasasti Kabantenan adalah sebuah prasasti bersejarah Indonesia. Prasasti ini terdiri dari lempengan tembaga. Prasasti Kebantenan dibeli oleh Raden Saleh dari penduduk desa Kabantenan, Bekasi. Prasasti ini beraksara dan berbahasa Sunda Kuno, dan sekarang disimpan di Museum Nasional dengan nomor inventaris E.1, E2, E.3, E.4, dan E.5).

Isi

Dari lima lempeng prasasti tersebut, terdapat tiga prasasti yang mempunyai tulisan bolak-balik, sementara dua sisanya hanya satu permukaan.

Lempeng E.42-a

Lempeng E.42-b

  • Depan
taAn· Iña beya pun·, kena Iña nu puraḥ ḍibuhaya,
mibuhayakən· na kacari○taAn· pun·, nu pagəḥ ṅavaka-
n· na ḍevasasan·na ○ pun· Ø , Ø

Lempeng E.43

Lempeng E.44

Lempeng E.45

// Ø // pun· Ini pitəkət· sri baḍuga maharaja ratu haji ḍi pakvan· sri saṁ

ratu -

ḍevata, nu ḍipitəkətan· ma na L̥ maḥ ḍevasasana, ḍi gunuṁ samaya

sugan·n aya

nu ḍek· ṅahəriAnan· Iña, ku paluluraḥhan· ku paL̥L̥maḥhan· mulaḥ aya
nu ṅahəriyanan· Iña, ti timur ha‹ṁ›gat· ciUpiḥ ti barat· ha‹ṁ›gat· ciləbu
ti kidul· ha‹ṁ›gat· jalan· gəḍe pun· mulaḥ aya nu ṅahəriAnan· Iña ku ḍa-
sa ku calagara Upəti paṁgəR̥ s· R̥ ma Ulaḥ aya nu me‹n›taAn· Iña -
kena, saṁgar kami ratu nu puraḥ mibuhayakən· na karatu(ya)n· nu

pagəḥ ṅavakan·

na ḍevasasana pun· Ø Ø

Intisari prasasti ini adalah sebagai berikut:
Raja Rahyang Niskala Wastu Kancana mengirimkan perintah melalui Hyang Ningrat Kancana kepada Susuhunan Pakuan Pajajaran untuk mengurus dayohan di Jayagiri dan Sunda Sembawa. Raja tinggal di Pakuan, di tanah suci (tanah devasasana); yang batas-batasnya sudah ditetapkan, dan tanah itu tidak boleh dibagikan karena pelabuhan devasana memudahkan untuk beribadah, yang merupakan milik raja.

Raja Sunda dan sanksi pembangunan suci di Sunda Sembawa yang harus dirawat dan tidak diganggu karena kawasan yang ditetapkan adalah kawasan pemukiman para wiku (pendeta). Jika ada yang berani memasuki daerah itu di sunda Sembawa, maka mereka akan dibunuh. Sri Baduga Maharaja yang sedang berkuasa di Pakuan menjatuhkan sanksi tanah devasana di Gunung (Gunung Samya (Rancamaya) yang batas-batasnya sudah ditetapkan. Siapapun yang masuk dilarang mengganggu daerah ini, dan pengenaan pajak dan pungutan lain dilarang karena di kawasan itu terdapat tempat peribadahan milik raja.

Rujukan

  • Richadiana Kartakusuma (1991). Anekaragam Bahasa Prasasti di Jawa Barat Pada Abad Ke-5 Masehi sampai Ke-16 Masehi: Suatu Kajian Tentang Munculnya Bahasa Sunda. Tesis
  • Aditia Gunawan & Arlo Griffiths. Old Sundanese Inscriptions: Renewing the Philological Approach. Archipel, 101 | 2021, 131-208.[1]