Keraton Kacirebonan

bangunan kuil di Indonesia

Kecirebonan dibangun pada tahun 1800 M, Bangunan kolonial ini banyak menyimpan benda-benda peninggalan sejarah seperti Keris, Wayang, perlengkapan Perang, Gamelan dan lain-lain.

Keraton Kacirebonan
Karaton Kacirebonan

Keraton Kacirebonan
Keraton Kacirebonan
Lokasi di Jawa Barat
Lokasi di Jawa Barat
Lokasi di Jawa Barat
Informasi umum
JenisIstana/keraton
AlamatPulasaren, Pekalipan, Cirebon
KotaKota Cirebon
Negara Indonesia
Diresmikan1800 M

Seperti halnya Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, Kecirebonan pun tetap menjaga, melestarikan serta melaksanakan kebiasaan dan upacara adat seperti Upacara Pajang Jimat dan sebagainya.

Kacirebonan berada di wilayah kelurahan Pulasaren Kecamatan Pekalipan, tepatnya 1 km sebelah barat daya dari Keraton Kasepuhan dan kurang lebih 500 meter sebelah selatan Keraton Kanoman. Keraton Kacirebonan posisinya memanjang dari utara ke selatan (posisi yang sama dengan keraton-keraton lain di Cirebon) dengan luas tanah sekitar 46.500 meter persegi.[1]

Menurut Raden Hamzaiya ditengah situasi pergolakan masyarakat Cirebon tepat pada tanggal 1 September 1806 tercapai persetujuan antara pemerintah kolonial dengan Sultan Sepuh dan Sultan Anom untuk mengadakan perjanjian. Dalam perjanjian itu antara lain ditetapkan, bahwa Raja Kanoman beserta saudaranya dikembalikan ke Cirebon dan dinobatkan sebagai sultan. Orang-orang Cina tidak diizinkan lagi tinggal di daerah pedalaman dan para sultan tidak diperkenankan memeras rakyatnya.

Ternyata perjanjian itu tidak meredakan pergolakan rakyat daerah Jatitujuh dan sekitarnya. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal H. W. Daendels (1808-1811) perlawanan rakyat justru makin meluas ke daerah Indramayu sebelah selatan. Tanggal 25 Maret 1808 Raja Kanoman, setelah dikembalikan dari tempat pembuangannya di Ambon, ia diangkat kembali oleh Daendels menjadi Sultan Kacirebonan. Akan tetapi, Daendels terus-menerus mengurangi kekuasaan sultan. Pada tahun 1809 daerah Cirebon dijadikan hak milik pemerintah Belanda. Para sultan dijadikan pegawai negeri dengan mendapat gaji dari pemerintah. Tanggal 2 Maret 1810 Sultan Kacirebonan, Raja Kanoman (Pangeran Suriawijaya) dipecat karena sikap dan tindakannya dianggap selalu menentang pemerintah, Tegas Raden Hamzaiya.

Pemecatan Sultan Kanoman menimbulkan kegelisahan di kalangan rakyat Cirebon karena mereka merasa kehilangan pemimpin yang membela kepentingan dan nasib mereka. Akibat tindakan Daendels yang tegas dan keras itu telah membawa ketegangan dan keresahan di segala lapisan masyarakat. Dengan tindakannya pula gerakan-gerakan perlawanan rakyat di daerah-daerah pedalaman yang semula akan padam, berkobar kembali, bahkan makin hebat.

Dalam pada itu Bagus Rangin berhasil menghimpun dan membina kembali para pengikutnya. Pengaruh Bagus Rangin di kalangan para pengikutnya dan masyarakat setempat pada umumnya sangat besar. Bagus Rangin sangat dipercayai dan diharapkan menjadi pemimpin oleh para pengikutnya. Begitu besarnya pengaruh Bagus Rangin sehingga ia dianggap sebagai titisan Ratu Adil yang akan melenyapkan kedoliman dan akan membawa keadilan dan kemakmuran bagi rakyat tambah Raden Hamzaiya

Perlawanan Rakyat Cirebon berakhir setelah Pemerintah Hindia Belanda yang dibantu oleh pasukan Sultan Sepuh, berhasil menangkap Ki Bagus Rangin dan pemimpin perlawanan lainnya. Namun demikian, proses penangkapan Ki Bagus Rangin dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Ki Bagus Rangin tetap melakukan perlawanan meskipun beberapa orang seperjuangannya dari kelompok Bagus Sidong, Bagus Arisim, dan Bagus Suwasa telah menyerah kepada Pemerintah Hindia Belanda. Mereka dan seluruh anggota kelompoknya kemudian menerima amnesti dari Pemerintah Hindia Belanda dan hanya dihukum tidak boleh melakukan tindakan kejahatan saja (Engelhard, dalam Indisch Archief tijdschrift, tahun 1850. Vol. 3).

