Hipotesis Omphalos adalah sebuah usaha untuk mendamaikan dari bukti saintifik bahwa umur bumi dengan literalisme biblis dari penciptaan menurut Kitab Kejadian, dimana mengartikan bahwa bumi hanya berumur beberapa ribu tahun. [1] Ini didasari dari keyakinan agama yang menyatakan bahwa alam semesta diciptakan oleh suatu Ilahiah, dalam enam hingga sepuluh ribu tahun terakhir (disesuaikan dengan geologi banjir besar), dan kehadiran bukti objektif dan dapat diverifikasi bahwa alam semesta lebih tua daripada perkiraan sepuluh tahun millenium dikarenakan kepada Pencipta memperkenalkan bukti palsu yang membuat alam semesta terlihat lebih tua.

Ide yang dinamakan setelah judul dari buku yang diterbitkan pada tahun 1857, Omphalos ditulis oleh Philip Henry Gosse, yang dimana beliau membantah bahwa agar dunia dapat menjadi "fungsional", Tuhan harus menciptakan bumi dengan pegunungan dan ngarai, pepohonan dengan lingkar tahun, Adam dan Hawa dengan rambut, kuku, dan pusar yang sempurna[2] (ὀμφαλός omphalos adalah Yunani untuk "pusar"), dan semua makhluk hidup terbentuk dengan ciri-ciri evolusi yang sempurna, dll. Oleh karena itu, tidak bukti empiris tentang umur bumi atau alam semesta bisa dianggap diandalkan.[3]

Banyak pendukung dari Young Earth Creationism telah memberikan penjelasan yang berbeda-beda terhadap kepercayaan mereka bahwa alam semesta dipenuhi dengan bukti palsu dari umur alam semesta,[4] termasuk kepercayaan tentang beberapa hal dibutuhkan untuk diciptakan pada umur tertentu untuk berfungsinya ekosistem, atau kepercayaan mereka bahwa Sang Pencipta dengan sengaja menciptakan bukti-bukti palsu.[5]

Idenya banyak ditolak pada abad ke-19, ketika Gosse menerbitkan buku yang telah disebutkan sebelumnya.[1] Hal tersebut diusut kembali pada abad ke-20 oleh beberaoa Kreasionis Bumi Muda, yang dimana memanjangkan argumen untuk memasukkan kepada cahaya yang terlihat seperti berasal dari bintang yang sangat jauh, dan galaksi (Merujuk pada "permasalahan cahaya bintang").[6]

Perkembangan Ide

Sumber Pra-Saintifik

Cerita-cerita dari awal mula kehidupan manusia berasal dari cerita penciptaan di Kitab Kejadian telah diterbitkan selama berabad-abad. Terutama pada abad ke-4 seorang teolog Efrem orang Suriah menjelaskan bahwa dunia dimana ciptaan Sang Pencipta secara instan menghasilkan organisme yang tumbuh lengkap:

"Meskipun rumput-rumputan hanya sesaat pada saat penciptaannya, mereka terlihat seperti berumur beberapa bulan saja. Sama halnya seperti pepohonan, meskipun hanya berumur satu hari mereka telah tumbuh menjadi tunas, tetap seperti beberapa tahun sama seperti pohon yang telah tumbuh sempurna dan buah-buahan yang telah mekar pada batang-batangnya"

.[7] Lihat juga Kitab Kejadian 1-11. 

Pemikir Abad Ke-19

Pada abad ke-19, bukti saintifik dari umur bumi telah diumpulkan, dan tidak disetujui dengan pembacaan literal dari alkitabiah.[1] Bukti ini dibantah oleh beberapa penulis pada waktunya, seperti François-René de Chateaubriand. Chateaubriand menulis pada bukunya yang diterbitkan pada tahun 1802, Génie du christianisme (Bagian I Buku IV Bab V) yang berarti "Tuhan mungkin telah menciptakan, dan pasti menciptakan, dunia dengan seluruh tanda-tanda dari bentuk kekunoan dan kesempurnaan yang dimiliki sekarang." Pada jaman modern, Rabbi Dovid Gottlieb mendukung posisi yang hampir sama, menyatakan bahwa tujuan dari bukti saintifik bahwa alam semesta itu tua sangatlah kuat, tetapi salah, dan pada kalender Ibrani adalah benar.[8]