Dari pemaparan tersebut, jelaslah terlihat bahwa salah satu faktor terjadinya perlawanan rakyat Cirebon adalah berkaitan dengan persoalan hak waris Sultan Kanoman ke empat, Sultan Anom IV Muhammad Chaerudin yang seharusnya diberikan kepada putera mahkotanya yaitu Pangeran Raja Kanoman yang telah diasingkan Belanda ke Ambon dianggap sebagai penyebab timbulnya pemberontakan. Rakyat melakukan pemberontakan dan mengidentifikasi diri dengan Sultan Kanoman yang tercabut hak warisnya (Pengeran Raja Kanoman yang dibuang dan sulit mengklaim haknya).

Berkaitan dengan persoalan itu, maka Raden Hamzaiya mengatakan telah diselenggarakan perundingan di kalangan kerabat Kesultanan Kanoman yang salah satu hasil kesepakatannya adalah akan mengembalikan hak Pangeran Raja Kanoman sebagai sultan. Akan tetapi, kedudukannya itu tidak akan dikembalikan di lingkungan Keraton Kanoman karena di keraton tersebut telah bertahta Pangeran Raja Abu Soleh Immamudin sebagai Sultan Anom. Berkaitan dengan itu, disepakatilah bahwa akan dibentuk Kesultanan Kacirebonan dan menetapkan Pangeran Raja Kanoman sebagai sultan pertama Kacirebonan, tandas Raden Hamzaiya

Arsitektur

Bangunan Kacirebonan masuk ke dalam model gaya percampuran Cina, Bangunan zaman Kolonial dan Tradisional . Bentuk bangunannya seperti bangunan pembesar pada zaman kolonial Belanda dengan pengaruh arsitektur Eropa yang kuat.

Bangunan induk

 
Kori Agung keraton Kacirebonan
 
Paseban keraton Kacirebonan
Berkas:Keraton kacirebonan3.jpg
Teras depan bangunan induk keraton Kacirebonan

Setelah wafatnya Sultan Kacirebonan I Sultan Cerbon Amirul Mukminin pada tahun 1814, Ratu Raja Resminingpuri yang merupakan permaisuri dari mendiang almarhum Sultan Kacirebonan I tinggal di area Taman Sari Gua Sunyaragi, tetapi dengan memiliki anak yang masih kecil dan baru berumur lima tahun yaitu Pangeran Raja Madenda Hidayat yang kelak menjadi Sultan Kacirebonan II dia memutuskan untuk membangun sebuah keraton Kacirebonan di Pulosaren dengan uang pensiunan yang selama ini ditolaknya. Pada masa awal pembangunan keraton Kacirebonan Ratu Raja Resminingpuri membuat bangunan induk keraton, Paseban dan Tajug (mushola).[2]

  • Bangunan induk keraton sebagai tempat sebagai tempat tinggal sehari-hari sultan beserta keluarganya. Bangunan ini terdiri dari beberapa ruangan antara lain ruang tidur, ruang kerja sultan, pecira, kamar jimat, prabayasa, dapur dan teras (berfungsi sebagai ruang tunggu bila prajurit rendahan ingin menghadap Sultan).
  • Paseban, terdapat dua buah bangunan Paseban di kompleks keraton Kacirebonan, yaitu di barat dan timur, berdenah persegi panjang. Paseban barat menghadap timur ditompang oleh 8 buah tiang dan 4 saka guru (tiang utama) dan merupakan bangunan semi terbuka, dinding sisi barat dan timur dipagari dengan tembok rendah, atapnya berbentuk joglo dengan penutup genteng.
  • Tajug (mushola), terletak di sebelah barat bangunan induk, antara tajug dan paseban dipisahkan oleh tembok namun ada pintu penghubung di sisi barat tembok. Pelataran keraton ke arah selatan pada pagar tembok terdapat gapura kori agung beratap joglo, yaitu pintu agung utama.

Ratu Raja Resminingpuri pun menjadi wali atas puteranya yang masih kecil tersebut. Setelah Pangeran Raja Madenda Hidayat dewasa, Ratu Raja Resminingpuri memberikan tahtanya kepada puteranya tersebut dengan gelar sultan namun hal itu ditolak oleh Belanda. (menurut Besluit hanya Sultan Kacirebonan I saja yang berhak menyandang gelar sultan)

Gedong Ijo

Pada tahun 1875 Pangeran Raja Denda Wijaya yang bergelar Raja Madenda membangun Gedong Ijo dalam komplek keraton Kacirebonan, Gedong Ijo merupakan bangunan yang menghadap ke timur dan berdenah persegi panjang. Ruang dalam dibagi tiga, yaitu ruang utara dan ruang selatan yang ditempati oleh keluarga sultan sedangkan ruang tengah kosong.

Pringgowati

Pada masa kepemimpinannya, Sultan Kacirebonan IV Pangeran Madenda Partadiningrat membangun Pringgowati yaitu ruang tengah yang terdapat benda-benda kebesaran keraton, berfungsi sebagi tempat istirahat sultan. Di sebelahnya terdapat ruang Pinangeran.

Pinangeran

Ruang Pinangeran merupakan ruangan yang berada disebelah Pringgowati, berfungsi sebagai tempat tinggal kerabat sultan dan tempat penyimpanan alat-alat perayaan Muludan.

Kaputran dan Kaputren

Tempat peristirahatan putra dan putri.

Keraton Kacirebonan sebagai Objek Vital

Keraton Kacirebonan berserta empat komplek bangunan keraton lainnya yakni, keraton Kasepuhan, keraton Kanoman dan Kaprabonan ditetapkan menjadi objek vital yang harus dilindungi. Penilaian tersebut berdasarkan pertimbangan dari institusi kepolisian, dengan adanya penilaian tersebut maka kepolisian setempat wajib menempatkan personilnya untuk melakukan penjagaan di setiap keraton-keraton tersebut, termasuk diantaranya keraton Kanoman.

.[3]

Sebagai bentuk realisasi pengamanan objek vital, maka keraton harus dijaga oleh personil kepolisian

Pengamanan, 2 personil,

  • Patroli 2 personil
  • Pengamanan kegiatan keraton, minimal 10 personil (khusus untuk pengamanan kegiatan yang berskala besar, maka diadakan pengamanan penuh yang melibatkan lebih banyak personil kepolisian).

Silsilah Sultan

 
Foto 360 derajat
Berkas info • Tampilkan sebagai foto 360° derajat
  • Sultan Kacirebonan I Sultan Carbon Kaceribonan Amirul Mukminin (bertahta 1808 - 1814)
  • Sultan Kacirebonan II Pangeran Raja Madenda Hidayat (bertahta dari 1814 - 1851)
  • Sultan Kacirebonan III Pangeran Raja Denda Wijaya (bertahta dari 1851 - 10 Oktober 1914)
  • Sultan Kacirebonan IV Pangeran Raja Madenda Partadiningrat (bertahta dari 9 November 1916 - 31 Juli 1931)
  • Sultan Kacirebonan V Pangeran Raja Madenda Raharjadiningrat (bertahta dari 12 Maret 1933 - 24 Februari 1950)
  • Sultan Kacirebonan VI Pangeran Raja Sidek Arjaningrat (bertahta dari 24 Februari 1950 - 14 Januari 1957)
  • Sultan Kacirebonan VII Pangeran Raja Harkat Nata Diningrat (bertahta dari 14 Januari 1957 - 14 Februari 1969) menggantikan saudaranya Sultan Kacirebonan VI
  • Sultan Kacirebonan VIII Pangeran Raja Moh Mulyono Amir Natadiningrat (bertahta dari 14 Februari 1969 - 8 November 1994)
  • Sultan Kacirebonan IX Pangeran Raja Abdulgani Nata Diningrat Dekarangga (bertahta dari 28 Mei 1997 - )

Galeri

Referensi

6°43′30″S 108°33′55″E / 6.725036°S 108.565337°E / -6.725036; 108.565337