Pertengahan abad ke-19, ketidaksepakatan antara bukti saintifik tentang umur bumi dan agama Barat, tradisi-tradisi perdebatan yang sengit antar kaum intelektual.[1] Gosse memunculkan Omphalos pada tahun 1857 untuk menjelaskan jawaban-jawabannya pada pertanyaan ini. Beliau menyimpulkan bahwa tradisi keagamaan adalah benar. Gosse memulai dengan ide yang awal-awal bahwa bumi mengandung organisme yang telah matang secara instan pada saat diciptakan, dan bahwa organisme-organisme ini memiliki tanda-tanda yang salah dari perkembangannya, seperti rambut pada hewan mamalia, yang dimana tumbuh tiap waktunya.[1] Dia memanjangkan dari ide ini dengan untuk menciptakan seekor organisme yang matang untuk menciptakan sistem yang matang juga, dan beliau menyimpulkan juga bahwa fosil adalah artefak-artefak dari proses penciptaan dan hanya sebagian dari apa yang dibutuhkan untuk ciptaan tersebut berfungsi. Karena itu, dia beralasan, bahwa fosil-fosil dan tanda-tanda lain dari umur bumi tak bisa digunakan untuk membuktikan umurnya, dan bukunya tak begitu laris.[1]

Usulan kontemporer yang lain untuk mendamaikan dari cerita-cerita penciptaan pada Kitab Kejadian dengan bukti saintifik memasukkan dengan teori interval atau celah teori kreasonis, yang dimana interval yang sangat besar dari waktu yang telah dilalio antara waktu tepat penciptaan alam semsta dan permulaan dari Penciptaan menurut Kitab Kejadian. Ide ini telah diajukan oleh Uskup Agung John Bird Sumner dari Canterbury pada Risalah tentang Catatan Penciptaan.[1] Ide populer yang lain, diajukan oleh teolog Inggris John Pye Smith, yang menjelaskan bahwa Taman Eden dijelaskan oleh peristiwa-peristiwa pada lokasi yang kecil.[1] Usulan ketiga, oleh naturalis Perancis Georges-Louis Leclerc, Comte de Buffon, menyatakan bahwa umur hari kreasionis daripada periode 24 jam.[1]

Para teolog menolak usulan Gosse dengan dasar bahwa sepertinya untuk Sang Pencipta berbohong (entah di kitab-kitabnya atau secara alami).[1] Ilmuwan menolak usulannya dengan dasar bahwa hal tersebut berselisih terhadap uniformitarianisme, sebuah ilmu dalam bidang geologi yang sangat didukun pada waktunya, dan ketidakmungkinan dari pengujian atau pembantahan dari ide tersebut.[1]

Kreasionis Modern

Beberapa kreasionis modern tetap memperdebatkan terhadap bukti-bukti saintifik pada jalan atau metode yang sama. Contohnya, John D. Morris, presiden Institute for Creation Research telah menulis pada tahun 1990 tentang "penampilan umur", berkata bahwa: "...Apa yang telah (Tuhan) ciptakan secara fungsinya sudah lengkap dari awal untuk memenuhi tujuan dari penciptaannya."[9]

Beliau tidak memperpanjang ide ini kepada rekaman geologis, lebih mengarah untuk mempercayai bahwa dengan hal itu semua diciptakan dalam Banjir, tetapi yang lainnya Gerald E. Aardsma yang memperjelas lebih dalam, dengan idenya "histori virtual". Hal ini memunculkan tanggapan bahwa peristiwa setelah pencitaan telah mengganti "histori virtual" yang sekarang kita lihat, termasuk fossil-fossil yang ada:

Hal ini mengangkat poin besar dari pembeda, dalam mengatasi Kejatuhan (Kejatuhan Meteor). Singkatnya, ciptaan dengan penampakan dari umur berjalan selaras dalam jurang teologi dengan hal-hal seperti fosil dari ikan-ikan dengan ikan yang lebih kecil dari perutnya: "Apakah maksudmu Tuhan memilih untuk menggambarkan, dari semua hal, sebuah fasad penderitaan dan kematian kepada ciptaan ketika Dia memberikan hal ini sewenang-wenang penampakan umur dari waktu pecniptaan?" Paradigma histori virtual menganggap secara sederhana bahwa semua ciptaan yang bertipe mukjizat memerlukan sebuah histori virtual, sehingga pada saat peritiwa Jatuh bersama semua ciptaan mukjizat (yang dimana secara alami dari ciptaan akan berubah-"bersifat fana") membawa dengan histori (keguguran) masing-masing, dimana histori virtual yang sekarang kita lihat. Kita tak dapat melihat aslinya dari utopia pra-Jatuh ciptaan dengan histori virtual (utopia).[10]

Kritik

Awal dari Penciptaan yang Salah

Meskipun dari hipotesis Omphalos yang asli dari Gosse secara spesifik adalah cerita penciptaan yang populer, yang lain juga menyusun dari ide-ide yang tidak menghalangi penciptaan yang seperti baru-baru ini seperti lima menit yang lalu, termasuk dari memori dari waktu yang ada sebelum hal ini diciptakan insitu.[11] Ide ini terkadang dipanggil Kemarin Kamis oleh kritikus, diambil dari "Dunia mungkin juga diciptakan kemarin Kamis."[9]

Secara saintifik, konsep dari ini kedua-duanya tak dapat dikonfirmasi Pemalsuan melewati

  1. ^ a b c d e f g h i j k Roizen, Ron (1982). "The rejection of Omphalos: a note on shifts in the intellectual hierarchy of mid-nineteenth century Britain". Journal for the Scientific Study of Religion. 21 (4): 365–369. doi:10.2307/1385525. JSTOR 1385525. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-19-02. 
  2. ^ Gardner, Martin (2000). Apakah Adam dan Hawa Memiliki Pusar?: Membongkar Pseudoscience. New York: W. W. Norton & Company. hlm. 7–14. ISBN 9780393322385. 
  3. ^ "Kembalinya Tali Pusar | National Center for Science Education". ncse.ngo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-18-03. 
  4. ^ "The Age of the Earth - Kreasonisme dan Penampakan dari Masa: Scott Pfahler". apps.usd.edu. Diakses tanggal 2022-18-03. 
  5. ^ "Young Earth Creationism | National Center for Science Education". ncse.ngo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-18-03. 
  6. ^ Rice, Stanley (2019). "Creationist funhouse, episode one: The Red Shift". Skeptical Inquirer. 43 (3): 57–59. 
  7. ^ Kathleen McVey, ed. (1994). "Commentary on Genesis. Section I.22". St. Ephrem the Syrian: Selected Prose Works. The Fathers of the Church. 91. Washington: Universitas Katolik Amerika. hlm. 90. ISBN 978-0-8132-1421-4. 
  8. ^ Rabbi Dovid Gottlieb, "The Age of the Universe". "Solusi pada kontradiksi antara umur bumi dan alam semesta menurut sains dan penanggalan Yahudi adalah berumur 5755 tahun sejak waktu penciptaan dan hal inilah umur sebenarnya alam semesta adalah 5755 tahun, tetapi hal ini telah mengelirukan bukti-bukti dari umur yang lebih tua."
  9. ^ a b Issac, Mark (2007). Buku Pegangan Perlawanan Kreasionis. University of California Press. hlm. 9. ISBN 9780520249264. 
  10. ^ Aardsma, Gerald E. "Correspondence: Virtual History". Diakses tanggal 3 April 2022. 
  11. ^ David L. Wilcox, Tuhan dan Evolusi: Pemahaman Berdasarkan Iman, Valley Forge, PA:Judson Press, 2004, 30,